#PerempuandanKenangan
#Bab6
Cinta itu layaknya angin,
aku tidak bisa melihatnya, tapi bisa merasakannya.
~Nicholas Sparck~Sebelum pulang, aku sengaja mengajak Ibu menikmati sate Madura dan air kelapa muda—favorit kami—di kaki lima depan stasiun.
“Ra, Ibu dengar dari Putra, Karim belum menikah. Coba kamu ke rumahnya, lihat keadaan ibunya. Semoga melalui ibunya kalian bisa berjodoh,” ujar Ibu setelah menandaskan air kelapa mudanya.Seolah sehati, tadi malam aku terkenang Bang Karim, siang ini giliran Ibu yang teringat padanya. Namun, aku tidak memiliki harapan setinggi Ibu, menjadikan Bang Karim sebagai suami.
“Kamu, kok diam aja? Tidak apa-apa sesekali perempuan mengambil langkah, namanya juga usaha. Kamu harus ingat, umurmu bukan lagi anak remaja.”
“Bu, beginikah rasanya Rian saat Rara dulu memutuskan hubungan dengannya? Rara merasa telah mendapat karma. Arya meninggalkan Rara dan patah hati sampai sekarang.” Terkenang akan luka hati, tiap kali Ibu membahas tentang jodoh untukku.
Dulu, dengan kejam kukatakan pada Rian bahwa aku tidak lagi mencintainya, aku mencintai Arya. Rian memohon agar aku tidak mengakhiri hubungan kami, tetapi aku tetap dengan keputusanku. Aku tidak bisa bersama dengan orang yang tidak kucintai, bahkan aku tidak ingin menemuinya sebelum berangkat menjadi TKI ke Malaysia.Ibu menatap penuh iba. “Bersyukurlah jika memang kamu mendapatkan balasannya sekarang, daripada setelah menikah, itu akan lebih menyakitkan.”
Aku terdiam cukup lama, mencoba merenungkan apa yang Ibu ucapkan.
“Menikah tanpa restu orangtua penuh resiko. Mertuamu bisa saja dengan segala cara menghancurkan pernikahan kalian, apalagi jika cintanya setengah-setengah. Cinta itu bisa berubah. Mungkin sekarang kamu masih mencintai Arya, tetapi jika nanti kamu temukan lelaki yang lebih baik, cintamu padanya akan sirna.” Ibu menggenggam jemariku.
Aku mengerti, Ibu mengatakan apa yang menjadi pengalamannya. Dalam hukum negara, Ibu masih sah menjadi istri Bapak. Dulu, Ibu bersikeras mempertahankan rumah tangganya—rela dimadu—beralaskan cinta. Namun, setelah aku dan Putra beranjak remaja, cinta itu sirna. Bagaimana tidak, Bapak hanya pulang seminggu sekali, seolah-olah Ibu yang menjadi istri kedua.
“Hidup tidak bisa hanya bermodalkan cinta. Banyak kebutuhan yang harus dipenuhi dengan materi. Jika Ibu melepas bapakmu sekarang, pengorbanan Ibu selama enam belas tahun pernikahan akan sia-sia. Kalian akan kehilangan hak sebagai anak. Bapakmu akan lepas tangan dalam menghidupi kalian. Jalan hidup kalian masih panjang, terutama Firman.”
Masih jelas dalam ingatanku, bagaimana sendunya Ibu mengatakan itu semua saat aku bertanya mengapa Ibu masih bertahan tiap kali Bapak pulang dalam keadaan marah, bahkan main tangan.Saat itu aku masih memakai pakaian putih abu-abu. Bapak seolah ingin lepas tangan akan kehidupan kami. Bapak berang mengapa Ibu bisa kecolongan—hamil Firman. Aku pun tak luput dari sasaran amarahnya jika membela Ibu. Dianggap melawan, pipi ini pernah merasakan cap tangannya, bahkan hingga membuat anting-antingku lepas. Pernah juga gelas berisi teh manis panas dilemparkan mengenai kakiku.
Keadaan rumah menjadi kacau, hingga mengubahku menjadi seorang introvert. Bahkan, aku sampai mengabaikan Rayyancinta pertamaku. Walau berbeda sekolah, tetapi aku tak punya muka untuk terus menjalin cinta dengannya. Itu semua karena Bapak pergi meninggalkan kami. Bapak tak pernah lagi ke rumah. Datang sebulan sekali, hanya untuk mengantarkan sebagian gajinya karena sebagian lagi digunakan untuk istri muda. Untuk memenuhi kebutuhan lainnya, Ibu harus berjualan gorengan sambil memomong Firman.
“Hampir semua jalan di kota ini pernah Rara lalui bersama Arya. Arya beberapa kali mengantar Rara ke stasiun.” Pandanganku menerawang jauh ke jalanan.
“Kalau tinggal di kota terasa berat, kamu pulang saja ikut Ibu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan dan Kenangan
Romance"Aku tidak punya alasan mencintai, seperti kayu habis dibakar api atau daun yang jatuh oleh angin. Aku hanya tahu bahwa saat ini aku mencintaimu dengan sepenuh jiwa, jiwa yang terluka." Kinara Larasati mencintai dan menganggap Arya Alvaro adalah jod...