"Ini gimana, Dis?" Ayel masih heran membaca balasan dari akun Instagram—yang katanya artis terkenal.
Mereka berdua berulang kali mengulang membaca pesan balasan tersebut.
"Jawab aja kalau nggak?" Adis sedikit ragu dengan sarannya sendiri.
"Gimana kalo beneran akun-nya di hack, terus ada niat jahat sama gue?" Takut Ayel, ia mendadak panik. Takut ada niat terselubung dari orang yang tak di kenal itu.
"Tapi Yel, gimana kalo itu beneran kak Raksa, terus dia ada hal penting yang mau ditanya, atau dia mau ngajak lo project bareng. Ngajak Lo main film, maybe?" Ayel menatap temannya itu datar, pikiran Adis memang suka melantur kidul kemana-mana. Dan jangan lupakan panggilan Adis kepada artis itu yang membuat telinga Ayel terganggu.
"Om Raksa." Ralat Ayel.
"Serah Lo mau manggil apa, gue udah nyaman nyebut kak Raksa." Ucap Adis Keukeh dengan pendiriannya.
"Jadi?" Ayel kembali ke masalah awal mereka, mengenai pesan horor itu.
"Udah, tanyain aja dulu maksud dia nanya gitu buat apaan?" Akal Adis akhirnya kembali normal.
Ayel mengganguk setuju dengan pendapat Adis kali ini. Iya mengetik balasan, menanyakan maksud pertanyaan itu.
Kini mereka berdua menatap handphone yang mereka letakkan di atas meja. Menunggu balasan dengan raut wajah yang panik dan penasaran. Seperti menunggu undian dopres jalan sehat saja.
Ting.
Handphone itu berkedip menandakan pesan masuk. Dengan cepat Adis merebut handphone itu, membaca pesan yang memicu penasaran mereka berdua.
"AYELL!!!" Adis berteriak setelah membaca pesan itu. Ayel yang di teriaki ikut penasaran, dengan cepat ia meminta handphone dari tangan temannya itu.
"Gila!" Ayel ikut berteriak histeris setelah membaca pesan balasan itu.
Adis kembali merebut handphone di tangan Ayel, ia seperti mengetikkan suatu balasan.
"Lo bales apa?" Ayel was-was dengan kelakuan teman tidak ada akhlaknya itu.
"Ya gue cuman ngikutin cara main dia aja," ucapnya santai, berusaha menenangkan Ayel. "Dia minta share lokasi, tinggal gue kirim," Ayel melotot atas tindakan semena-mena Adis, baru saja ia akan melontarkan makian, dengan cepat Adis memotong. "Lo tenang aja kalik Yel, kak Raksa itu tinggal di Jakarta. Nggak mungkin juga dia kesini cuman untuk nemuin Lo."
Ayel menyetujui perkataan Adis, jarak Yogyakarta dan Jakarta tidak bisa dikatakan dekat, butuh menempuh perjalanan yang lama. Memang siapa dirinya dia rela kesini, dan sudah pasti mereka tidak akan bertemu, Adis juga men-share lokasi mereka sekarang, bukan tempat tinggal dirinya bukan?
Akhirnya, kini Ayel dapat meneruskan menikmati makanan di depannya yang sempat terabaikan karena perdebatan mengenai pesan misterius itu. Lagi pula mungkin pesan itu benar nyasar, ini buktinya tidak mendapatkan balas lagi sudah beberapa menit balasan itu terkirim. Sangat berbeda ketika mereka berdua membalas pesan sebelumnya yang langsung dengan cepat mendapat balasan.
"Bany belum ngajak balik 'kan?" Ayel membuka suara, setelah hening fokus dengan makanan.
"Belum lah! Kita baru setengah jam disini. Kalo dia ngajak balik juga gue nggak terima, cepet banget." Ayel mengganguk mengerti.
"Yel Lo mau gue kenalin temen gue?" Sontak pertanyaan nyablak Adis membuat Ayel tersendat makanannya.
"Itu mulu yang Lo tanyain setiap kita main, nggak pernah absen." Kesal Ayel, setelah ia menormalkan tenggorakan tersendat tadi.
"Kasian juga gue Lo ngenes Mulu," kekeh Adis. "Gue sebagai teman ikut prihatin dan peduli."
Ayel memutar mata malas, "kalo orang serius mau deketin mah dia maju sendiri tanpa di suruh atau di comblangin."
Teori Ayel sekali, ketika seseorang ingin mendekatinya ya karena dia tahu Ayel, mendekati dirinya dengan usaha dia, Ayel akan melihat seberapa keras perjuangan untuk meluluhkan hati kerasnya ini. Ia juga bukan tipe orang yang dapat dengan mudah jatuh cinta, apalagi belum bertemu sudah jatuh cinta dan menjalin hubungan. Ayel membutuhkan proses panjang, namun jika ia sudah jatuh, akan jatuh sejatuh-jatuhnya. Oleh sebab itu dirinya takut dirinya jatuh dengan orang yang tidak tepat. Hal itu pula yang membuat Ayel membentengi diri terhadap lelaki yang akan mendekati dirinya.
