Ch 03. Mayat Berjalan

25 4 0
                                    

-Senyummu bagaikan permata ditengah lautan-

Setelah kesehatan fisik Shinta berangsur membaik, Shinta diperbolehkan pulang.

Dalam 2 minggu terakhir Shinta berada di rumah sakit dengan pengawasan psikiater. Berbagai tes psikologi dijalaninya.

Dugaan diangnosa dokter sebelumnya memang tidak meleset.

Shinta dinyatakan menderita sindrom cotard (sindrom mayat berjalan) tahap awal.

Tekanan-tekanan yang pernah Shinta alami membuatnya engan berkomunikasi.

Membuatnya melarikan diri dari dirinya sendiri.

Dokter memberikan saran bahwa, "Dukungan dari kedua orang tua dan teman yang mampu ia percaya akan membuatnya membaik sesegera mungkin. Serta pengawasan yang ketat untuk menghindari hal-hal yang tdak diinginkan."

Sejak pulang dari rumah sakit, Shinta belum mengeluarkan secuil kata pun.

Hari-harinya tetap dijalani seperti biasa tapi tidak berbeda dengan mayat berjalan.

Setiap hari pula Rama menjenguk Shinta dan mencoba segala cara untuk membuat Shita kembali berbicara seperti biasanya.

Semenjak itu Rama selalu disisi Shinta.

@@

Pukul 05.30 WIB, Rama sudah berada di rumah Shinta.

Rama dimintai tolong oleh Ibu Shinta--Marta untuk menjaga Shinta selama Marta mengawasi kegiatan pabrik tahu miliknya.

'kriet ...'

Suara pintu berderit. menampilkan Shinta yang melamun di depan jendela.

Shinta menatap ke arah luar jendela dengan tatapan yang kosong.

"Hai Cici," sapa Rama. Tangan yang melambai dan tersenyum lebar.

Shinta hanya menoleh sekilas dan kembali berpaling.

Rama pun mendaratkan bokongnya ke kasur Shinta. Memang sudah hal biasa Rama keluar masuk kamar Shinta. Hal tersebut sudah mendapat izin dari kedua orang tua Shinta asalkan pintu kamar yang terbuka.

Tidak sampai situ, Rama mengajak Shinta berbicara.

Rama menceritakan kejadiaan di sekolah.

Terutama pelaku pem-bully-an yang telah dikeluarkan.

Tanggapan Shinta masih Sama seperti hari-hari yang telah berlalu, tetap bungkam.

Setelah Rama capek mengajak Shinta berbicara panjang lebar seperti orang gila, karena yang diajak hanya diam membisu.

Akhirnya Rama memutuskan mengajak Shinta belajar memasak.

Sudah seminggu semenjak kepulangannya dari rumah sakit, setiap kali Shinta diajak Rama keman saja pasti selalu mengikutinya.

Walaupun Shinta enggan berbicara, sebenarnya dia tidak cuek terhadap dunia luar.

@@

Setelah Rama berkutat di meja menyiapkan segala bahan membuat kue kering kacang, Shinta hanya berdiam diri di samping Rama.

Terlintas ide jahil di benak Rama.

'Sret ...'

Rama mengoleskan tepung di pipi, hingga berkali-kali sampai memenuhi wajah.

Shinta hanya menatap rama dengan pupil matanya yang hitam legam dengan kilat putih yang terlihat setelah Shinta berkedip.

Rama menghela nafanya dengan cukup keras, lagi-lagi hanya wajah lempeng yang Rama dapatkan.

Dengan gemas Rama memegang jari telunjuk Shita mencelukannya pada tepung terigu dan mengarahkannya ke wajahnya sendiri beberapa kali.

Pada saat yang keempat tidak jari telunjuk yang shinta celupkan melaikan seluruh telapak tangannya dan memoleskannya ke wajah Rama.

Lekungan tipis di bibir shinta yang seperti buah persik terukir.

"Akhirnya usahaku tidak sia-sia. Suatu kemajuan Shinta tersenyum tipis." Batin Rama sumringah.

Setiap hari Rama lalui dengan membantu Shinta untuk dapat kembali berinteraksi dengan baik.

Mencoba dengan segala hal seperti, berdandang seperti seorang banci, memakai masker wajah bersama, memakai daster ala-ala ibu hamil, hingga hal-hal konyol di luar nalar lainnya.

Ramayana Milenial (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang