Seluruh sekolah sudah tau mengenai kejadian antara Vio dan Jondan.
Tapi yang membuat mereka bertanya-tanya adalah kenapa Jondan yang babak belur bukan Vio?
Jondan harus izin sekolah, sedangkan Vio terlihat baik-baik saja dan sekarang berada di sekolah.
"Vi, bukannya kemarin lo berantem sama Jondan? Tapi kok lo sehat-sehat aja sih?" ucap Niko yang duduk didepan Vio.
Vio dan Niko sedang berada di kelas, hanya mereka berdua. Tanpa Melani, Ara, Alisa, ataupun murid lainnya. Saat ini para murid sekolah sedang melakukan kegiatan Jumat bersih rutinan.
"Lo lupa? Gue sado, gue ini berjiwa psycho!" ucap Vio menyombongkan diri.
Niko memutar bola matanya malas, "jujur aja, lo pakai ajian apa?"
"Tau aja lo. Gue pakai—"
Vio membisikkan sesuatu di telinga Niko, membuat Niko melotot dan menatapnya tidak percaya.
"Lo mau coba?" tawar Vio.
"Ogah! Lo gila ya, bisa abis gue kalau ketahuan bokap!"
"Ah elah, yaudah gue kasih yang gampang!" Vio merogoh sesuatu di dalam tasnya, setelah mencari-cari akhirnya dia menemukan sebuah kain yang dilipat menjadi bentuk segiempat.
Vio menyodorkan kain yang ditemukannya kepada Niko, Niko yang tidak curiga menerimanya begitu saja.
"Apa ni?"
"Liat aja."
Niko yang penasaran membuka lipatan kain perlahan, dia berteriak saat tahu bahwa ada bercak darah dan satu buah mata yang dia yakini adalah mata hewan yang tidak berdosa.
"Pfft, cemen lu ah!"
"VIO! Lo pikir gue nggak bakalan takut gitu? Itu mata, mata, MATA VIO!!!"
"Gue biasa aja! Emang lo yang penakut!"
"Heh, lo-" Niko menghentikan ucapannya, dia tertegun dan baru sadar bahwa Vio sekarang sedang tertawa.
Bukan tawa jahat ataupun menghina, tapi benar-benar tertawa. Dia belum pernah melihat Vio yang sekarang ada di depannya, apa mungkin dia salah lihat? Tidak, bahkan setelah mengucek matanya berkali-kali yang ada di depannya adalah Vio yang sama.
"Vi, lo sakit? Apa gue salah orang yaa?"
"Maksutnya?"
"Soalnya lo ketawa, gue belum pernah liat Vio yang—aaa goblok!"
Niko memegangi dadanya yang naik turun, dia refleks melompat mundur saat Vio menyentil mata yang tadi ada di lipatan kain kearahnya.
"Vio!"
Brak
Bang
Bruk
Pang
Klontang
Kelas yang semula rapi menjadi tidak karuan isinya karena Vio yang mengejar Niko dengan membawa kain yang terdapat bercak darah dan mencoba memasukkannya kedalam mulut Niko.
"Woii!"
Mereka berdua terus berlari bagaikan kucing dan tikus, mengelilingi kelas kemudian Niko berlari menuju pintu keluar kelas untuk menyelamatkan diri.
Bahkan sampai nafasnya tersengal-sengal dan dadanya naik turun, Vio tetap setia mengejarnya sambil membawa kain ditangan kanannya.
Melewati koridor koridor kelas, Niko memilih untuk bersembunyi di dalam toilet anak laki-laki. Meskipun Vio itu nekat, dia tetap akan menjaga image-nya dan tidak memasuki toilet laki-laki, Niko yakin itu.
Niko bernafas lega saat tahu bahwa Vio tidak lagi mengejarnya. Sementara ditengah perjalanan saat mengejar Niko, Vio diam-diam memasuki sebuah kelas untuk memulai rencananya.
Sekitar 10 menit Vio keluar dan berjalan menjauh dari kelas, dia merogoh kantongnya dan mengambil ponsel kemudian menekan sebuah nomor.
"Halo, Mel. Tugas gue udah selesai, sekarang giliran Alisa."
"Oke." saat sambungan terputus Vio tersenyum kecil, dia tadi hanya menggunakan Niko sebagai umpan untuk memastikan keadaan sepi.
*****
"Kenapa kamu bisa jadi seperti ini?"
"Berantem."
Helaan nafas terdengar dari pria berjas abu-abu di depannya, sambil terus memperhatikan keadaan putra semata wayangnya.
"Who?"
"Cewek."
"Kamu jadi begini karena seorang perempuan?"
"Iya."
Kedua alis tebal itu sedikit menukik, membuat guratan-guratan garis halus tercipta di dahi pria tua itu. Tampa berbicara lagi pria berjas abu-abu itu melenggang pergi, mengambil ponselnya kemudian menelepon bawahannya.
"Saya ingin kamu cari seseorang, saya kirimkan detailnya, saya tunggu dalam lima jam."
Pria tua itu menyenderkan punggungnya di kursi kerja, menarik nafas perlahan menatap lurus ke depan.
Empat puluh lima menit dalam posisi yang sama, pria itu menaikkan sebelah alis saat notifikasi muncul di ponselnya.
Dia memasukkan data yang baru saja diberikan bawahannya ke laptop, membacanya berulang kemudian mengeraskan rahang. Mengambil ponselnya disisi laptop dan mulai menelepon, menunggu beberapa detik hingga akhirnya tersambung.
"Kita bertemu sekarang, di tempat biasa."
--------
Jangan lupa vote & komen!
KAMU SEDANG MEMBACA
MAVIA (PROSES REVISI)
Ficção AdolescenteMAVIA, sebuah nama julukan dari geng yang beranggotakan 4 orang cewek cantik nan manis. Memberontak terhadap 4 para lelaki yang menyebut dirinya The King. Persaingan sengit terus terjadi saat kedua geng tersebut bertemu, namun pertemuan dan pertengk...