SBDM | PART 4

311 38 21
                                    

Bel istirahat berbunyi. Para siswa berbondong-bondong untuk memasuki kantin dan mengisi perutnya yang sudah keroncongan. Tetapi tidak dengan Lintang. Perempuan itu dengan gagah naik ke tempat dimana pembina upacara berdiri saat berlangsungnya upacara.

Lintang mulai menghidupkan mikrofon nya.

"Bapak-bapak ibu-ibu sekalian. Eh salah. Hai semuanya saya berdiri disini mau membacakan satu puisi untuk Awan. Jika kalian tau dimana Awan sekarang. Tolong panggilkan untuk segera kesini," teriak Lintang di mikrofon dengan percaya diri. Pandangan semua orang langsung tertuju pada Lintang. Dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya yang akan dilakukan oleh Lintang.

Awan yang sudah disusul oleh salah seorang temannya pun langsung pergi ke lapangan untuk menonton Lintang sang perempuan aneh.

"Ternyata Awan sudah disini guys." Lintang tersenyum senang. "Ya udah. Sekarang saya langsung membacakan puisinya ya,"

Lintang langsung mengambil ancang-ancang untuk segera membacakan puisinya.

"Awan tapi bukan di langit.
Kau begitu putih dan lembut.
Bagaikan kain sutra.
Kau bagaikan embun sejuk di pagi hari.
Aku seperti air laut yang selalu terombang-ambing olehmu.
Kau seperti ombak yang selalu mengantar ku kemana saja. Seperti Doraemon." Lintang menggantung ucapannya dan nampak sedang berpikir. "Eh salah, Doraemon kan punya pintu kemana saja. Bukan mengantar kemana saja. Eh tapi kan Doraemon bisa kemana-mana. Ah taulah aku ngambek. Eh kok malah ke tiktok seblak sih. Tuh kan jadi pengen seblak. Ah tau ah." Lintang malah berdebat dengan dirinya sendiri.
Awan menempatkan tangannya di kening. Ia bingung dengan makhluk aneh yang satu ini.

Semua orang di lapangan hanya terkekeh geli melihat kelakukan Lintang yang bar-bar. Gea —sahabatnya sendiri— hanya menepuk jidatnya sendiri. "Kok gue bisa punya temen kayak dia sih," ujar Gea.

"Temen-temen semuanya ada yang mau beli seblak gak? Aku mau nitip dong. Tenang aja aku kasih ongkirnya seribu," ucap Lintang masih di mikrofon.

Semua orang melongo tidak percaya dengan apa yang diucapkan Lintang. Dia begitu percaya diri dan wajahnya pun nampak polos seperti tidak ada dosa.

Melihat semua orang nampak melongo. Buru-buru Lintang mencairkan suasana. "Eh maaf semuanya. Saya jadi ngebahas seblak.  Kenapa sih saya ngebahas seblak? Karena itu adalah makanan kesukaan para betina, termasuk saya. Jadi buat kalian para jantan jangan lupa untuk beliin ya." Lintang mengedipkan matanya.

"Balik lagi ke awal tentang puisi saya untuk Awan. Awan aku punya puisi buat kamu." Lintang mengedipkan sebelah matanya ke arah Awan yang langsung mengundang riuh tepuk tangan dari semua orang.

"Beli ke pasar bareng calon mantu.
Tak lupa untuk beli jamu.
Awan Laksana pujaan hatiku.
Bolehkah aku berfoto dengamu?" tanya Lintang lalu menggigit bibir bawahnya dan berharap kalau Awan menjawab 'iya'

"Awan boleh ya? Ya?" Lintang memasang wajah lucunya agar Awan menyetujui semuanya.

Awan mengepalkan tangannya kuat. Ingin sekali rasanya ia membuat cewek itu babak belur. Tetapi ia harus mengurungkan niatnya karena dia juga manusia.

Awan langsung meninggalkan lapangan dengan marah. Apa maksud dari Lintang memberikan ia puisi? Awan tidak suka dengan Lintang ataupun puisinya.

"Awan kok malah kabur sih," keluh Lintang.

Lintang memanyunkan bibirnya lalu pandangannya beralih pada Bu Tuti. Dan turun dari tempatnya yang sekarang. "Bu hukuman saya udah selesai kan? Soalnya sama mau nyusul Awan," tanya Lintang pada Bu Tuti.

