8. Sang Pengecut

358 117 546
                                    

FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!

“Sibuk menyanjung diri, hingga lupa pada etika pribadi.”

Selamat Membaca

••••.......................................••••

Seorang siswa berjalan dengan langkah yang terburu-buru dan deru napas yang memburu. Tempat yang menjadi tujuannya saat ini, juga berhasil menyulut emosi sedari awal berita tentang faktanya kejadian kemarin, sampai pada kedua daun telinganya.

Laki-laki berseragam putih abu yang cukup rapih, kini masuk tanpa permisi ke dalam satu kelas di mana di dalamnya ada seseorang yang sangat ia cari. Netranya mengedar, mengintimidasi setiap sudut ruangan kelas yang belum terlalu ramai. Saat objek yang ia cari berhasil ditemukan oleh kedua netranya, tanpa menunggu lama, ia langsung menuju pada tempat di mana seorang siswa tengah duduk santai sambil sesekali melempar tawa dan candaan bersama teman-temannya di pojok kelas dua belas ipa lima.

Langit Aksa Bumantara, dengan langkah yang penuh hentakkan ia masuk ke dalam kelas itu dan menemui yang dicarinya. Saat langkahnya berhasil membawa Langit tepat di belakang bangku yang diduduki oleh satu salah satu siswa berpakaian urakan, Langit tak segan, menarik kerah seragam cowok itu sampai sang empunya ikut berdiri di hadapan Langit, dengan tatapan yang dipenuhi jutaan pertanyaan sebab ia bahkan sama sekali tidak tau menau maksud dan tujuan dari kedatangan Langit ke kelasnya.

Langit menarik kerah seragam cowok itu cukup kuat, bahkan jika saja bahannya tipis, bisa dipastikan seragam itu akan sobek karena saking kencangnya tarikan Langit pada kerah seragam tersebut. Netra elangnya memicing tajam, melayangkan tatapan penuh kekesalan yang masih belum diketahui apa sebabnya.

Sementara, sang empu yang kini dibuat berjinjit untuk menyeimbangkan tinggi Langit yang semakin menarik keras kerah seragamnya, sedari tadi hanya berusaha melepaskan cekalan tangan Langit sambil terus menggeram tak terima akan perlakuan Langit yang sangat tidak jelas menurutnya.

"Lepasin gue anjir! Apa-apaan sih lo!" Cowok dengan nickname Regan Alamsaputra itu memberontak dari cekalan Langit.

Langit justru menulikan telinga, bersikap seakan ia tidak mendengar apa-apa, bahkan jahatnya mungkin tak peduli.

"Jaka!" Regan memanggil temannya yang berdiri di ambang pintu, cowok itu sedikit berteriak agar orang yang dimaksud bisa mendengarnya.

"Pengecut!" tandas Langit pada Regan, membuat Regan semakin tak mengerti dengan apa yang dilontarkannya itu.

Merasa semakin dibuat bingung, hingga pada akhirnya perlakuan Langit juga berhasil menyulut emosi sebab ketidaknyamanannya. Regan memberontak, melepas cekalan tangan yanh sedari tadi mencengkeram kuat kerah seragamnya. Cowok itu mendorong tubuh Langit dengan spontan, sampai sang empu mundur beberapa langkah ke belakang.

"Apaan anjing? Dari tadi gue nanya baik-baik ya sama lo!" Regan meninggikan nada bicaranya, "Ngomong! Jelasin! Lo dateng-dateng narik gue sambil ngatain gue begitu dikira gue paham maksudnya apa? Enggak jelas bangsat!"

Tawa miring itu terlukis dari salah satu sudut bibir Langit. Cowok itu menyeimbangkan berdirinya, kembali maju mendekat pada Regan dengan tatapan nyalang.

"Apa problem lo?" Regan bertanya.

Kali ini ia berusaha mengendalikan emosi yang sebetulnya, tadi hanya ucap spontan, sebab tak terima oleh perlakuan Langit yang terlalu kurang ajar menurutnya.

"Lo!" Langit mengangkat kedua alisnya, menunjuk dengan wajah pada orang di depannya.

Sementara sang empu yang dimaksud, jelas mengernyit, kebingungan. "Kenapa gue?" tanya Regan.

Pulang untuk NalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang