-Gudang Angker

1 3 0
                                        

Cuaca benar-benar tidak bersahabat, Zea merasa kesal di buatnya. Bagaimana tidak? Gadis imut itu sedari tadi ingin pulang tapi selalu di larang oleh Zyan.

Sekolah sudah sepi, hanya Zea dan Zyan di sini, tepatnya di rooftop. Tanpa aba-aba Zyan melepaskan jaket denimnya, memakaikannya pada tubuh mungil Zea.

"Gak usah sok perhatian!" Tekan Zea dengan sergah ingin melepas jaketnya namun sudah di tahan oleh Zyan.

"Di pake. Nanti lo bisa sakit. Kalau lo sakit gue gak semangat sekolahnya" ujar Zyan.

Huft- Zea hanya menghela nafas panjang. Derapan kaki mulai mendekat membuat dua sejoli itu menengok ke belakang.

"Zackie? Lisya? Kalian belum pulang?" Tanya Zyan setelah mereka duduk di kursi yang tak jauh dari perkiraan.

"Belum. Dari tadi gue nyari'in lo, ternyata di sini" ucap Zackie.

"Salah sendiri, kenapa gak ngabarin gue..."

"Baterai gue lobet. Hpnya Lisya gak ada sinyal" Zackie menggenggam tangan dingin Lisya agar sedikit hangat dengan meniupnya.

Lisya yang di perlakukan seperti itu hanya terdiam. Dia masih canggung terhadap Zea.

"Lisya... Aku mau ngomong berdua sama kamu. Boleh gak?" Tanya Zea berharap pada gadis di depannya.

Tak berlama-lama Lisya mengiyakan. Merasa peka, Zyan dan Zackie berinisiatif meninggalkan mereka berdua. Zyan sudah tahu kenapa Lisya pergi pada saat itu, karna Zackie sudah menceritakannya.

Kini Zea dan Lisya duduk beriringan menatap hujan yang semakin deras.

"Kapan hujannya berhenti yah? Masa sampe malam di sini terus" ketus Zea menengok Lisya yang selalu menundukkan kepalanya.

"Gak tahu..." Lirih Lisya pelan. Bahkan hampir tidak terdengar karna suara hujan.

"Jangan nunduk terus donk. Aku mau liat wajah manis kamu..."

Gurauan Zea membuat Lisya mendongak seraya menatap gadis di sampingnya ini. "Selain memiliki wajah yang mirip. Kamu sama Kasih juga sama-sama bilang aku manis"

"Oh ya?"

Lisya mengangguk.

"Aku boleh liat wajah Kasih?"

"Boleh. Benar yah..." Lisya merogoh saku seragamnya yang tidak berhasil menemukan apa-apa. Gadis manis itu menepuk jidatnya. "HP-nya ada di tas. Tasnya ada di kelas"

Zea mengelus bahu Lisya dengan lembut. "Yaudah gak papa. Bisa kapan-kapan liatnya"

"Jadi kamu udah tahu kalau aku lari pas itu karna wajah kamu mirip Kasih?" Tanya Lisya.

"Hmm... Iya, Dari Zyan. Kalau kamu beneran rindu sama Kasih, kamu boleh anggap aku Kasih" ucapnya dengan imut.

Lisya segera mengangguk pelan. "Makasih atas sarannya. Tapi aku akan nganggap kamu sebagi Zea. Sahabat baru aku..."

Zea langsung merangkul pundak Lisya dengan tersenyum lebar. "Akhirnya aku punya teman juga"

Lisya tertawa, Zea benar-benar lucu seperti Kasih. "Maafin sahabat aku yang gesrek itu yah, walaupun sikapnya pemaksa, dia itu sebenarnya baik kok. Zyan gak akan macam-macam sama kamu..."

"Iya, aku tahu soal itu"

"Zea, aku boleh tanya?" Tanya Lisya menatap dalam kedua kornea mata indah yang seperti sapir itu.

"Boleh donk,"

"Kenapa gaya bicara kamu cukup formal? Pake aku-kamu?"

"Dari kecil, aku selalu di ajarin begitu sama Mamah. Sama orang lain pun katanya harus seperti itu. Kalau kamu kenapa?"

Beautiful GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang