Bab 2

83.6K 8.3K 485
                                    

Di ruang kost yang nyaman itu, Ayel tampak kelelahan, acara kemarin sungguh menguras tenaganya. Setelah lama tiduran ditemani otakknya yang asik menghayal, Ayel teringat niatnya kemarin untuk menghubungi kedua sahabatnya. Dengan cepat ia bangkit mengambil handphone yang berada diatas meja belajarnya, segera menghubungi Eja dan Iyal. Langsung ditekannya tombol video call  tanpa menanyakan terlebih dahulu apakah mereka sibuk atau tidak. Sudah kebiasaannya..

Setelah beberapa saat menunggu, tampilan layar berubah menjadi wajah dua lelaki— yang satu muka bantal, sepertinya Iyal baru Bangun tidur— sedangkan satunya lagi —Eja terlihat sedang makan—.

"Ganggu aja sih Yel, mau tidur capek gue." Muka lelaki itu tampak kusut, kesal waktu istirahat nya terganggu oleh makhluk menyebalkan macam Ayel.

Namanya Beryal, dipanggil Iyal. Hampir sama dengan panggilan Ayel. Karena nama itu pula, dahulu ketika mereka SMA sering dikatakan kembar, meskipun wajah mereka sangat jauh dari kata mirip. Mereka pernah duduk sebangku, oleh karena itu teman-teman sekelasnya selalu menggoda dan menjodohkan. Dan juga sering salah menengok ketika di panggil— 'Yal' dan 'Yel' nampak sama jika terdengar sekilas—.

"Bodo amat! Gue kangen." Ucapnya cemberut, menampilkan tampang minta di kasihani.

"Jijik! Lebay! kesambet apa Lo?"

Ayel mengabaikan pertanyaan Iyal, sibuk mengamati rambut lelaki itu yang tampak berbeda, "Yal, ngapa rambut lo gondrong gitu?" Teriaknya memekakkan telinga. Tampak tak terima dengan penampilan baru sahabatnya. Lama tak bertemu membuat dirinya syok melihat penampilan Iyal yang sekarang.

"Suka-suka gue, lah!" Jawabnya acuh. Terlalu bosan selalu di komentari seperti itu oleh orang-orang terdekatnya yang terkejut melihat penampilan barunya.

"Abain aja gue terus." Eja yang merasa terabaikan protes. Tangannya sibuk mengaduk mie instan, kebiasaan anak kost sekali. Tidak jauh-jauh dari makan, Mie, mie, dan mie!

Yang satu lagi namanya Fahreza, lelaki idaman anak-anak di SMA-nya dahulu, selain wajahnya yang sangat manis, ia menyandang prestasi yang sangat banyak. Selalu aktif dalam mengikut lomba, bahkan pernah memenangkan lomba debat nasional. Otaknya jangan diragukan lagi, menempati peringkat teratas, seangkatan.

"Astaga gue lupa ada bebeb Eja, duhh tambah ganteng aja." Kini gantian Ayel mengamati wajah lelaki berkulit hitam manis itu. "Iteman Lo ja?" Protesnya ketika melihat kulit lelaki itu tampak semakin menggelap.

"Bisa enggak sih Yel, lo setiap nelpon kita enggak ngomentarin fisik, tanyain kabar gitu?" Iyal sangat jengah dengan ritual Ayel ketika sudah lama tak bertemu.

"Iss, padahal kan gue pengen di perhatiin balik, puji gue gitu bilangin glow up tambah cantik, tambah glowing."

"Ngarep!! Tambah burik tu muka. Lo aja ngomentarin buruk tentang kita, Lah, maunya di puji yang baik-baik. Dasar cewek!" Eja menjawab sambil menyuapkan sesendok mie instan kedalam mulutnya.

"Pasti sinyal Lo jelek, makanya muka gue enggak keliatan jelas, aslinya mah tambah cantik banget." Ayel mengedip-ngedipkan kedua matanya genit.

"Iyain aja Ja, ntar nangis." Iyal menyahut. Jika di ladenin seharian tak akan selesai.

Ayel mendelik kesal, "Lo pikir gue bocah ingusan yang gampang nangis? Kenapa sih Lo enggak cukur, geli gue liatnya." Ayel masih belum puas mengomentari rambut lelaki itu.

Centang Biru ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang