Part 1

8.7K 541 126
                                    

Seorang gadis menghentak-hentakan kakinya kesal hingga menimbulkan suara yang begitu nyaring. Sekarang dirinya sangat begitu kesal, pasalnya kekasihnya enggan menjemput dirinya ke kelas. Kalau dirinya tidak bisa untuk menepati janjinya, harusnya dia tidak usah berjanji akan menjemputnya.

Selama di perjalanan, gadis tersebut terus saja mendumel tidak jelas. Hingga langkah kakinya membawa dirinya ke sebuah tempat, di mana kekasih dan para sahabatnya berkumpul.

"Aris! Pacar Gladis mana?" tanya seorang gadis dengan bando pink di kepalanya.

"Gak tahu." Pria yang bernama Aris itu hanya mengedikkan bahunya acuh. Pertanda dia tidak tahu ke mana perginya Helta.

"Huft." Gadis itu menopang dagunya di atas meja.

Dia adalah Gladis Magneta. Anak satu-satunya dari pasangan Resti dan Bimo. Sifatnya yang kelewatan manja, polos, dan kekanak-kanakan itu membuat siapa saja dibuat bingung olehnya. Kecuali, satu pria yang sabar menghadapi sikapnya, yaitu, Juniar Helta Syahputra.

"Tumben-tumbenan lo nyamperin Helta ke tempat tongkrongan?" tanya Rizki.

"Pengen aja."

Telinga Gladis tidak sengaja mendengarkan derap langkah yang mendekati dirinya. Ternyata kekasihnya yang datang dengan wajah yang lebih segar dari sebelumnya saat Helta mengantarkan makanan ke kelasnya pas waktu istirahat.

"Kenapa rambutnya diikat sih?" tanya Helta kesal saat melihat leher gadisnya terpampang jelas.

Gladis mendelik kesal. Menyebalkan! Apa-apa di permasalahkan.

"Emangnya kenapa sih?" tanyanya.

"Nanti leher lo digigit gajah," jawabnya asal.

"Gajah?" beonya.

"Iya gajah."

Gladis mengerjapkan matanya polos. "Jadi, kalau Glad diikat rambutnya, leher Glad bakal digigit gajah?" tanyanya polos.

"Iya, sayang." Helta tersenyum sambil mengelus rambut kesayangannya.

"Tapi, bukan gajah doang Glad," timpal Aditia.

Helta memicingkan matanya curiga pada Aditia. Pasti dia bakal meracuni otak polos gadisnya.

"Terus hewan apa lagi?" Gladis mengerutkan dahinya.

"Pacar lo juga bis--," Aditia mendengus kesal saat omongannya terpotong oleh pawangnya.

"--gak usah didengerin omongannya," potong Helta.

Gladis mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa? Glad 'kan mau tahu hewan apa aja yang bisa gigit leher Glad. Jadi, nanti kalau Glad ketemu sama hewannya, Glad bisa bawa racun sianida."

"Pokoknya lo gak boleh tahu!" ucapnya tegas.

"Tapi, Glad mau tahu!" kekehnya.

"Gak boleh baby!"

"Boleh!"

"Gak boleh sayang!"

"Boleh, ish!"

Helta menyeringai ke arah Gladis. "Oke gue bolehin lo dengerin ucapan Adit, tapi..." Helta menggantungkan kalimatnya.

"Kita gak jadi beli balonnya!" ancam Helta membuat Gladis mengatupkan bibirnya.

"Ish nyebelin." Gladis mengerucutkan bibirnya.

"Udah, ayo." Helta membuka ikatan rambutnya dan membiarkannya tergerai. Lalu menarik tangan Gladis ke arah parkiran.

GLADIS [End | Revisi] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang