Musim gugur selalu di lambangkan dengan kesedihan. Mungkin saja, ini alasan Tuhan mendatangkan Lisa pada musim gugur. Karena rasanya, lebih banyak kesedihan yang dia terima semasa hidup dibandingkan kebahagiaan.
Gadis itu menghela napas. Menyudahi pandangannya yang tertuju pada daun-daun berguguran. Beralih pada kalung yang kini selalu dia pakai kemana pun. Kalung yang indah menurut Lisa, karena itu adalah hadiah dari sang kakak.
Sedang fokus memandang satu butir bunga dandelion yang ada di kalung itu, tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Rasanya sangat erat, seperti menandakan bahwa orang itu tak ingin siapa pun mengambil Lisa darinya.
"Aku merindukan aroma ini." Dia Rosé. Yang kini sedang menghirup aroma rambut Lisa yang manis.
Sekeras apa pun Rosé berusaha menjauhi Lisa, dia tak akan bisa karena rasanya sudah seperti ketergantungan. Beberapa hari ini telah menghindar dari sang adik, akhirnya Rosé kalah dengan rasa rindunya terhadap Lisa.
"Kau sudah tak marah, Unnie?" tanya Lisa sembari membalikkan tubuhnya. Menatap wajah Rosé yang sama berantakannya dengan Lisa. Sudah hampir satu minggu mereka tak pulang ke rumah demi berada di dekat Jennie.
"Asal jangan mengulanginya lagi, eoh?"
Lisa tentu saja segera mengangguk cepat. Akhirnya hari ini dia bisa memeluk kakaknya itu. Diam-diam menghilangkan ketakutan yang semula terus menjadi. Karena Lisa masih ingat. Jika dia takut, dia akan meminta pelukan Rosé.
Tapi karena hubungan mereka merenggang beberapa hari ini, Lisa harus menahan ketakutan itu sendiri. Sampai akhirnya detik ini dia bisa kembali mendapatkan pelukan itu. Pelukan yang entah mengapa bisa membuatnya amat tenang.
.........
Ini adalah malam keenam Jennie berada di rumah sakit. Cuaca di luar tampak bersahabat karena awan masih menampakkan bintang dan bulan yang indah. Seperti itulah yang kini Hyunbin lihat dari jendela rumah sakit. Berdiri di pojok koridor sembari memasukkan kedua tangannya.
Semakin hari, kondisi Jennie semakin membaik. Bahkan anak keduanya itu terus merengek meminta pulang. Tapi Dokter Song tak mengizinkannya karena kondisi Jennie masih memerlukan pantauan ketat. Bahkan mantan kekasih Hyunbin itu menyarankan Jennie untuk menjadi pasien tetap rumah sakit.
Tentu saja anaknya menolak. Dia tak masalah jika harus mengunjungi rumah sakit tiga kali dalam seminggu untuk cuci darah. Asalkan hidupnya tak terus berada di rumah sakit. Jennie masih muda. Bahkan dia adalah mantan CEO yang pepuler. Entah seperti apa media bereaksi ketika Jennie benar-benar menjadi seorang pasien tetap.
Hyunbin sebagai ayah hanya bisa menuruti kemauan anaknya. Sebenarnya ada rasa sedikit putus asa. Karena kemungkinan Jennie untuk sembuh sangatlah sedikit. Bahkan untuk hidup selama satu tahun saja, Jennie mungkin tak akan mampu.
"Kau masih marah dengan Lisa?"
Yejin tiba-tiba sudah berdiri di samping suaminya. Ikut menatap langit dari balik jendela besar itu. Memberanikan diri untuk mengeluarkan perasaan gundahnya pada sang suami.
"Aku tidak marah. Hanya kecewa." Jawab Hyunbin menatap dalam istrinya.
"Tapi kau terus bersikap tak acuh padanya. Secara tak langsung, kau menyakitinya."
Hyunbin hanya menghela napas. Memilih terdiam sejenak. Dia memang sangat merasa kecewa dengan Lisa. Dan entah mengapa, dia sangat sulit untuk melupakan kesalahan Lisa beberapa waktu lalu. Karena kelalaian anak bungsunya itu, kini keadaan Jennie semakin menurun.
"Hyunbin-ah," Yejin menggoyahkan lengan sang suami. Meminta jawaban untuk pertanyaannya yang seakan tak dipedulikan.
"Aku masih tidak habis pikir. Bagaimana dia menggunakan alasan lupa untuk kejadian beberapa hari lalu. Itu hal yang mustahil, Yejin-ah. Lisa sudah sering menemani Jennie untuk cuci darah. Tak mungkin dia lupa dengan jadwal kakaknya kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mémoire ✔
Fiksi PenggemarTangis, canda, tawa, sepi, dan kebersamaan. Semua kenangan itu akan tersimpan di dalam kepala seseorang sampai dia mati. Tapi bagaimana, jika kenangan itu justru perlahan menghilang. Tak tersisa, bahkan satu detik pun. Terhapus oleh waktu yang begit...