"Udah Lin. Hukuman kamu udah berakhir," mendengar itu Lintang tersenyum senang lalu meninggalkan pergi meninggalkan semua orang di lapangan.

Baru saja beberapa langkah tetapi Lintang kembali mundur dan mensejajarkan tubuhnya dengan Bu Tuti kembali. "Bu lain kali hukum saya lagi ya. Soalnya puisi saya masih banyak untuk Awan," ujar Lintang pada Bu Tuti lalu melenggang pergi untuk menyusul Awan. Bu Tuti dan semua orang di lapangan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Lintang.

*****

"Awan kok kamu diem aja sih?" tanya Lintang pada Awan.

Mereka berdua sedang berada di taman belakang sekolah. Tadi Lintang menyusul Awan kesini. Mereka berdua duduk di kursi panjang yang sudah disediakan di taman belakang sekolah.

"Awan kamu kenapa diem aja? Aku ada salah sama kamu?" tanya Lintang.

Awan menatap Lintang sinis. Jadi dia menganggap bahwa kelakuan tadi di depan semua orang itu bukan suatu kesalahan.

"Lo polos atau pura-pura polos?" tanya Awan sengit.

"Maksud kamu?"

"Lo masih punya muka ya datang kesini setelah apa yang lo lakuin di depan semua orang tadi," bentak Awan.

Lintang malah terkekeh. "Kamu gak bisa lihat apa Wan? Jelas-jelas aku masih punya muka. Nih muka aku di depan kamu. Muka aku masih ada kok, enggak kemana-mana. Kamu malah nanya lagi. Lucu banget kamu Wan," ujar Lintang.

"Maksud lo apa baca puisi di lapangan tadi?" tanya Awan.

"Kenapa emangnya Wan? Bagus ya puisi aku. Kamu pasti terpukau dengan puisi aku kan?" Lintang membanggakan dirinya sendiri.

"Gue malah jijik sama puisi lo," bentak Awan membuat Senja tersentak.

"Lo pikir dengan lo lakuin hal kayak tadi. Bisa buat gue luluh? Bisa buat gue baper? Gitu? Tapi yang pasti gue malah semakin benci sama lo! Kenapa sih lo harus masuk kedalam hidup gue? Kenapa gak orang lain aja yang lo ganggu hidupnya. Gue muak dengan apa yang lo lakuin sama gue Lin," ujar Awan menohok hati Lintang. "Lo itu bukan tipe gue. Jadi mulai hari ini gue peringatin lo untuk jauhin gue!" suruh Awan.

"Tapi Awan aku gak bisa untuk jauhin kamu. Aku udah terlanjur sayang sama kamu. Aku cinta sama aku dan aku mau milikin kamu," jawab Lintang jujur.

"Gue udah jadi milik orang lain Lin. Gue udah punya pacar! Jadi lebih baik lo jauhin gue!" pernyataan Awan membuat Lintang terpaku. Pacar? Tidak mungkin Awan memiliki pacar. Dia pasti bohong supaya Lintang menjauhinya.

"Kamu pasti bohong kan Wan? Supaya aku jauhin kamu. Ngaku aja Wan,"

"Terserah lo Lintang Pratika," ujar Awan lalu melenggang pergi meninggalkan Lintang yang masih diam.

"Gak mungkin Awan punya pacar. Dia kan es batu. Masa ada yang mau sih sama dia. Udah ah aku gak percaya, paling juga dia nge prank supaya aku gak deket-deket lagi sama dia." Lintang mencoba berpikir positif agar semuanya terasa baik-baik saja.

"Oke Lintang Pratika. Semangat untuk dapetin hati Awan, apapun resikonya kamu gak boleh nyerah. Kamu harus tetap semangat. Dan secepatnya kamu harus bisa foto bareng sama Awan," ujar Lintang menyemangati dirinya sendiri.

Beginilah Lintang. Selalu berpikir positif tentang apapun juga. Selalu ceria dan tidak pernah sedih. Mungkin karena dia belum mengenal cinta. Lintang itu belum pernah punya pacar, katanya cowok yang pernah dia temui jelek. Tapi sekali dia suka maka akan terus ngejar-ngejar untuk bisa dapetin cowok itu.

*****

Gimana sama part ini??

Gimana sama puisi Lintang??

Kalian suka sifat Lintang atau Awan nih?? Alasannya kenapa??

Oke guys jangan lupa vomentt!!

Next????

Seperti Bulan Dan Matahari (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang