" Hah, kamu itu bisa saja Ga, balik sana " Perintah Pak Bagas, selaku pengawas kami di hari itu, pria muda itu lantas menggelengkan kepala lalu mendekat kearah kami
" Cuma gara-gara kamu ini, tungku ku hancur " Lanjutnya, aku hanya tersenyum menanggapi karena pria itupun melakukan hal yang sama, tanganku dan tangan Dirga masih sama-sama memegangi karung tempat bahan kami kemas
" Kasihan Pak, itu numpuk banyak kerjaannya " Sela Dirga masih nekat membantuku, membuat Pak Bagas berdecak beberapa kali sambil menggelengkan kepala resah.
" Kamu ini, bisa saja modusnya, sudah balik sana " Ucap pria itu kembali, detik berikutnya dia lantas memandang ke arah ku, lalu berkata
" Kamu suruh Dirga pergi Der " Aku mengangguk, ku tatap mata lelaki di depanku itu teduh, aku tersenyum manis, dia pun melakukan hal yang sama, lalu aku berkata
" Pergi Mas " Ucapku dengan senyum dan nada lembut, membuat lelaki itu semakin mengembangkan senyumnya lantas menggeleng. Pak Bagas berdecak kencang, lalu merebut karung yang masih sama-sama kami pegang
" Hah, kamu ngusirnya begitu ya semakin betah dia Der " Mendengar itu, kami sama-sama tertawa renyah, di tambah aku harus melihat ekspresi kesal bercampur tidak tahu lagi harus berbuat apa yang di tunjukkan Pak Bagas, semakin membuatku tidak dapat lagi menyembunyikan tawa
" Sudah sana, kembali ke mesin, Dera juga biasa kerja sendiri " Kembali pinta Pak Bagas, lelaki itu akhirnya menuruti permintaan atasan kami, bersamaan keduanya melangkah meninggalkan ku.
Setelah bayang mereka hilang di balik mesin, aku kembali melihat ke arah pekerjaanku, bibirku menyungging senyum puas, bagaimana tidak? Dirga bahkan hampir tidak menyisakan pekerjaan apapun untuk ku. Aku lantas membersihkan sisa-sisa pekerjaan kami, tidak lama setelahnya Lutfi datang, mata gadis itu tidak lepas dari memandang mesin kami
" Kenapa Lut? " Tanyaku, gadis itu menggeleng lantas duduk di sampingku, masih sibuk dengan makanan ringan yang di bawanya dari kantin, matanya masih belum beralih dari semua pekerjaan yang telah ku lakukan
" Sendiri? " Tanyanya padaku, aku menggeleng cepat, hanya ingin jujur, memang aku tidak melakukan semua pekerjaan ini sendiri
" Tadi mas Dirga kesini bantu aku, dan hampir semua dia yang ker_
" Oh pantesan, babi memang itu orang, aku saja enggak pernah di bantu, kamu di bantu sampai bersih begini " Cerocosnya tidak terima, gadis itu berdecak beberapa kali, menggelengkan kepala, dan berkacak pinggang sambip terus memandangi hasil kerjaku
" Kurang ajar memang itu si Dirga " Tambahnya, mengarahkan jari-jarinya pada tempat Dirga berada sekarang. Aku menghela nafas lantas mendekati gadis itu
" Sudahlah Lut, yang penting kan dia bantu pekerjaan kita " Gadis itu justru membalas ucapanku dengan memutar bola matanya, lantas menjauh dari posisiku
" Tetap saja yang di bantu cuma kamu " Tandasnya lagi, aku mendengus malas mendengar celotehan gadis itu, pada akhirnya aku memilih untuk diam, dan kembali melanjutkan pekerjaanku
" Kenapa itu muka kusut Lut? " Tanya seorang gadis yang tiba-tiba saja datang dari arah depan, Tiana dengan senyum lebarnya, dia melambai padaku, ku jawab dengan lambaian tangan ku, gadis itu lantas menghampiri Lutfi, yang masih tampak kesal
" Itu si Dirga menyebalkan, pantas aku tiba di sini itu semua sudah rapi, ternyata semua pekerjaan Dera dia yang bantu " Adu gadis itu pada Tiana, keduanya lantas memandang kearah ku
" Dirga suka sama kamu Der, aku yakin " Respon Tiana, membuatku membulatkan mata, kenapa gadis itu langsung berpikir seperti itu, aku saja menganggap semua ini wajar, toh Dirga memang kerap membantu pekerja lain
KAMU SEDANG MEMBACA
DESEMBER
Romance( True Story) Hina saya dengan kata apa saja, karena yang di ciptakan untuk saya selamanya akan menjadi milik saya. Desember punya cerita tentang cinta dan perjuangan, seribu hina yang kemudian menjadi liku indah.