Bab 17

44.1K 5.1K 145
                                    

Ayel sedang sibuk memilah-milah barang apa saja yang akan di masukkan kedalam ransel, ditemani oleh Adis yang malah enakan selonjoran diatas sofa kecil di dekat kasur Ayel.

"Baju yang Lo bawa dikit amat, Yel." Komentarnya setalah sedari tadi diam memperhatikan kegiatan Ayel.

"Ranselnya nggak muat kalo banyak." Ucap Ayel singkat, tangannya masih sibuk memilah barang yang akan dimasukkan kedalam ransel itu.

"Ya tinggal bawa koper aja apa susahnya sih?" Adis berucap santai, mulutnya sibuk mengunyah makanan ringan yang diambilnya dari atas meja Ayel.

Ayel melotot mendengar pertanyaan santai temannya yang sibuk menghabiskan stok makanan ringannya. Ayel mendengus, bukankah Adis ke kost nya ini untuk membantu dirinya mempersiapkan barang yang akan dibawanya besok? Memang dasar teman laknat, bukannya membantu malah menyusahkan.

"Lo pikir gue mau holiday, piknik gitu?"

"Ya itung-itung aja seperti itu, sambil menyelam minum air 'kan?" Adis menarik turunkan alis menggoda Ayel.

"Dis jangan buat gue emosi!" Geramnya. "Lo tau kan gue mau kemana?"

"Tau," jawab Adis singkat. "Mau ke Jakarta." Lanjutnya.

"Lo tau 'kan gue mau ngapain di sana?"

"Tau," balasnya lagi. "Mau holiday 'kan?"

"ADIS!!" Teriak Ayel, karena kesal di goda temannya itu. Dilemparkan nya celana jeans yang ada ditangannya kearah muka Adis. Adis yang tanggap langsung tepat menangkap celana itu sebelum mendarat ke mukanya.

Adis terkekeh, bahagia bisa mengerjai Ayel. "Iyaa iya. Mau jadi relawan ke daerah yang lagi di timpa musibah banjir bandang?"

"Nah itu tau." Balas Ayel cemberut. "Jangan buat gue tambah sedih dong, gagal menikmati liburan semester dengan serunya balik kampung, dan main sama temen-temen. Gagal sudah ketemu Eja, Iyal. Padahal gue udah kangen berat sama mereka berdua." Sedihnya.

Ayel memang diutus sebagai salah satu dari lima orang untuk menjadi relawan bencana banjir bandang di daerah Jakarta. Penunjukan itu di lakukan oleh organisasi nya. Mau tak mau Ayel harus mau, tak bisa menolak. Itu sudah menjadi komitmen setelah memutuskan ikut kedalam organisasi itu.

Padahal Ayel sudah menyiapkan berbagai plan liburan bersama teman-teman SMAnya. Sungguh miris dirinya, kini ia merana tak bisa pulang kampung. Ia rindu sang ibu dan keluarga di sana. Ia juga rindu dengan kedua sahabat lelakinya— Eja dan Iyal. Padahal mereka akan pulang kampung juga. Ya, meskipun kegiatan itu tak menghabiskan seluruh waktu libur semester nya. Rancana awal dua Minggu dia di sana, tak tahu juga jika kondisi di sana semakin parah, Ayel berdoa sekali semoga keadaan di sana semakin stabil, agar dirinya tak perlu berlama-lama di sana.

Ayel tahu kegiatan ini memang sangat mulia, dia hanya kecewa dengan ekspektasi yang telah direncanakan nya dari jauh hari harus gagal dan harus dirombak menyusun ulang. Semoga ketika dirinya telah sampai di kampung, temannya belum pada balik ketempat rantauan.

"Nggak boleh gitu dong, Yel," Adis jadi merasa sedih juga. "Kan kegiatan Lo mulia banget, lagian 'kan di sana juga nggak lama, ntar Lo balik ke kampung langsung deh kita penuhi semua list liburan yang Lo udah susun." Ucapnya berusaha menghibur.

Ayel berusaha menghibur diri sendiri. Ia bangkit dari duduk, setalah menyelesaikan kegiatan. Kini perlengkapan sudah siap. Ditaruhnya ransel besar itu kedekat pintu agar mudah di jangkau ketika akan pergi esok. Lalu Ayel menghempaskan tubuh ke kasur empuknya. Badannya terlentang, matanya fokus menatap langit-langit.

"Lo udah ngabarin Abar soal keberangkatan Lo?" Tanya Adis, kini Adis telah berada di samping Ayel, ikut merebahkan tubuh.

"Belum."

Centang Biru ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang