▪40

6.7K 711 159
                                    

Taehyung dibawa ke rumah sakit pada akhirnya. Setelah beberapa jam, Taehyung masih belum sadar, namun dokter bilang; Taehyung tidak apa-apa, hanya saja dia dalam kondisi anemia berat.

Walaupun dokter tersebut bilang tidak apa-apa, tetap saja rasanya Jeongguk panik. Lambat laun mulai mengerti alasan kenapa akhir-akhir ini Taehyung seolah kehilangan tenaganya. Selain anemia itu, rupanya jumlah trombosit dan hemoglobin Taehyung lumayan rendah. Dirinya juga memiliki tekanan darah rendah, hanya sekitar 90/70 dalam keadaan normal.

"Gue nggak tau Taehyung punya anemia," gumam Jeongguk. Ada dirinya dan Jimin di ruangan itu.

"Dia emang punya anemia sejak dulu, tapi anemianya ringan, nggak sampai bikin pingsan. Paling banter cuma dia cepet capek, tapi udah nggak papa lagi," Jimin berdecak pelan, menaruh satu kantung plastik berisi lima buah buavita jambu, "sekalinya kambuh begini, udah sampai anemia berat. Heran gue."

"Dia mesti minum obat tambah teratur?"

"Dulu sih enggak terlalu, tapi kalau kondisinya begini, mau nggak mau kudu minum."

Keduanya kemudian menatap Taehyung yang masih entah tertidur atau pingsan, tidak tahu kapan bangunnya. Ada keheningan sunyi di antara keduanya sampai Jimin ikut menarik kursi, sehingga ia dan Jeongguk kini duduk di sisi kiri dan kanan Taehyung yang masih menutup mata. Dadanya baik turun teratur walaupun wajahnya masih agak pucat. Sepertinya pingsan, karena Taehyung tidak pernah susah untuk terbangun.

"Jadi, lo berdua gimana?"

Jeongguk menoleh cepat ke arah Jimin, sebelah alisnya naik, "Maksudnya?"

"Lo sama Taehyung, hubungan kalian gimana?"

Jeongguk mengerutkan kening, "Ya gitu-gitu aja, emangnya Taehyung nggak cerita?"

"Cerita sih," Jimin bersandar, menatap lurus Taehyung, "tapi lo gimana?"

"Gue?" Jeongguk mengulang, ia sebenarnya tahu maksud Jimin apa namun entah kenapa rasanya seperti bodoh seketika sehingga ia mengulang saja apa yang dibilang Jimin. "Emang gue kenapa?"

"Sampai kapan lo bertahan sesabar itu? Sampai kapan lo mau nunggui Taehyung? Dia udah bilang apa aja sama lo?"

Nada Jimin terdengar... aneh. Jeongguk sama sekali tidak mengerti kenapa Jimin menanyakan hal ini. Dia terlihat pasrah dan waspada, tatapan matanya terlihat sedih, agak miris. Jeongguk pikir awalnya Jimin cemburu, mungkin dia tidak rela Taehyung bersamanya, mungkin dia sebenarnya ada rasa pada Taehyung dan banyak sekali mungkin-mungkin lainnya yang menyebabkan Jeongguk sakit kepala.

Lalu kemudian, teman sekamar Taehyung tahun lalu itu terkekeh pelan, seolah mengetahui alasan kenapa Jeongguk membisu.

"Gue... sebenernya gue nggak tega sama lo. Gue mau cerita, tapi gue ngerasa nggak pantes gue dahuluin dia yang bahkan belum bilang apa-apa ke lo. Makanya gue nanya dia cerita apa aja sama lo." Lengkungan di mata Jimin terlihat, senyum itu murni, sorotnya tulus khawatir, "tiap orang punya batas, Jeongguk. Gue tau lo tulus banget sama Taehyung, gue tau lo sesayang apa sama dia tapi lo juga manusia. Lo bisa cape, lo bisa muak. Jadi, biar gue tanya sekali lagi, dia cerita apa tentang dirinya sendiri ke elo?"

Jeongguk masih terdiam, berusaha mengingat namun tetap membisu. Seolah pertanyaan Jimin menusuk tepat dimana terasa sakit, dimana terasa hampa, dimana terasa kosong. Ia menatap Jimin, keraguan yang berusaha ia tekan itu lantas naik ke permukaan, kembali membayanginya sampai tenggorokannya tercekat.

Ia sayang Taehyung, namun Jimin benar, sampai kapan? Walaupun terkonfirmasi, namun mereka masih membangun benteng masing-masing.

Terutama Taehyung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

asramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang