Marcapada Parahyangan

462 56 20
                                    

Halo! Untuk mengiringi chapter kali ini Nadin bawa sebuah lagu bertajuk Mother How Are You Today yang dibawakan oleh Kak Ratna Listy❤ beliau memiliki suara yang indah😭❤

Terima kasih banyak.

Selamat membaca teman-teman. Maaf jika ada kesalahan.❤

-

Tahu tidak? Hari ini hari Sabtu. Sabtu yang amat cerah sekali sebab mentari yang tengah mengangkasa rendah sedang luput ditutupi selimut awan yang lembut. Kebetulan sekolah Bas, Jengga dan Indra hari ini libur jadi bebas sesuka hati untuk menyanyi di sebuah taman musik di daerah Bandung. Mereka berangkat dari Cimahi sekitaran pukul enam lebih. Nah, arloji di tangan baru saja menunjuk pukul tujuh kurang lima belas menit waktu setempat. Mereka masuk gerbang tol Baros, jadi memakan waktu perjalanan sedikit lebih cepat, pun sebab berangkat agak pagi jadi bisa sedikit menghindar dari kemacetan yang mengular. Pasalnya ini akhir pekan.

Jika ada yang menanyai soal Lunara, ia kebetulan baru saja lulus.
Selisih umurnya setahun dengan Jengga-Bas, dan beda dua tahun dengan Indra.

Mobil sedan yang dikemudikan sopir keluarga Bestari bergerak khidmat melintasi jalanan yang menjari. Indra duduk di samping kursi pengemudi. Sementara di kursi belakang disesaki oleh Bas-Jengga-Nara. Di dalam mobil suasana riuh sekali. Jenggala ngomel-ngomel sebab sedari awal kendaraan tersebut melaju, Bas tak berhenti mengganggunya.

Hari ini Jengga tak begitu bersemangat menanggapi lelucon yang dilontarkan Baskara. Ketika Lunara menawarinya sekeping biskuit pun Jengga menolak dengan halus. Indra sedang tenggelam dalam atensi bersama dengan ponsel pintar miliknya. Situasi dalam perut mobil memang terbilang cukup ramai.

Akan tetapi dalam kepala sang pemuda bernama Jengga begitu lain, ribut diisi oleh ujaran kebencian Arka yang berlarian tak kenal lelah.

"Jangan langkahkan kaki kotormu ke rumahku lagi! Pergi jauh-jauh dari Syakira dan Kisan, bajingan."

Denyutan nyeri kembali berkelindan menyusuri perasaannya yang sudah carut marut tak berbentuk.

Jenggala begitu merutuki pertemuannya dengan Arkais kemarin.

Jalan Bali mereka lewati sekarang. Pepohonan rimbun yang tumbuh besar di sisian jalan beraspal bertumbuh kukuh dengan daun-daun hijau muda yang melambai syahdu kala angin pagi menggoda mereka tak pakai basa-basi. Pagar-pagar hitam dan sebuah gedung sekolah mencengkram tanah dengan gagah. Mobil sedan itu berbelok ke arah kanan.

Pemberhentian terakhir mereka telah sampai.

Selanjutnya, supir Indra pamit untuk kembali ke Cimahi. Indra katanya mau main di apartemen Nara, jadi jemputnya nanti saja.

Baskara bilang sinar surya cukup hangat pagi ini, ia bersin-bersin beberapa kali. Pemuda itu sedikit melupakan rasa nyeri dan malu saat terperosok di kursi kala fajar tadi. Diikuti oleh Indra dan Nara, Bas membuka bagasi mobil dan mengangkut sebuah tas gitar, satu perangkat pianika, beberapa perlengkapan pelengkap lain, pula sebadan biola yang dilengkapi sebilah bow yang begitu ramping. Jenggala turun dari mobil, ia memungut dua buah baroque recorder berwarna putih gading dari bagasi. Jengga juga ikut membantu membawakan beberapa kursi lipat untuk diletakkan di dekat patung gitar berukuran besar dengan warna merah yang sangat semarak.

Taman hanya diisi beberapa orang yang sedang duduk bersantai pun hanya untuk mengonsumsi beberapa sekon untuk bercengkrama dengan orang tersayang.

"Jangan terlalu terbebani," gumam Lunara telanjur bicara mendristraksi kegiatan Jengga yang tengah menyusun kursi. "Kita datang untuk melepas beban. Menyanyilah sampai kamu puas. Baik aku, Indra, dan Bas paham betul bahwa lagu yang akan kita bagi hari ini adalah lagu kesukaan kamu. Mari, untuk kita semua, buat sebentar aja, buang beban-beban yang selama ini memberati hati."

--MoonStar--Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang