FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!
“Jangan terlalu cepat menyimpulkan, jika ujungnya justru rancu tak karuan.”
Selamat Membaca
••••.................................••••
Di hari ketiga ospek, Nalan kini tengah beristirahat di tengah-tengah anggota kelompoknya yang lain. Netra Nalan mengedar, mencari dua orang yang dikenalnya. Ia tersenyum senang, tatkala menemukan objek yang dicari.
Tangannya melambai, memanggil Niskala dan Daffa yang sedang duduk bersama kelompoknya di sudut lapangan SMA Nirmala. Nalan beranjak dari duduknya, meminta izin pada anggota kelompoknya yang lain untuk menghampiri Niskala dan Daffa sebentar saja, sebab sedari pagi ketiganya belum sempat mengobrol hari ini. Karena beda kelompok, mau tidak mau Nalan harus memisahkan diri dari mereka.
Ospek hari ini membahas tentang yel-yel yang dibuat oleh setiap kelompok siswa-siswi baru SMA Nirmala. Beberapa panitia, telah membuat kelompok mereka secara acak, mulai dari urutan nomor ketika berhitung, bahkan dari urutan abjad yang sama. Namun, dari cara itu sialnya tidak menempatkan Nalan satu kelompok dengan Daffa dan Niskala.
"Gimana? Kelompok lo udah selesai buat yel-yel nya?" tanya Daffa, saat Nalan sudah berdiri di dekatnya. Daffa mempersilahkan Nalan duduk di tengah-tengah ia dan Niskala.
"Belum, enggak tau juga mau bikin kayak gimana, gue terima jadi aja," jawab Nalan.
Niskala menyahut. "Enteng banget tinggal terima jadi. Kalau gitu aku juga mau!" protes Niskala pada Nalan.
"Males, Kal, gue juga enggak diajak diskusi di sana, pengen pindah ke kelompok kalian aja rasanya," gerutu Nalan.
Nalan memang bukan seorang yang pandai bersosialisasi, bahkan perkenalannya dengan Niskala pun terjadi, sebab Niskala yang mengajak Nalan bersuara lebih dulu saat mereka duduk bersebelahan di kantin.
Tatapan Daffa terfokus pada langit. Dapat dilihat bahwa cuaca hari ini cukup tenang. Dengan mega mendung yang menghiasi langit siang. Tidak sepanas saat hari pertama ospek. Namun, entah kenapa suhu tubuhnya terasa menggigil. Padahal hujan juga belum unjuk diri di permukaan bumi.
Daffa menghela napas dalam, sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja, meski suhu tubuhnya terasa tidak normal saat ini.
"Lo kurang membuka diri, Lan," kata Daffa pada Nalan. Ia menepuk pundak Nalan pelan.
"Manusia itu suka berpikir, dalam situasi tertentu dia merasa diasingkan. Padahal, dibanding harus mengambil kesimpulan begitu, dia bisa mencoba berbaur dan bersuara lebih dulu. Sesederhana menyampaikan argumentasi ketika ditanya pendapat oleh orang lain, masa iya enggak bisa mencairkan suasana sih?" jelas Daffa.
Kekehan kecil terdengar, Nalan menatap Daffa melalui sudut matanya selintas. "Sebagian beranggapan hal itu mudah, karena mereka enggak berada di posisi yang diasingkan, Daf. Sekalipun berbaur dan bersuara, kalau ujungnya tetep dianggap sebelah mata argumentasi kita gimana? Nge recharge diri sendiri di antara banyaknya orang yang sibuk berargumentasi itu susah, bener-bener menguras energi."
Bukannya Nalan menolak apa yang Daffa sampaikan, hanya saja menurutnya, itu terlalu tak selaras dengan apa yang ia rasakan. Terkadang, Nalan juga ingin hidup layaknya manusia lain dengan jiwa sosial yang tinggi. Menjadi pribadi yang memiliki sikap sosial kupu-kupu, mudah untuk berbaur dengan banyak orang, beradu argumentasi dan menjadi pendengar bahkan mungkin penasihat meski barang sebentar. Menyenangkan pasti. Namun, tak bisa ia pungkiri jika dirinya bukan termasuk orang-orang seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang untuk Nalan
Teen FictionFOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA! Blurb: Kata "Pulang." terlalu banyak makna, hingga jika salah pengartian, akan menimbulkan kekeliruan yang mungkin berujung kesedihan. Di sini, kalian akan diberitahukan makna dari kata "Pulang." yang ada. Dibuat s...