ㅡ Sempiternal ㅡ

Past

🤫

Terik matahari menyorot tepat ke pucuk kepala dengan surai keunguan milik Donghyuck. Ia berjalan menyusuri sebuah perumahan luas yang telah kosong tak berpenghuni. Hanya tersisa pepohonan yang tumbuh tinggi, dedaunan yang bertebaran di sepanjang jalan dan rumah rumah kosong yang ditumbuhi rumput liar setinggi badannya

Angin semilir yang membantunya mengatasi panasnya siang ini berhembus berlawanan arah dengan langkah kakinya. Angin membawa bekas sarang burung yang telah kosong pergi dari tempat nyamannya

Donghyuck terus melangkah dengan ragu ke arah tujuannya, berbelok di beberapa gang yang ia temui. Langkahnya kemudian berhenti di barisan rumah yang nampak gosong. Ia rasakan angin terus membelainya. Ia lanjutkan langkahnya sampai di rumah besar paling ujung

Kakinya berhenti melangkah, kepalanya tertunduk menatap sepatu merah yang ia pakai. Kedua Kakinya ia putar sembilan puluh derajat, kemudian ia mengangkat dagunya, matanya kini menatap lurus sebuah rumah terbesar di perumahan tersebut

Rumah yang dulu berwarna putih dengan beberapa garis merah. Rumahnya bertingkat dua, didalamnya sangat luas bagai tiga rumah yang menjadi satu. Posisi rumahnya berada di hook, taman kecil di depan rumah dulu nampak indah dengan rerumputan hijau, kolam ikan kecil, dan beberapa bunga yang dirawat dengan baik

Namun kini rumah itu sudah berwarna hitam pekat, kaca jendelanya pecah, atapnya sudah bolong, dapat dilihatnya pintu di lantai dua sudah tidak ada. Taman yang dulu terawat dengan baik pun kini nampak gersang. Rumah ini satu satunya yang kering tanpa rumput bak kebun di masam kemarau

Donghyuck mendekat, ia menyentuh gerbang rumah yang besinya sudah berkarat. Dulu gerbang ini selalu dikunci, jika sampai Donghyuck lupa mengunci gerbang ia pasti mendapatkan satu tamparan di pipinya. Namun kini Donghyuck sudah tidak memerlukan kunci lagi untuk memasuki rumah ini. Mungkin gerbangnya akan runtuh sendiri selama beberapa waktu lagi

Donghyuck masuk ke garasi yang masih memiliki dua mobil didepannya. Mobil yang dulu selalu rajin Donghyuck cuci setiap hari dengan siulan riang yang menemaninya. Mobil itu kini nampak usang, kotor, penyok disana sini, beberapa sudah meleleh, kaca mobil hanya tinggal serpihannya saja. Mobil Alphard putih dan Ford Everest yang juga berwarna putih itu kini sudah tak berbentuk lagi.

Donghyuck memegang gagang pintu masuk ke rumah dan membukanya perlahan, debu menempel sangat tebal di telapak tangannya, pintu sulit terbuka karna beberapa pecahan dinding memenuhi lantai. Pintu ini sudah tak berbunyi ciit lagi saat dibuka. Donghyuck sudah tak perlu buru-buru lari untuk mengecek siapa yang membuka pintu. Entah agar dia bisa membukakan gerbang jika tuan rumah yang keluar atau agar ia bisa menangkap siapapun jika itu bukan tuan rumah yang membuka pintu

Sofa, meja, dan semua hiasan masih ada di ruang tamu, hanya saja sebagian banyak benda telah hancur, sofa yang adapun sudah tidak layak duduk, debu dimeja sudah mencapai lebih dari tiga sentimeter. ada dua ruang tamu dirumah ini, satu di pintu masuk utama tempat Donghyuck masuk tadi dan satunya dekat pintu masuk lewat samping. kedua ruang tamu sudah sama kacaunya.
Ruang tamu ini begitu luas terkadang Donghyuck berfikir ingin bermain bola disana lalu dia akan dimarahi ayah karna bermain bola diruang tamu, setelahnya ayah akan membujuk Donghyuck untuk bermain bola di halaman bersamanya. Ya itu semua hanya khayalan nya saja. Faktanya jangankan bermain bola, mendudukkan bokongnya di ujung sofa saja ia akan dipukuli hingga bokongnya memar dan sakit untuk duduk

Donghyuck melangkahkan kakinya menuju satu satunya kamar yang yang berada di lantai bawah selain kamarnya, itu adalah kamar nenek. Nenek yang ia rawat hingga kepergiannya, nenek yang juga merawat Donghyuck hingga kepergiannya. Donghyuck membuka pintu kamar, terdengar bunyi Cling cling masih sama seperti dulu, gantungan kunci yang hingga kini masih menggantung akan berbunyi  ketika seseorang membuka pintu