FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!
“Sesekali, coba luapkan segala yang mengganjal dalam hati. Agar ada ruang, untuk menampung luka berikutnya lagi.”
Selamat Membaca
••••............••••
Nalan tengah sibuk mengunyah roti tawar yang telah diberi selai cokelat kesukaannya. Ia melirik pada Langit yang hanya sarapan dengan sayur-sayuran hijau yang sengaja dikukus oleh bundanya. Nalan melihat Langit tampak tak selera pada makanan yang tersedia di depannya. Suapan demi suapan yang masuk ke dalam mulut Langit seperti keterpaksaan. Sampai akhirnya, Nalan berinisiatif untuk memberikan satu roti dengan selai cokelat miliknya yang belum ia makan lagi.
"Coba ini, Kak, enak," kata Nalan, sambil menyimpan roti itu di atas piring Langit.
Langit melirik Nalan dengan tatapan yang sulit diartikan. Sementara, Ratna dengan cepat menepis roti itu dan menyimpannya kembali di piring milik Nalan. Membuat Nalan menatap bundanya dengan bingung.
"Kenapa, Bunda?" tanya Nalan dengan polosnya.
"Kakak enggak bisa makan-makanan yang enggak sehat kayak makanan kamu, Nalan,' jelas Ratna.
Nalan mengambil rotinya, menatap roti itu cukup lama untuk kemudian kembali menatap pada Ratna.
"Maksud bunda roti ini enggak sehat?" tanya Nalan, sambil menunjuk pada roti tersebut.
Ratna enggan menjawab, ia memutar bola matanya malas, lalu beranjak pergi dari meja makan untuk menyiapkan bekal yang akan dibawa oleh Langit.
"Nalan juga mau bawa bekal ke sekolah boleh enggak, Bunda?" Nalan bertanya.
Jujur, melihat Ratna yang sibuk mengurusi bekal dan sarapan Langit setiap pagi membuat Nalan iri. Nalan juga ingin diperhatikan seperti Langit, dari makanan yang masuk ke mulutnya, bahkan kesehatannya. Tapi, entah kenapa Nalan tidak pernah mendapatkan hal itu.
"Beli aja, kamu kan biasa makan nasi kuning Pak Tejo di sekolah," jawab Ratna, sambil memasukkan sekotak bekal untuk Langit ke dalam paper bag yang disiapkannya.
"Tapi, kan, biar lebih sehat dibikinin Bunda," balas Nalan, masih terus berusaha agar dapat membujuk Ratna untuk menyiapkan bekal untuknya.
Ratna berdecak sebal. Ia benar-benar merasa pusing dengan celotehan Nalan yang tak ada habisnya. Berbanding balik dengan Langit yang sedari tadi hanya diam dan terfokus pada beberapa sisa sayuran kukus di atas piringnya.
Ratna berjalan menuju tempat Langit duduk, ia menyimpan paper bag yang sudah diisi dengan bekal makan dan minumnya.
"Udah sarapannya, Kak?" tanya Ratna pada Langit, yang dibalas anggukan oleh putra sulungnya itu.
Langit melirik pada Nalan. "Ayok berangkat," ajak Langit. Membuat Nalan dengan segera menyelesaikan kunyahan terakhir pada roti selai cokelatnya dan meneguk pelan segelas susu putih sebagai penghilang dahaga di pagi ini.
Langit menghampiri Ratna untuk mencium punggung tangan bundanya, disusul dengan Nalan yang juga melakukan hal yang sama.
"Jangan jajan sembarangan, Kak, jaga kesehatan," pesan Ratna pada Langit, saat Langit dan Nalan sudah berada di ambang pintu keluar rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang untuk Nalan
Teen FictionFOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA! Blurb: Kata "Pulang." terlalu banyak makna, hingga jika salah pengartian, akan menimbulkan kekeliruan yang mungkin berujung kesedihan. Di sini, kalian akan diberitahukan makna dari kata "Pulang." yang ada. Dibuat s...