Alisa berjalan menuju kelasnya untuk mengambil sebuah alat setelah Melani memberitahu bahwa tugas Vio sudah selesai.
Saat kakinya memasuki kelas, Alisa tertegun di tempat selama beberapa detik. Tidak ada satupun barang yang tidak berpindah dari tempatnya.
Tersenyum kecil, Alisa mendekati tasnya kemudian merogoh bagian bawah tas untuk mengambil alat yang dia cari, setelahnya Alisa berjalan keluar kelas dengan langkah cepat.
Alisa mencoba untuk tidak terlihat mencurigakan, setelah memastikan keadaan aman, dia melangkah masuk kedalam kelas 11 Ips 3.
Lima menit kemudian Alisa keluar dari kelas setelah menempatkan alat ditempat yang dia rasa cocok. Alisa mengambil ponselnya, dia menekan nomor Melani.
Alisa menghembuskan nafas perlahan, berjalan cepat tergesa hingga menabrak seseorang di belokan.
"Nggak punya mata ya, lo?"
"Gue nggak sengaja, maaf."
"Lo kalau jalan yang bener." Arkan mengangkat dagunya.
"Sensi amat sih lo, Alisa udah bilang maaf."
Arkan berbalik saat sebuah suara dibelakangnya terdengar, disana Ara sedang berdiri sambil menatapnya malas, kemudian berjalan menghampiri Alisa.
"Tuhan aja maha pengasih, masa lo yang banyak dosa pendendam sih?" ucap Ara datar.
Ara menggandeng tangan Alisa dan mengajaknya pergi, tapi Ara melihat raut Arkan yang sedang menahan marah, dan itu membuatnya mendapatkan sebuah ide.
"Oh ya, gimana keadaan temen lo? Kalah setelah taruhan itu pasti pedih banget 'kan?"
"Maksud lo?"
Ara menarik sudut bibirnya, "mungkin harus ada lebih banyak komunikasi diantara kalian."
Arkan memandang punggung kedua gadis yang perlahan menjauh dari pandangannya. MAVIA benar-benar batu sandungan bagi dia dan teman-temannya.
*****
"Untung lo datang tepat waktu, Ara." ucap Alisa senang sambil merangkul Ara.
"Gue kan selalu di belakang lo."
"Jadi beres kan?" tanya Melani.
"Iya, Mel. Kita dua langkah didepan mereka." jawab Ara.
Melani mengangguk.
"Vio dimana?"
"Mungkin lagi cari seneng." ucap Melani acuh.
*****
"AAAAAAAAAA."
Niko berteriak histeris saat Vio dengan nekatnya memasuki toilet laki-laki dan mendobrak pintu kamar mandi dan menyeretnya keluar, dia pikir bahwa Vio tidak akan mengejarnya karena sudah cukup lama dia menunggu di dalam sana dan Vio tidak kunjung datang juga.
Tapi kenyataannya tidak, sekarang mereka berdua menjadi sorotan beberapa murid yang sedang membersihkan kamar mandi dan berlalu lalang. Bahkan beberapa murid laki-laki sempat terkejut karena kedatangan Vio yang tiba-tiba didalam toilet laki-laki.
"VIO! LEPASIN GUE, GUE ADA SALAH APA SIH SAMA ELO?!!!!"
"HEH CEWEK, LO KENAPA SADIS BANGET SAMA GUEE?!"
"WOI, BISA NGGAK SIH LO KELAKUANNYA KAYAK CEWEK YANG DI—MMM."
Niko yang berteriak-teriak mematung saat Vio membekap mulutnya dengan kain yang terdapat bercak darah, seketika jantung Niko memacu, tubuhnya bergerak cepat berlari kembali menuju kamar mandi untuk memuntahkan keluar isi perutnya.
Sementara Vio terkekeh geli dan pergi tanpa rasa bersalah meninggalkan Niko menuju ketempat teman-temannya berada sekarang.
*****
Bel pulang sekolah berbunyi yang langsung disusul dengan gerombolan manusia yang bergegas untuk pulang menuju rumah masing-masing, tapi tidak dengan MAVIA yang masih berada dikelas.
Saat memastikan keadaan sepi, Melani menutup pintu kelas dan mengeluarkan laptop dari laci mejanya, kemudian menyambungnya dengan sebuah alat yang sangat kecil.
Layar laptop menyala, menampilkan sebuah ruangan disalah satu sekolah ini. Didalamnya tiga murid sedang duduk melingkar berhadapan, berdiskusi sesuatu yang sepertinya penting.
"Lo yakin?"
"Iya, kita harus ngelakuin ini."
"Tapi apa alasan mereka dari semua ini, semuanya masih abu."
"Ara sempet ngomong ke gue, katanya Jondan kalah taruhan." Arkan menatap dua orang didepannya, "kalian tau apa maksudnya?"
Ryan dan Farrel saling berpandangan, kemudian menggeleng bersama.
"Yaudah, gue punya rencana, kalian cerna baik-baik."
"Lo beneran mau pakai cara itu?" Farrel bertanya dengan tatapan tidak yakin.
"Arkan, gue udah bilang. Gue nggak mau kejadian satu tahun lalu terulang lagi."
Arkan menatap Ryan tajam, "nggak akan. Ini cuma diantara kita sama mereka."
Sementara MAVIA tersenyum saat melihat dan mendengar perdebatan antara Arkan dan teman-temannya, yang mereka lakukan adalah menaruh cctv kecil dan alat pendengar dikelas Arkan, karena tentunya mereka tau seorang Arkan tidak akan diam saja saat dia dan teman-temannya di perlakukan bukan seperti raja.
Melani menutup laptopnya saat The King selesai berdiskusi, MAVIA masih dikelas agar tidak terlihat oleh The King, bahkan hari ini tidak ada yang membawa mobil untuk memuluskan rencana mereka.
"Rencana kita sukses, kita udah pasti didepan mereka. Ayo, gue traktir di Starbucks."
Memastikan keadaan benar-benar sepi, MAVIA berjalan menuju gerbang memasuki mobil yang dikendarai supir pribadi Melani, melaju saat supir mengangguk kan tempat yang Melani ucapkan.
———
Jangan lupa vote & komen!
KAMU SEDANG MEMBACA
MAVIA (PROSES REVISI)
Teen FictionMAVIA, sebuah nama julukan dari geng yang beranggotakan 4 orang cewek cantik nan manis. Memberontak terhadap 4 para lelaki yang menyebut dirinya The King. Persaingan sengit terus terjadi saat kedua geng tersebut bertemu, namun pertemuan dan pertengk...