McD Jalan Raya Hankam

21 3 4
                                    

"Hahahaha... Lu suka sama Witri?" Tanya Rama dengan nada meledek.

Bagaimana tidak! Atas semua kecantikan yang dimilikinya, laki-laki mana yang tidak akan mengakuinya. Tidak, bukan hanya soal parasnya saja bagiku. Tapi semua untuk Witri seutuhnya. Semua karena Witri adalah Witri yang memang selayaknya seorang Witri.

"Iye, kan tadi udah gua bilang."

"Terus, dianya tau? Atau udah lu ungkapin perasaan lu?"

"Jelas kaga lah! Gua mah ga bisa ngungkapin yang begituan waktu itu."

"Heleh, bukan ga bisa itu mah. Emang lu udah tau kalo Witri sukanya sama Faris kan? Makanya percuma ae buat lu.

"Eh gitu kan?" Sambung Rama penasaran.

Hahaha, memang benar itu adanya.

"Iyaa euy, seratus dah buat lu, tapi juga dikurang seratus gegara motor lu boros beut bensinnya!

"Oiyee, lanjut sejarah dulu ini. Sampailah naik ke kelas 9 yang anggota kelas kembali semula seperti dikelas 7--- dikurang Nabil seorang. Dan seterusnya lebih banyak moral yang gua lewati, sampai akhirnya kita semua lulus dengan hasil terbaik masing-masing.

"Selanjutnya lu pasti tau, gua meneruskan sekolah ke Akademi Menara Pemuda. Seinget gua kalo ga salah yang berarti bener, Witri lanjut ke SMAN 6. Dan Faris lanjut ke SMAN 5. Entah gimana kabarnya mereka berdua, udah lama banget ga berkabar si. Naah selama di Akademi gua juga banyak melewati moral, satu dari moral itu gua bertemu dengan seorang yang bisa buat gua mulai mengerti maksud hidup--- begitulah kiranya (Nantikan di part-part selanjutnya).

"Dan sejarah yang terjadi di jalan ini, di McD Jalan Raya Hankam ini. Ketika gua lagi libur semester kelas 10, waktu itu gua udah punya handphone sendiri, hal pertama yang gua lakuin waktu itu, mencari dan menghubungi kembali semua kawan lama gua, terutama Faris. Satu saat si Faris ngajak gua main ke rumah Witri. 'Wah kebetulan nih, gua juga belum lebaran ke rumah Witri.' gua balas pesan Faris. 'Oke deh!'. Jadilah seharian itu gua semangat dan kadang suka bingung mikirin cara bersikap ke witri yang udah lama ga ketemu.

"Esok harinya gua samper Faris. Berangkat dari rumah Faris, gua dibonceng naik motornya Faris."

"Lu ga bisa ngendarain motor ya? Sama Faris dibonceng, sama gua kemana-mana juga dibonceng. Dimana eksistensi lu sebagai laki-laki?" Ledek Rama.

"Di selangkangan!! Komen bae lu. Namanya motor orang, kalo sampe jatoh kan riweuh di gua. Lanjut dulu ini, hah!

"Rumahnya Witri itu di Puri Gading, Villa Tampak Siring. Bukan pertama kalinya gua datang ke rumahnya witri--- bukan pas mati lampu juga yee. Rumah yang bagus, yaa... cukuplah nge buat lu jadi insecure mah--- ga ada pager soalannya.

"Wiih kek istana yak rumahnya? Minta makan ga lu disana?" Selidik Rama.

"Ya ga kek istana juga si, kan ga pake pager. Tapi gua di kasih motor sama witri waktu itu.

"Buset, seriusan itu?!"

"Hahaha kaga lah, gua yang nyetir motornya Witri maksudnya, makanya di kasih ke gua motornya. Nah Witri nya jadi dibonceng Faris. Wajarlah, masa udah ada laki-laki masih aja wanita yang disuruh nyetir."

"Eleeh, emang wajar juga lah, kan Faris sama Witri mau berduaan. Kek nya mereka berdua jarang ketemu ya?"

"Mana gua tau, gua aja baru main bareng lagi waktu itu."

"Wailah, cembokir(cemburu) ae lu sama Faris? Hahahaha." Ejek Rama.

"Hahaha. Iyaa euy sedikit mah, selebihnya yaa bahagia.