"Yell..." Adis memukul lengan Ayel, sehingga wanita itu menghentikan kegiatan makannya. Ia menegakkan kepala menatap kesal, menuntut penjelasan. Seolah dari tatapan itu tersirat 'kenapa sih?'.
"Lo liat gak sih cowok yang lagi jalan itu?" Tanya Adis berbisik, menunjuk lelaki yang sedang berjalan kearah mereka. Dengan penampilan menyeramkan. Menggunakan topi hitam, masker yang senada dengan warna topi. Celana jeans dan atasan kaos yang dilapisi Hoodie warna hitam juga. Tidak ketinggalan pula kaca mata hitam yang menutupi matanya itu, sehingga orang yang melihat akan sangat sulit mengenali dirinya.
Ayel langsung bergeser tempat duduk di samping Adis. Sifat takutnya dari dahulu tidak pernah hilang. "Kok serem." Ucapnya berusaha mengalihkan pandangan dari lelaki itu, namun gagal. Netra-nya penasaran selaras dengan pikiran, berbanding dengan hatinya yang ketar-ketir ketakutan.
"Kok jalan kearah sini?" Adis masih fokus memperhatikan lelaki itu.
"Dis, gue takut." Ayel memegang lengan wanita disampingnya seolah meminta perlindungan.
Adis berbisik, "Jangan-jangan dia hacker yang nge-hack akun kak Raksa, terus mau ngapa-ngapain Lo lagi, secara gue tadi share lokasi yang di sini." Bukan maksud Adis menakuti, namun di otaknya hanya tercantum pikiran negatif itu.
Ayel tambah mengeratkan pegangan kepada Adis, ketika mendengar penuturan wanita itu, pikiran negatif-nya pun semakin menjadi setelah melihat lelaki itu jelas menuju mereka berdua.
"Aeleanne 'kan?" Tanya lelaki misterius itu setelah berada dihadapan kedua wanita yang tampak seperti induk koala dan anaknya, dengan anak yang bergelayut kepada sang induk. Suara yang keluar terdengar sangat maskulin dan seksi, namun tak menghilangkan kesan lembut yang terdengar. Berbanding sekali dengan penampilan 'nya yang sudah seperti pembunuh bayaran.
Secara refleks Ayel menggangguk, namun masih belum berani mengeluarkan suara.
"Boleh duduk?" Lelaki itu kembali bertanya, menunjuk kursi kosong dihadapan dua wanita itu, yang sebelumnya ditempati oleh Ayel.
Ayel menggeleng, namun Adis disampingnya menggangguk. Dengan cepat Ayel mencubit paha wanita itu di bawah meja. Adis meringis menahan sakit, ia memberi kode kepada Ayel 'turuti aja dulu, kayaknya bukan penjahat. Kalo beneran penjahat gue stand by megang handphone buat hubungi Bany'.
Untunglah mereka saling mengerti akan kode yang sudah mereka terapkan sejak sekolah dasar itu, jika orang lain yang melihat, pasti berpikir heran 'kegiatan apa yang mereka lakukan'. Begitu pula akan tatapan lelaki misterius dihadapan mereka berdua itu. Mengerutkan kening, dan menaikkan alis, menatap penasaran akan maksud tingkat 2 wanita dihadapannya. Bukankah tadi ia bertanya, dan dia belum mendapatkan jawaban yang pasti. Boleh atau tidak.
"Saya bukan orang jahat kok," ucapnya, setalah memperhatikan gerak-gerik mereka berdua. Ia pun baru menyadari jika penampilan-nya yang membuat mereka takut. "Maaf penampilan saya seperti ini, untuk menghindari orang-orang." Lalu lelaki itu menduduki kursi kosong tadi meskipun belum mendapatkan persetujuan resmi dari Ayel dan Adis. "Pasti kalian berdua takut, dan berpikir aneh-aneh ya?" Tanya sambil terkekeh.
Lalu iya membuka masker dan kaca mata, namun masih membiarkan topi hitam itu membungkus rambut indahnya.
Adis sempat memekik kecil melihat wajah lelaki itu setelah menampakkan wajah aslinya.
••••
TBC.
Tebak siapa hayo???
Have a good day ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Centang Biru ✔️
RomanceBagaimana reaksi kalian jika mendadak mendapat pesan dari seorang terkenal, bukan most wanted sekolah atau kampus, tapi di gilai oleh satu Indonesia. "Adis!" Teriakannya mengejutkan Adis yang sedang menikmati makanan. "Gue dapet DM dari orang yang...