"Wah, daebak!"
Baru saja Hoseok masuk ke dalam unit apartement itu, matanya sudah merasa takjub dengan hasil karya yang Lisa buat hari ini. Dapur yang semula rapi dan cantik, kini benar-benar tampak begitu buruk.
"Mana makananku?" Hoseok mengatupkan bibirnya yang semua menganga lebar. Meletakkan bungkusan yang dia bawa ke atas meja makan sederhana disana.
"Bagaimana kau bisa lupa jika sedang merebus ramyeon, Lisa-ya?" tanya Hoseok tak habis pikir. Selama hidup, dia tak pernah melakukan hal ekstrim yang baru saja Lisa alami. Padahal dia pun sekarang tinggal sendirian.
Sebenarnya Lisa tak ingin menjawab pertanyaan Hoseok karena sedang lahap menyantap makanannya. Dia benar-benar lapar pagi ini karena tadi malam tak memakan apa pun.
"Itu semua karena Oppa yang menelponku. Aku jadi lupa jika sedang merebus ramyeon." Gerutu Lisa yang membuat Hoseok kembali menganga.
Lelaki itu merasa kesal karena Lisa menyalahkannya hanya karena alasan sepele. Dia ingin kembali melayangkan protes sebelum akhirnya tersadar wajah gadis di hadapannya saat ini pucat.
"Kau sakit, Lisa-ya? Wajahmu pucat." Ujar Hoseok yang mulau merasa khawatir.
"Perutku sedikit sakit. Tidak masalah, Oppa. Aku sudah meminum obat." Lisa berusaha menyunggingkan senyumannya. Berharap Hoseok tak akan bertanya macam-macam.
"Kapan kau membelinya? Bukankah hari ini kau belum keluar dari apartement?"
"Beberapa hari yang lalu. Aku memang sedang mengalami gangguan pencernaan" Jawab Lisa memilih kembali menyibukkan dirinya dengan makanan. Membuat Hoseok akhirnya hanya mengangguk dan lebih memilih memperhatikan keadaan apartement itu.
Lisa tentu merasa lega. Karena jika Hoseok tahu apa yang sebenarnya terjadi, lelaki itu pasti akan menyeretnya untuk pulang. Dan Lisa berharap, Hoseok tak akan mengetahui keadaannya. Tapi menurut Lisa, tak mungkin juga jika lelaki itu tahu. Dia tak punya hubungan yang dekat dengan anggota keluarga Lisa. Jadi gadis berponi itu cukup tenang untuk terus menjaga rahasianya.
.........
Hari sudah menjelang petang. Tapi sampai detik ini, Rosè tak bisa menemukan jejak adiknya. Sekali pun dia sudah berkeliling menggunakan mobil merah kesayangannya. Rosé benar-benar merasa kehilangan arah.
Dilanda rasa lelah yang luar biasa, akhirnya Rosé memilih beristirahat di sebuah cafe saat seseorang menghubunginya dan mengajak bertemu. Setidaknya dia bisa menyegarkan pikirannya dengan kopi yang sudah dia pesan.
"Besok aku libur. Bagaimana jika aku menemanimu mencari adikmu?" pertanyaan itu datang dari Jimin yang duduk di hadapan Rosé. Memandang iba wajah berantakan gadis blonde yang sudah membuatnya jatuh hati sejak pertama kali bertemu.
Rosé mengangguk, tapi berikutnya dia menopang kepala yang terasa bersenyut.
"Tapi aku tidak tahu harus mencarinya kemana lagi."Gadis itu merasa sedang berada di dunia yang begitu gelap. Seolah mencari sebuah jalan yang tidak berujung. Rosé lelah, tapi dia harus menemukan Lisa. Jika tidak, dia akan gila dalam waktu dekat. Pikirannya terus dipenuhi dengan wajah sang adik.
"Aku benar-benar sudah menjadi kakak yang buruk, Jimin-ah. Kau tau? Bahkan aku tak tahu jika dia bekerja di sebuah agensi sebagai mentor tari." Keluh Rosé pada temannya yang selalu ada di saat tersulit selama beberapa bulan ini. Hanya saja, sebelum Rosé putus dengan Chanyeol. Dia membatasi pertemuannya dengan Jimin agar tak membuat Chanyeol salah paham. Tapi nyatanya, justru dia yang dikhianati.
"Semuanya sudah berlalu. Yang perlu kau lakukan adalah memperbaikinya." Ucap Jimin sembari tersenyum.
Rosè menghela napas. Ketika pesanannya datang, gadis itu langsung menyeruput kopinya. Dia sudah tak tahan dengan rasa penat di kepalanya. Andai bisa memutar waktu, Rosé ingin dirinya lebih mempercayai Lisa. Bukannya menuduh sang adik berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mémoire ✔
FanficTangis, canda, tawa, sepi, dan kebersamaan. Semua kenangan itu akan tersimpan di dalam kepala seseorang sampai dia mati. Tapi bagaimana, jika kenangan itu justru perlahan menghilang. Tak tersisa, bahkan satu detik pun. Terhapus oleh waktu yang begit...