3. Dua untuk Azel

42 7 0
                                    

Otak ku terasa mendidih setelah keluar dari kelas itu, yah... Bagaimana pun belajar selalu melelahkan.

Di zaman ku, pendidikan perempuan bukan hal yang diutamakan, mereka lebih suka perempuan berdiam di rumah, memasak, merajut dan aku sempat bertengkar hebat dengan ayah 5 tahun lalu karena aku ingin melanjutkan pendidikan.

Aku bergegas menuju restoran cepat saji, di sudut lain kota, melepas almamater kumal -jika bisa disebut almamater- memasukannya ke dalam tas mungil yang selalu kubawa dan itu kulakukan sembari berlari.

Ketika hendak menyebrang, aku melihat seorang anak tergeletak di dekat tiang, dikerumuni beberapa orang, anak itu tampak terluka di kakinya, aku melihat arloji ku masih pukul 12.34, aku tahu, aku akan sedikit terlambat.

Seorang bapak bapak tampak menyuruh kerumunan untuk bubar dan melanjutkan hari, karena ada beberapa anak yang mulai menghampiri anak itu lalu bersama sama membantu. Aku menunduk, sudahlah lebih baik aku pergi. Namun ketika hendak berjalan, seseorang menabrakku keras.

Aku merasakan kami berputar sekejap dan ia memegang bahuku dan... Kami berahir dengan saling membelakangi, lalu muncul suara.

"Mohon maaf, saya permisi"

Aku berbalik penasaran dan hanya mendapati sesosok punggung yang menjauh juga sebuah sapu tangan kumel bertuliskan 'panti childest'
Entah...aku ingin mengambil sapu tangan itu tapi langkah langkah kaki orang terlebih dahulu membawa nya pergi.

~

Pukul 14.02
Aku berjalan lesu ke rumah, tadi sampai, malah habis dimarahi karena terlambat 10 menit dan Tuan frank tidak suka kata itu sedikit pun, ia mengomel kinerja kerja yang kurang dapat menghambat pembeli lalu menghambat pemasukan!

Ayolah itu hanya 10 menit sialan

Ketika hampir sampai, dari kejauhan aku melihat gerbang pagar ku yang setinggi 2 meter itu terbuka lebar -yang aneh karena kakek selalu menguncinya- meski aku belum pulang, dan karenanya aku selalu membawa kunci cadangan.

Aku merasakan atmosfer ganjil di sekitarku, tanpa berfikir lagi aku lari masuk ke dalam mencoba mencari menyelamatkan apapun itu, yang kumiliki sepenuhnya.

Gelap

Amis

Pecahan kaca

Lantai basah, tergenangi air

Darah.

Aku menutup mulut ku sekencangnya dengan kedua tangan, mataku terasa panas, aku berteriak sendiri dalam gelap, mencoba menerima fakta, satu satu nya yang masih peduli padaku, telah tiada. Pergi dengan mengenaskan.

Hari itu hari yang tak akan pernah luput dari seorang Azalea.

DEAR USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang