11. Sesuatu yang baru

284 32 0
                                    

Melani berjalan menuju kelasnya sambil bersiul-siul dan memasukkan sebelah tangannya kedalam saku, mengundang tatapan aneh dari beberapa murid yang melihatnya.

Sesampainya di dalam kelas, Melani di sambut oleh wali kelasnya tercinta.

"Melani, saya sangat terharu melihat cara kamu memenangkan lomba tadi." ucap Bu Nindi.

"Saya hanya melakukan yang saya bisa, selebihnya Nia dan teman-teman lainnya yang berusaha."

Setelah mendengar jawaban Melani, Bu Nindi berjalan keluar sambil terus tersenyum senang.
Melani percaya sesampainya wali kelasnya itu tiba di ruang guru, dia pasti akan mulai membangga-banggakan anak didiknya kepada guru lain.

"So?"

"Dia jadi babu mulai besok." Alisa mengangguk-angguk kemudian dia menatap Ara yang balik menatapnya, "soal dua perempuan tadi?"

Ara tersenyum kecil.

****

1 jam sebelumnya

Ara yang akan keluar dari dalam toilet berhenti dan bersembunyi dibalik pintu saat mendengar dua perempuan yang tidak di kenalnya menyebutkan kata MAVIA.

"Gue iri deh, gimana sih cara anak baru itu temenan sama Melani? Udah gitu dia cantik banget, buat geng MAVIA lagi!"

"Oh! Lo juga denger 'kan? Soal MAVIA yang deket sama The King. Terus masalah MAVIA sama The Queen, cicrle sebelah."

Dua perempuan itu terus saja mengecoh dan tidak memperhatikan Ara yang mulai berjalan mendekat kearah mereka.

"Apa jangan-jangan dia ngedukun?!"

"Mulut kalian yang harus di dukunin." Dua perempuan tadi terlonjak kaget saat melihat Ara yang sedang berdiri bersandar pada dinding dan menatap menghina ke arah mereka.

Ara berjalan maju, menarik kasar salah satu lengan perempuan yang sedang memegang sisir, kemudian memutar tangannya di bawah leher perempuan berambut cokelat kemerahan dan mencengkeram pipinya.

"Kalo gue denger kalian ngomongin MAVIA dari belakang, gue pastiin hidup kalian nggak akan damai."

Perempuan berambut cokelat kemerahan itu mengangguk cepat ketakutan sementara temannya menutup mulut dengan keringat dingin yang mulai mengucur.

Setelah melepaskan tangannya, Ara bersikap seolah-olah kejadian barusan tidak pernah terjadi, "gue haus, beliin gue empat jus, ya. Dan... tentu aja pake uang kalian."

Ara tersenyum manis kemudian keluar untuk menghampiri Melani yang sudah menunggunya.

*****

"Hmm, gue yakin ada banyak yang ngomongin kita di belakang."

Ara dan Alisa mengangguki perkataan Melani, sementara Vio malah menatapnya intens membuat Melani mengernyitkan dahinya.

"Apa?"

"Lo sekarang jadi agak cerewet ya?" celetuk Vio.

Sontak Melani mendengus dan memilih bermain ponselnya, "sedikit lagi Mel, kita nggak perlu bermain drama kayak gini."

Melani memandang Vio saat mendengar perkataannya, tersenyum miring kemudian memutar bola matanya.

*****

"Ini rumahnya?"

"Iya."

Farrel memandang ponselnya kemudian menatap Ryan, mereka berdua berada didepan rumah Melani untuk melaksanakan tugas baru Farrel, menjadi babu.

"Thanks, bro!"

"Oke, gue duluan." Farrel melambaikan tangan kepada Ryan yang mulai melaju, sahabatnya itu sengaja mengantar untuk menguatkan hatinya. Tentu saja, tugasnya menjadi babu seorang keluarga Komeral pastinya tidak lah mudah.

Setelah mengatur nafas, Farrel menekan tombol dan melihat seorang satpam yang berlari-lari kecil kearahnya kemudian membukakan gerbang. Seolah tau, satpam langsung menuntun Farrel untuk memasuki rumah besar Melani.

Harus Farrel akui bahwa rumah Melani memang sangat sangat sangat luas, untuk menuju kedepan pintu rumahnya saja dia harus berjalan kurang lebih seratus delapan puluh meter.

Setelah sampai didepan pintu, satpam menekan tombol dan perlahan-lahan pintu terbuka memperlihatkan seorang wanita berseragam maid, "nduk, ini tamunya nona tolong diantar menemuinya ya."

"Mari."

Farrel mengangguk dan mengikuti pelayan sampai didepan pintu kamar yang Farrel yakini adalah kamar Melani, menekan tombol lagi disebelah pintu, Farrel terkejut saat tiba-tiba pelayan itu berbicara sendiri.

"Nona, ada tamunya nona disini."

"Masuk!"

Farrel lebih terkejut lagi saat mendengar suara Melani, dan setelah mengamati ternyata ada sebuah benda kecil disamping tombol yang menurut Farrel adalah mikrofon.

Farrel menarik napas kemudian menghembuskannya pelan saat pintu kamar terbuka perlahan-lahan secara otomatis.

"Keren banget anjir." ucap Farrel dalam hati seraya melangkah masuk.

Baru Farrel ketahui, bahwa Melani menyukai anime. Terlihat dari beberapa poster tokoh fiksi yang tertempel di salah satu dinding kamar.

"Lo, wibu?"

"Maksud lo?"

Farrel mengerjapkan matanya saat sadar apa yang baru saja dia katakan.

"Yaa lo kayaknya suka anime."

Melani tidak membalas perkataan Farrel, dia duduk diatas kasur dan sibuk dengan laptopnya.

"Lo bisa duduk." Melani menatap Farrel melalui ekor matanya, dalam hati menertawakan reaksi Farrel saat melihat barang-barang yang ada di dalam kamarnya.

"Dasar kampungan." ucapnya sangat pelan.

Farrel kemudian duduk di single sofa tepat di seberang Melani. Berdeham pelan mencoba agar terlihat biasa saja.

"Gue laper, ambilin makanan di rak."

"Hah? Rak mana?"

"Dua meter dari tempat lo duduk saat ini, arah jam dua."

Farrel mengerjap cepat dengan mulut sedikit terbuka. Membuat Melani menarik sudut bibirnya.

"Lo, denger kan apa yang gue bilang?"

—————

Jangan lupa vote-!!

MAVIA (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang