5. The Queen dan The King

386 33 0
                                    

"Aduh-aduh, pelan-pelan dong Nes!"

"Iya-iya, lagian kok lo bisa sih kena hajar sama Vio?" tangan Vanes sibuk mengolesi luka-luka Riri dengan obat merah.

"Tadi gue nggak sengaja nabrak dia waktu dia ambil makanan, terus ya gini."

"Masa iya lo nggak sengaja nabrak, dia langsung main pukul gitu aja?" Intan ngeri membayangkan bagaimana ganasnya Vio.

"Kalian tau kan, tu cewek sado!"

****

"Gila, capek juga ya beresin gudang sebesar ini. Untung gue cuma duduk!"

Melani menjitak kepala Vio, kurang lebih selama dua jam mereka membereskan isi gudang olahraga.

"Udah yuk keluar, gue haus." setelahnya mereka berempat keluar dari gudang. Menutup pintunya rapat dan berjalan melewati lorong sekolah yang sepi karena masih dalam kegiatan belajar mengajar.

Ara tersenyum saat tidak sengaja berpapasan dengan The Queen.

Bruk

"Heh, lo sengaja ya?!" Vanes berteriak marah saat Ara dengan sengaja menabrak dirinya.

"Apa-apaan sih, alay!"

"Maksud lo apa?!" Ara terhuyung saat Vanes berdiri dan mendorong bahunya, dengan sigap Alisa menahan punggung Ara agar tidak jatuh.

"Lo itu cuma anak baru nggak usah songong!" Vanes geram, dia benci pada MAVIA saat tau apa yang terjadi pada Riri.

"Emangnya kenapa kalau Ara anak baru?" Alisa berbicara, sedikit menjaga nada suaranya yang menahan marah.

"Dia itu sok, sombong, cuma anak baru aja gayanya selangit!" Anggun menimpali dengan gaya alay, membuat tangan Vio gatal ingin memukulnya.

Tanpa disadari, murid-murid mengintip dari balik jendela. Menyaksikan pertunjukan spektakuler antara MAVIA dan The Queen.

"Ara sombong? Ara sombong atau kalian yang iri?" Melani berkata sinis, menatap Vanes dari bawah ke atas kemudian berdecih pelan.

"Iri? Nggak mungkin lah, secara kita ini lebih cantik dari dia!"

Bruk

"VANES!!" Intan, Anggun, dan Liya kompak berteriak saat Vio dengan kasarnya menendang Vanes hingga jatuh terjengkang.

Sementara murid-murid yang menyaksikan dari balik jendela semakin terhibur, beberapa diantara mereka diam-diam memotret dengan kamera ponsel.

"Vanes, lo nggak pa-pa kan? Vio! Kok lo tega banget sih?" Liya heboh sendiri, terheran saat Vio malah tersenyum sambil tertawa kecil.

"Cantik karena skincare hasil minta ortu jangan bangga. Mending kalian belajar yang rajin, biar bisa jadi siswa eligible." Vio menertawakan empat orang didepannya.

MAVIA melanjutkan perjalanan mereka yang sempat terhenti. Sementara para murid menahan tawa mendengar The Queen dihina habis oleh MAVIA, padahal mereka sendiri tau bahwa Melani ketua dari MAVIA yang artinya sangat susah untuk dijatuhkan.

****

"Vanes! Lo kenapa?"

Riri terkejut saat Intan dan Liya membawa Vanes yang berjalan tertatih-tatih menuju kasur uks.

"Kita tadi papasan sama MAVIA, terus ya debat. Eh, Vio malah nendang Vanes."

"Vio." Riri mengepalkan tangannya. Pertama dia, lalu Vanes, besoknya siapa lagi?

"Mending kita nggak usah deket-deket MAVIA." Anggun memberi saran, melirik kasihan Vanes dan Riri.

"Nggak! Kita harus balas perbuatan mereka." Riri mengambil ponselnya di saku seragam dan menekan sebuah nomor. Menunggu beberapa menit, Riri tersenyum mendengar suara diseberang sana.

"Gue butuh bantuan lo. Ini soal MAVIA."

"......."

"Please. Coba lo tanya sama mereka, lagian kalian juga ada masalah 'kan sama MAVIA?"

"......."

Riri menarik kedua sudut bibirnya, "oke. Lo baik banget!"

Riri mematikan sambungannya sepihak. Menatap bahagia teman-temannya.

"Aman."

****

Bel istirahat kedua berbunyi. Seluruh siswa siswi yang sudah kelaparan berbondong-bondong menuju kantin untuk memesan makanan. Matahari yang sudah berada di puncaknya membuat hawa panas semakin menyengat. Bulir-bulir keringat keluar bersatu dengan bau badan membuat keadaan kantin lebih sesak.

"Lo nggak makan?" Arkan bertanya kepada Jondan yang sedang melamun.

"Bentar, gue masih mikir."

"Tumben lo mikir." Jondan menampilkan wajah lempeng mendengar ucapan Farrel, "gue masih manusia normal kali."

"Soal permintaan Riri?"

Jondan mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Ryan.

Arkan menurunkan sendok garpunya yang menancap di bakso, menatap Jondan dan kedua sahabatnya bergantian.

"Kita iyain aja." ucapnya.

"Tapi, gue nggak mau kejadian satu tahun lalu terulang lagi." Ryan menatap Arkan tajam.

"Oke gue paham. Kita nggak akan masuk terlalu dalam, cuma di luarnya." Arkan mencoba membujuk Ryan.

Keduanya saling bertatapan. Hawa di sekitarnya berubah agak berat. Farrel yang merasa tidak nyaman akhirnya berdeham.

"Mending kita makan dulu. Habisin baksonya."

Setelah selesai makan di kantin, The King berada di dalam kelas. Antara Arkan dengan Ryan masih diam tidak bersuara. Farrel sesekali membuat lelucon yang tetap saja tidak mendapat respon seperti yang diharapkannya. Menyerah, Farrel menepuk pundak Jondan.

Jondan menarik nafas panjang, "kalian mirip bocil depan rumah gue."

"Apa?" jawab Arkan dan Ryan bersamaan.

"Gue bisa tolak permintaan Riri. Kalian cepetan ngomong." Jondan menarik tangan Farrel untuk mengikutinya, meninggalkan Arkan dan Ryan berdua di dalam kelas.

Keduanya sama-sama diam, hingga akhirnya Ryan berdiri dan berjalan hendak keluar kelas.

"Mau jalan-jalan bentar?" tawarnya.

Arkan tersenyum. Keduanya mengobral sambil berjalan-jalan mengelilingi sekolah. Terkadang berhenti saat ada beberapa adik kelas yang ingin nengajak foto bersama, atau sekedar memberi coklat untuk salah satu dari mereka berdua.

Arkan dan Ryan memakan coklat mereka sambil tertawa kecil. Namun Ryan mengubah rautnya saat mereka berjalan didepan ruang osis dan Ryan melihat Alisa yang sedang bermain injit-injit semut dengan Romi—ketua osis.

Ryan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, berhenti beberapa meter dari ruang osis. Ryan menatap Arkan, "mending kita balik ke kelas."

Arkan mengangguk menuruti. Dia tau apa yang membuat sikap Ryan berubah. Arkan membuntuti Ryan dalam diam selama sisa perjalanan kembali ke kelas mereka.

-----

Jangan lupa vote!

MAVIA (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang