Part 10

2.2K 264 23
                                    

Di lain tempat seorang pria tengah duduk bersama seorang gadis di bawah langit sore. Mereka adalah Helta dan Putri.

"Gu----e udah gak punya siapa-siapa lagi Hel," isak Putri.

"Udah lo gak usah nangis lagi, lo masih punya gue, Rizki, Aris, Aditia, sama yang lainnya juga," ucap Helta menenangkan Putri.

Sebenarnya tadi Helta tidak mau bertemu sama Putri, karena harus mengantarkan gadisnya pulang. Tapi pas Putri nelpon pada Helta, Helta mendengarkan isak tangis Putri. Sesampainya dia di sana, dia langsung menceritakan semuanya, ternyata kedua orang tuanya telah meninggal di laut dan jasadnya tidak bisa ditemukan.

"Helta?"

"Apa?"

"Lo jangan tinggalin gue ya, gue gak punya siapa-siapa lagi," lirihnya.

"Iya," jawab Helta seadanya dari pada urusannya makin ribet.

°°°

299 panggilan tak terjawab.

100 pesan masuk dari Gladis.

Tanpa berpikir panjang, Helta langsung menelepon Gladis.

"Hallo," ucap Gladis di sebrang sana.

"Hallo Glad? Lo udah pulang belum?" tanya Helta khawatir.

"Udah dong."

"Syukur Alhamdulillah." Helta menghelaa nafasnya lega.

"Helta tahu gak, Glad naik apa pulangnya?"

Helta terkekeh. "Belum tahulah, lo-nya juga belum ngasih tahu."

"Glad pulangnya naik angkot loh," ucapnya riang.

Helta kaget mendengarkan ucapan Gladis. Seketika rasa bersalah menjalar di tubuhnya, karena tidak menjemput gadisnya dan malah menemani Putri.

"Glad?"

"Iya Hel," jawabnya.

"Lo gapapa 'kan?"

"Glad baik-baik aja kok."

"Syukur deh," ucap Helta lega.

"Emangnya Helta tadi ke mana? Sampai-sampai gak bisa jemput Glad."

"Tadi gue nganterin bunda ke supermarket."

Helta menelan ludahnya kasar karena telah berbohong lagi pada Gladis.

"Oh nganterin bunda," ucapnya.

"Iya."

"Helta Glad kangen," rengeknya.

"On the way."

Tut.

Helta memutuskan panggilanny sepihak. Langsung saja dia bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dulu badannya yang sudah lengket.

Selang beberapa menit, akhirnya Helta selesai dengan ritualnya. Kakinya menuruni anak tangga degan siulan khasnya.

"Mau ke mana?" tanya Hera bunda-nya.

"Biasa, ngapel mah," jawabnya.

"Bunda titip sallam sama calon mantu mamah," pesan Hera.

"Ayah juga," timpal Adi ayah-nya.

"Siap." Helta mengacungkan kedua jempolnya ke atas.

"Ya udah Helta berangkat dulu ya mah, pah. " Helta menyalimi kedua orangtua-nya.

GLADIS [End | Revisi] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang