Happy reading ♥️••••
Raksa terus berpikir, atas pertanyaan yang berkecamuk dikepalanya. Azam yang sibuk mewarnai gambar hasil buatan Raksa pun seolah mengerti, sudah tidak melontarkan pertanyaan lagi.
"Nak Raksa, nak Amara, terima kasih sekali ya sudah rela meluangkan waktu untuk membantu dan menghibur anak-anak di sini." Ucapan terima kasih dari pak Sariji, membuat Raksa tersadar dari lamunannya.
Kapan bapak kesini? Batinnya.
"Ohhh iyaa Pak, ini mah belum seberapa dengan perjuangan bapak dan para relawan lain." Ucap Raksa tak enak karena tak menyadari kehadiran ketua relawan itu.
"Sama-sama, pak." Amara di sampingnya pun ikut menjawab dengan sopan dan lemah lembut.
Meskipun suasana hatinya sedang tidak bersahabat atas sikap Raksa yang terus mengabaikannya, seolah tidak menganggap dirinya ada di sana. Apalagi tadi, pertanyaannya sama sekali tidak dikidahkan lelaki itu.
"Bapak tahu kegiatan kalian yang bekerja sebagai Public figur sangatlah sibuk. Bapak bangga kalian masih meluangkan waktu untuk kegiatan mulia seperti ini. Sampai rela turun tangan, bahkan kotor-kotoran." Lanjut Sariji menunjuk kaki Raksa yang berlumuran lumpur.
Raksa jadi merasa bersalah atas niat awalnya yang punya maksud terselubung. Kini ia sadar keikhlasan melakukan kebaikan itu yang penting, untuk info yang dicarinya jika mendapatkan itu hanya bonus, setidaknya ia sudah berusaha.
"Tidak apa-apa Pak, ini bisa di bersihkan nanti. Lagi pula tak sepatutnya saya mengeluh, jika bagi para korban saja, hal ini sudah menjadi santapan sehari-hari, sedangkan mereka tidak mengeluh dan selalu bersyukur." Ucap Raksa.
"Betul nak Raksa, bapak sangat mengacungi jempol dengan kekompakan warga kampung kedondong ini. Mereka tak banyak mengeluh, anak-anaknya pun selalu tertawa apalagi relawan yang hadir sering membuat acara untuk anak-anak." Raksa menggangguk menyetujui.
Amara hanya diam mendengar pembicaraan Raksa dengan ketua relawan itu. Pikirannya masih memikirkan tentang sikap Raksa.
Pasti ada hal yang membuat Raksa sampai begini nya. Batin Amara.
"Azam bisa bermain dulu dengan teman-teman lain, kasian itu kak Raksa kakinya kesemutan kelamaan diduduki Azam." Pak Sariji berucap ketika melihat Raksa berulang kali membenarkan posisi kaki yang diduduki anak itu. Padahal maksud Raksa hanya mencari posisi yang nyaman, tak kesemutan atau kesakitan.
Anak kecil itu menggangguk, berdiri hendak pergi menuju rombongan temannya.
"Tidak apa kok Pak, tak masalah." Ucap Raksa tak enak. "Azam kalo mau di sini aja enggak apa kok." Raksa menempuk-nepuk pahanya.
"Enggak deh Om, Ajam mau main sama temen-temen yang lain." Ucapnya. "Dadah Om Raksa." Lanjutnya berlalu sambil melambaikan tangan.
Raksa ikut melambaikan tangan sambil terkekeh.
"Anak-anak selalu antusias mengikuti kegiatan yang dibuat para relawan." Pak Sariji menjelaskan. "Apalagi ketika kegiatan menggambar dan mewarnai, namun, kegiatan itu telah beberapa hari ini terhenti, baru hari ini diadakan lagi, berkat kalian."
Raksa memandang penasaran ke arah lelaki berumur itu, "Memangnya kenapa pak sempat terhenti?" Herannya.
"Ada beberapa relawan disini mendapat musibah, terkena reruntuhan kayu penyangga tenda, ketika angin kencang beberapa hari lalu, sudah lihat kan, ada beberapa tenda pengungsian yang hancur?"
"Sekarang mereka dimana pak? Berapa orang korbannya? Apakah mereka terluka parah?" Berondong Raksa tak sabar.
"Kenapa heboh banget gitu deh sa, santai aja. Nanya satu-satu, itu pak Sariji sampe bingung jawab yang mana dulu." Amara menatap Raksa kesal dengan penuh keheranan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Centang Biru ✔️
RomanceBagaimana reaksi kalian jika mendadak mendapat pesan dari seorang terkenal, bukan most wanted sekolah atau kampus, tapi di gilai oleh satu Indonesia. "Adis!" Teriakannya mengejutkan Adis yang sedang menikmati makanan. "Gue dapet DM dari orang yang...