Brak!!
SUNGHOON membuka pintu rumah dengan mendobraknya tak sabaran. Ia langsung menyelenong masuk begitu saja tanpa melepas sepatu bootsnya.
"Aku pulang!"
Tepat setelah ia berseru seperti itu, terdengar suara langkah kaki yang sepertinya panik dan tergesa-gesa.
"Oppa, kenapa rusuh sekali- astaga siapa itu?!"
Park Yeji, adik perempuan Sunghoon, berjalan menghampiri Sunghoon begitu melihat kakaknya yang terlihat susah payah menggendong seseorang yang tak sadarkan diri di punggungnya.
"Kujelaskan nanti. Ambilkan sebaskom air hangat dan handuk kecil, lalu bawa ke kamarku." Perintahnya, yang tanpa basa-basi diiyakan oleh Yeji.
Selagi adiknya menyiapkan air hangat dan handuk, Sunghoon berjalan cepat menuju kamarnya. Kemudian dengan hati-hati dibaringkannya seseorang yang digendongnya ke atas tempat tidurnya.
Orang itu sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan sadarkan diri. Keningnya berpeluh. Pakaian bagian bahu kanannya dipenuhi darah, yang disebabkan oleh anak panah Sunghoon yang dengan kurangajarnya menancap di bahu orang malang itu.
"Aku harus apa...." inner Sunghoon, yang saat ini sudah duduk di pinggir tempat tidur tepat di samping si manusia tak sadarkan diri.
"Ok, step one... lepas bajunya- hah?" Baik, Sunghoon merutuki pikirannya yang mulai sembrono.
"Dia orang asing, aku tidak sepantasnya melakukan ini...."
"Tapi kau hendak mengobatinya, bodoh! Mau tidak mau kau harus tetap melakukannya, Park Sunghoon!" Inner Sunghoon yang lain menyahuti.
Katakanlah Park Sunghoon gila karena berbicara pada dirinya sendiri.
Masa bodoh, akhirnya pemuda Park itu memutuskan untuk melepas baju si orang asing. Walaupun ragu-ragu.
Cklek!
"HAH SIAPA ITU?!!" Sunghoon yang baru saja sukses melepas satu kancing baju teratas si orang asing tersentak kaget dan langsung menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar, mendapati Yeji yang berdiri dengan ekspresi terheran-herannya dan sebaskom air hangat di kedua tangannya. "Kenapa ke sini?!"
Yeji memutar bola matanya malas, dan melangkahkan kakinya mendekati tempat tidur Sunghoon. Lalu meletakkan sebaskom air hangat itu di atas nakas samping tempat tidur.
"Kenapa oppa seperti orang yang terpergok memperkosa tante-tante? Lagipula oppa tadi menyuruhku membawakan sebaskom air hangat dan menaruhnya di sini, cih."
"Oh."
Sunghoon melanjutkan lagi pekerjaannya. Tiga detik kemudian ia menoleh ke arah adiknya yang masih berdiri memperhatikan gerak-geriknya sambil bersedekap dada.
"Kenapa masih di situ? Pergi sana, ini privasi laki-laki. Syuh, syuh...."
Ingin rasanya Yeji menampar muka tampan bak pangeran milik kakaknya itu.
"Oppa yang harusnya menyingkir! Oppa tidak memiliki pengalaman menjadi penanganan medis sepertiku, minggir!"
Bak digusur ibu tiri, Sunghoon terpental dari atas tempat tidurnya menjadi terduduk di lantai yang dingin.
Ia meringis pelan, lalu bangkit dan beralih duduk di sofa yang sengaja diletakkan di dalam kamarnya. Menunggu adiknya yang sedang menangani korban panahannya.
Setengah jam kemudian adiknya bangkit, menenteng sebaskom air kotor itu ke dapur untuk dibuang. Yang artinya ia sudah selesai menangani si pemuda asing yang masih memejamkan matanya erat.
Sunghoon mengambil atasan piyama di lemarinya. Dan menghampiri si orang asing untuk dipakaikan piyama itu di tubuhnya yang sekarang terbalut perban.
Untung saja ada adiknya yang memiliki pengalaman menjadi tim medis di sekolahnya. Jika tidak, mau jadi apa Park Sunghoon?
Setelah selesai, Sunghoon berjalan keluar kamar dan menutup pintunya, membiarkan orang itu istirahat hingga siuman.
"Bagaimana?" Adiknya bertanya ketika Sunghoon sampai di dapur.
"Apanya?" Tangannya mengambil gelas, mengisinya penuh dengan air mineral dan meneguknya habis.
Adiknya berdecak sebal, "bagaimana bisa orang itu mendapat luka di bahunya? Siapa dia?"
Gelas kosongnya ia letakkan di pantri, lalu duduk di kursi makan. "Tidak sengaja terkena anak panahku. Aku juga tidak tahu siapa dia, tiba-tiba saja ada di sana." Dahinya mengerut, bingung dengan ucapannya sendiri.
Yeji menaikkan alisnya heran.
"Lalu? Apa yang akan kau lakukan padanya?" Tanyanya, sambil menyiapkan piring serta nasi dan lauk-pauk. Yang akan ia berikan untuk kakaknya sebagai sarapan.
Sunghoon memejamkan matanya dan memijit pelipisnya pelan, pusing. "Apa kau pernah berpikiran membawa dan merawat orang asing?"
"Huh?"
Sunghoon melanjutkan, "kau tahu sendiri kan? Hanya kita berdua yang memilih tinggal di tempat terpencil dekat alam bebas seperti ini. Akan sangat mencurigakan jika ada orang lain yang tiba-tiba muncul karena kita sudah bertahun-tahun hidup tanpa tetangga di sini."
"Jadi kau mencurigai orang itu sebagaimana kau mencurigai orang jahat?"
Sunghoon menggeleng pelan, rambutnya ia acak, frustasi. Dan helaan napas keluar dari mulutnya.
Yeji mengambil tempat duduk di hadapan Sunghoon, menyodorkan sepiring menu sarapan pada pemuda tampan itu. "Rawat saja sementara, setidaknya sampai dia sembuh. Tapi kalau nekat ingin pergi, ya sudah. Toh, bukan siapa-siapa."
Kepalanya mengangguk, menyetujui perkataan adiknya. Tangannya mulai meraih sendok, dan mengambil nasi yang ada piringnya.
Namun ketika hendak menyantap sesuap nasi itu, tangannya terhenti.
"Tapi...."
Yeji menatapnya penasaran, menunggu kelanjutan ucapan Sunghoon.
Diletakkannya kembali sesendok nasi itu ke piring, dan beralih menatap adiknya dengan ekspresi serius.
"Pernahkah kau merasa, bahwa di sini kita hidup dikelilingi makhluk separuh manusia separuh binatang?"
Yeji terdiam.
➴╔═══════════════╗➴
To be continued
➴╚═══════════════╝➴Written on 20.10.2020
Apa ni gaje bget🙈
KAMU SEDANG MEMBACA
The Deer | HOONSEUNG ✔
FanficSunghoon dikejutkan dengan seseorang yang meringkuk lemah di balik semak-semak hutan dengan anak panah yang tertancap di bahunya, yang mana anak panah itu adalah anak panah yang ia luncurkan dari busurnya beberapa menit yang lalu. "Aku tidak salah l...