"Abis muter-muter ngendarain motor, kita bertiga berhenti dulu di Mcd Jalan Raya Hankam.

"Dimana dah itu?"

"Itu cok sebelahnya pom tempat tadi kita ngisi bensin."

"Ooh."

"Maunya gua pesen semua itu menu. Eeh, pas ngecek kantong, mengurungkan mau jadinya."

"Udah napa, kalo emang kantong lu kantong warkop, ga usah banyak gaya. Ga tinggi-tinggi badan lu nanti, kebanyakan tekanan sih, kan ada tuh rumus tekanan."

"Eek lah. Akhirnya gua cuma pesen burger, Witri dan Faris pesen menu yang sama kalo ga salah yang berarti bener.

"Tiba-tiba hujan deras euy waktu itu. Sesekali bergurau, seringkali nya gua ngerasa canggung, tau dah kenapa--- takut ditanyain amal perbuatan kali ya.
Waktu itu juga, gua mau cerita tentang semua kegiatan hebat yang ada di Akademi Menara Pemuda, mulai dari semua fasilitas hebat yang ada disana, pelajaran yang ga diajarkan disekolah lain yaitu jurnalistik, tapi yaa gitu kebanyakan jaim gua mah dulu.
Atau mungkin gua lebih asik menikmati kebahagiaan mereka berdua yak? Pokoknya waktu itu rasa seneng juga ngeliat mereka berdua saling berbincang."

"Emang bener lu yak. Sebagai pelengkap yang meski tanpa lu, semua juga bisa lebih ceria." Sahut Rama.

"Hahaha"
Kan sudah dijelaskan di Prologue.

"Nah, makanan kita udah habis tuh dari tadi, cuma di luar masih lumayan deres hujan nya. Jadilah kita nunggu beberapa menit lagi, dan lagi dengan berbincang waktu berlalu, paling cuma sedikit gurauan spontan yang terucap. Lebih sering diamnya gua dan bahagia tampak di raut wajah mereka.

"Selang lima belas menit kemudian, hujan mereda berganti gerimis. Tapi berhubung udah mulai sore, kita maksa pulang. Langsung aja kita menuju parkiran, untungnya di motor Faris ada mantel hujan--- buat satu orang---, dan ada juga jas hujan ponco. Tapi tiba-tiba Witri malah nawarin ke gua jaketnya, 'nih rif, pake jaket aku aja' gitu katanya"

"Hahaha, bener bener lu rif." Tawa Rama, mengerti maksudku.

"Gua tolak aja, ga muat soalnya. Jadinya gua pake mantel hujan nya Faris aja, mereka pake yang jas hujan ponco.

"Langsung lah kita gas motornya, motor yang dikendarain Faris dan Witri di depan, gua di belakang. Baru sebentar motor kita bergerak, hujannya malah makin deres. Tapi gua nikmatin, malah gua buka tudung mantelnya, biar kepala disiram air hujan."

"Mau masuk anjing ya lu? Orang mah maunya masuk surga, gimana dah lu?"

"Tapi tenanglah yang gua rasa ram. Tenang dengan tetesan hujannya, tenang juga yang tiba-tiba muncul karena gua udah bisa langsung liat keseluruhan faktanya, mereka benar-benar saling cinta.

"Bukan, bukan karena gua ga mau pertemanan hancur cok. Karena gua emang sadar aja, mereka benar-benar cocok. Dan gua juga seneng bisa merasakan satu moral yang orang lain banyak rasakan."

"Terus sekarang gimana rasa lu ke Witri? Masih suka?" Selidik Rama.

"Bahagia, bahagia karena gua bisa kenal sama Witri, bahagia juga karena gua bisa merasakan moral itu. Dan lebih bahagia lagi bahwa gua tau mereka berdua masih ada di Bumi. Udah gitu."

"Oooh."

"Asw lah."

Yaa memang benar itu adanya, apakah aku sesali? Kubilang jelas tidak, karena itulah remaja. Suka, duka dan pasti bahagia adalah sewajarnya remaja, adalah aku didalamnya.

Inilah hidup. Dan sungguh kulantangkan, berkarya lah wahai remaja, berkaryalah wahai yang hidup di dunia sebelum ajal tiba menjemput nyawa.

"Beli gorengan dulu rif, sekalian ngopi."

"Skuut lah."

CerPen(g)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang