Bab 10. Jarak 1
Di tempat praduaannya, Shinta menatap bintang-bintang origaminya yang sudah mulai usam.
Mensesapi segala gundah-gulananya. Pikiranya yang berkecambuk seolah seperti cerobong asap.
Sederet peristiwa kejadiaan beberapa pekan lalu bergelantung di benaknya.
Menjadikannya tamparan yang keras untuk dirinya.
Menyadarkan Shinta akan kelemahan-kelemah dirinya.
Menyadarkannya bahwa tanpa Rama disisinya Shinta hanya sebatas kayu lapuk.
Basa hancur kapan saja dengan mudahnya.
Pada dasarnya Shinta sadar bahwa Rama mempunyai jalan hidupnya sendiri.
Tidak serta merta ada untuknya. Tidak serta merta selalu menjadi pijakannya.
"Aku nggak boleh gangguin hidup Rama, sudah cukup banyak hal yang dia kasih ke aku. Aku ingin menjadi orang yang tangguh seperti kebanyakan orang. Aku ingin mengandalkan diriku sendiri dalam segala situasi. Akulah tokoh utama dalam cerita kehidupanku. Aku tidak boleh lemah!" batin Shinta.
Shinta bangkit dari praduaanya, mencari-cari kedua orang tuanya yang tengah menonton tv di ruang keluarga.
Shinta mendusel diantara dua orang tuanya yang tengah duduk di sofa mesra.
"Ma, beruangnya udah bosen hibernasi," canda Wandi-- Ayah Shinta--pandangannya tetap ke arah TV.
"Papa!" teriak Shinta sambil mencubit pinggang Papanya. Wandi mengadh kesakitan.
"Sudah-sudah," lerai Marta-- Mama Shinta.
"Ada apa sayang?" Mama mengelus puncak kepala Shinta.
"Pa, Ma, Shinta mau perawatan kejiwaan." cicit Shinta menunduk sambil menautkan kedua tangannya.
"Gadis kecil Papa udah dewasa rupanya," kata Wandi mencubit hidung Shinta gemas.
"Papa!" teriak Shinta sambil memegangi hidungnya.
"Ya udah, Papa sih malah seneng kamu mau ambil penangan walau udah telat." Wandi memberikan dukungannya.
Shinta menoleh ke arah Mamanya meminta jawaban.
"Kalau Mama sih tergantung sama yang mau ngelakui,"sahut Marta.
"Kalau begitu Papa buatkan janji sama dokter yang nagani kamu kasusmu dulu ya sayang? Biar penangannya bisa lebih cepat," terang Papa.
@@
RSU UKI, 01 Agustus 2019
"Permisi sus, poli kejiwaan sebelah mana?" tanya seorang gadis.
"Ashhfgwyengjhfgytrdb, udah paham kk?" terang perawat yang menjaga bilik pelayanan.
"U ... dah sus." Gadis itu mengaruk kepalanya yang tak gatal.
"Terima kasih sus." imbuh gadis itu.
Matanya menyusuri setiap jalan, mencari-cari papan bertuliskan Poli kejiwaan.
Matanya tiba-tiba melotot erena papn yang ia cari malah bertuliskan Ruang Jenazah. Sontak saja gadis itu berjalan mudur dan tiba-tiba ia terjembang kebelakang. Matanya pun seketika terpejam namun gadis itu merasakan ada sesuatu yang empuk seperti kasur di belakangnya.
"Dek. Dek. Tolong bangun dong." kata seseorang dengan suara bass yang khas.
Gadis itu pun segera berdiri dengan ketakutan sembari memegangi lengannya.
Pria itu pun bangkit dan membersihkan dirinya dari debu-debu lantai.
Perawakannya yang tinggi, putih, bersih, matanya yang keabu-abuan dengan aroma mint khas.
Gadis itu pun menyatukan kedua tangannya di depan dada, menunduk dan berkata, "Maaf."
"It's Okay, saya yang keburu-buru." kata pria itu meluruskan.
"Sepertinya kamu salah arah, kalau boleh tau hendak kemana kamu?" tanya pria itu.
"Poli kejiwaan," Jjawab gadis itu lirih.
"Oh, kamu tinggal berjalan lurus kedepan dari sini melewati tiga ruangan itu. Kamu sudah sampai di poli kejiwaan," terang pria itu.
"Terima kasih."
Gadis itu pun menangguk paham dan melanjutkan perjalannya
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramayana Milenial (COMPLETED)
RomanceKali ini cerita "Ramayana" bukan cerita pada umumnya LOH!,... yang mana Ramayana merupakan kisah antara Sri Rama "Rama" dengan Dewi Shinta "Shinta". Penyelamatan Shinta dari genggaman Rahwana oleh Rama, merupakan yang melengenda di tanah Jawa. M e...