Cilok

3.6K 1K 273
                                    

How's your day?
Jangan lupa vote dan comment ya ✨✨

How's your day? Jangan lupa vote dan comment ya ✨✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

§§§

Ketiga teman nya berkata-Yudis, Jafar, dan Ajun-- jika hidup Ben sangat lah mudah. Terlahir dari keluarga berpengaruh yang mempunyai harta yang sepertinya tidak akan pernah habis hingga ke anak cucu Ben nanti. Jika dilihat dari luar, hidup Ben memang semenyenangkan itu. Dia tidak pernah kekurangan uang seperti Ajun, tidak juga di atur ini itu seperti Yudis, dan tidak pernah harus di marahi jika bertengkar seperti Jafar.

Hati kecil Ben memang sedikit berterimakasih kepada tuhan, hanya sedikit. Sisanya mungkin Ben marah kepada tuhan. Derap langkah kaki Ben terdengar berjalan di lantai marmer mewah yang bisa membuat kaum rakyat jelata menangis saat tahu betapa mahal harga nya. Tangan Ben membuka sebuah pintu besar.

Pengelihatan nya segera disambut oleh ruang tamu yang kelewat mewah. Memang indah, tapi Ben sama sekali tidak tertarik dengan kekayaan seperti ini. Dengan langkah gusar nya, Ben menaiki tangga besar untuk berjalan menuju kamar nya.

"Kak Gina kemana?"

Langkah kaki Ben terhenti, dia berbalik. Berjalan menuju seorang wanita yang tengah duduk di sofa. Ben berjongkok untuk menyamakan tinggi nya. Dia menghela nafas gusar namun tetap berusaha untuk tersenyum.

"Kak Gina udah tenang disana ma, disini ada nya Ben."

Sesuai dengan perkiraan Ben, wanita yang berstatus sebagai mama nya tersebut malah menangis dengan kencang sambil memukuli tubuh Ben. Tidak ada perlawanan dari Ben. Dia berusaha memeluk mama nya demi meredakan emosi mama nya.

Bugh..

Bugh...

Bugh..

Berbagai macam pukulan Ben hiraukan hingga para pelayan datang memisahkan Ben dengan mama nya. Mata Ben menatap mama nya dibawa secara paksa ke dalam kamar. Dia mengacak rambut nya. Dengan cepat, Ben berjalan pergi ke kamar nya. Sesampainya di kamar, Ben menutup pintu kamar nya secara kencang. Dada laki laki tersebut naik turun seirama dengan emosi nya.

Teressiya Anggina Adiwijaya

Kenapa perempuan itu harus memilih mengakhiri hidup nya? Kenapa dia tidak tetap tinggal, setidaknya demi mama?  Sebuah bingkai foto yang terdapat diatas nakas di samping kasur Ben menyita fokus lelaki tersebut. Tangan Ben terulur mengambil bingkai foto yang berisikan foto satu wanita dan satu lelaki yang tengah tersenyum.

Deru nafas nya semakin tidak karuan hingga pada akhirnya Ben membanting bingkai foto tersebut hingga menimbulkan suara yang cukup kencang. Dari dulu, Ben tidak pernah mendapatkan perhatian yang cukup dari mama nya. Dia lebih menyukai anak perempuan. Mama nya tidak pernah datang ke sekolah walau hanya sekedar rapat wali murid. Mama nya tidak pernah menyiapkan Ben bekal. Mama nya tidak pernah memuji Ben atas keberhasilan nya mendapat nilai bagus. Semua itu, hanya kakak perempuan nya dapat kan. Sedangkan Papa nya hanyalah seseorang yang gila kerja. Tuhan memang tidak adil, disaat Ben iri dengan kehidupan Gina karena mendapat seluruh kasih sayang Mama. Tuhan malah membuat Gina di bully untuk sesuatu yang bukan kesalahan nya. Bukan menjelek jelekan tuhan, tapi Ben..apa ya...Ben sudah terlalu muak berdoa tapi nyatanya kehidupan tidak berubah selama bertahun tahun.

CANDALA ⁻[ᵀᴿᴱᴬˢᵁᴿᴱ'ˢ ⁰⁰'ˢq]⁻ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang