"Whattt? Kok Abang gitu sih. Terus aku pulang sama siapa?" teriak Lintang saat kakaknya menelpon dan memberitahukan bahwa kakaknya tidak bisa menjemputnya sekarang.
Lintang sekarang sedang berada di halte sekolah. Dan tidak ada siapapun di sini. Hanya ada yang sedang berlatih basket di dalam sekolah.
"Maaf dek. Abang mau meeting soalnya!" ucap di seberang sana dengan nada sedikit merasa bersalah.
"Abang masa tega sih sama aku. Kalau aku diculik gimana? Abang mau tanggung jawab? Kalau naik angkot sendirian aku takut," ucap Lintang berlebihan. Sikap Lintang terkadang memang seperti anak kecil yang baru saja masuk paud. Sikapnya selalu berlebihan.
"Suruh aja pacar kamu buat nganterin!"
"OMG pacar? Abang gak tau apa Kalau adek mu ini jomblo," ujar Lintang menggebu-gebu.
"Makanya cepet cari pacar. Kalau gak laku mending lo jangan jadi adik gue. Lo lihat ni Abang lo. Kalau gue putus semua cewek pasti langsung ngantri di depan rumah gue. Dan adeknya Nino aljino malah gak punya pacar. Malu-maluin banget tau gak!" Ledek Nino —Abang Lintang—
"Ihhh Abang. Kok gitu sih sama adiknya sendiri. Sebenarnya banyak yang mau pacaran sama Lintang. Cuma Lintang nya aja yang gak mau," elak Lintang.
"Bilang aja gak laku loh!" ledek Nino.
Lintang memanyunkan bibirnya. "Ihh punya Abang kok gini amat,"
"Terserah kamu deh. Pokoknya kamu sekarang pulang sendiri. Abang harus meeting dulu. Bye,"
"Ih ab—"
Tut Tut Tut
"Aish! Punya Abang kok gini amat. Kalau tau begini mending tadi aku naik angkot aja bareng sama Gea," Lintang mendengus kesal lalu ia memasukan ponsel ke dalam tasnya.
Lintang melihat ke arah kiri dan kanan untuk mencari angkutan umum. Tapi tidak ada satupun yang lewat. Lintang mendengus kesal lalu duduk di tempat duduk halte sekolah.
Lintang sedang berpikir bagaimana dia pulang. Apa dia harus berjalan kaki? Oh tidak, rumahnya terlalu jauh untuk itu. Okelah sekarang dia harus menunggu disini terlebih dahulu. Bisa aja kan ada tumpangan gratis.
Terdengar suara motor dari arah gerbang sekolah. Lintang melihat ke arah suara. Senyum Lintang tercetak saat mengetahui bahwa Awan lah yang baru saja keluar dari sekolah dan akan melewatinya. Meskipun Awan memakai helm. Tapi percayalah, motor Awan itu gak pasaran. Jadi mudah untuk dikenali. Motor Awan berwarna merah yang di poles dengan warna hitam. Dan helm pun berwarna hitam.
Tanpa basa basi Lintang langsung menghalangi jalan dengan merentangkan kedua tangannya. Sontak membuat Awan mengerem mendadak. Dan beberapa jarak lagi akan menabrak Lintang.
Awan membuka helm setelah berhasil mengerem. "Lo mau cari mati ya?" bentak Awan.
"Enak aja. Aku gak cari mati tau. Lagian aku kan mau nikah dulu sama kamu," jawab Lintang sambil tersenyum manis.
"Minggir lo!" bentak Awan
"Ihhh Awan jangan bentak aku gitu dong," ucap Lintang, cemberut.
"Minggir gak lo!"
"Awan aku nebeng pulang yah. Kakak aku gak bisa jemput soalnya lagi meeting. Masa aku pulang sendirian sih. Kalau aku diculik gimana?" cerocos Lintang.
"Siapa?"
"Aku lah. Siapa lagi coba."
"Yang nanya," ucap Awan ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seperti Bulan Dan Matahari (Hiatus)
Novela JuvenilApa kita akan seperti bulan & matahari? Saling mengejar tapi tidak pernah saling memiliki? Eh, ralat. Kita tidak saling mengejar. Tapi, hanya aku saja yang mengejar. Sedangkan kamu tidak. Kisah ini menceritakan tentang perjuangan Lintang Pratika un...