Sakit

1K 83 36
                                    

Selamat datang kembali teman-teman!
Selamat menikmati lagu yang tertera di multimedia❤ Selamat membaca❤

Kak Tami Aulia-Sebelum Cahaya (diciptakan serta dipopulerkan oleh Letto)

-

-Sebuah kata-kata yang diuntai Jengga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-
Sebuah kata-kata yang diuntai Jengga. Di atas secarik kertas warna ia menulis segalanya. Atas harapan, barangkali kilasan ingatan yang membuatnya didera ketidakberdayaan.

Berjudul Padang Tandus, ditemukan di antara hamparan bangau-bangau kertas yang jumlahnya ada seribu.

Delapan penjuru mata angin menderu membisiki hatimu, katanya, tak apa.
Ukiran pualam berkata: bersama tak seharusnya satu, kita hanya bisa menunggu nasib baik datang menjemput.

Utopis, kata semesta. Delusi.
Daksa yang tersekap bentala bersiul menggoda. Kemudian sekedipan mata kita kembali dipertemukan, bukan dalam sebuah kefanaan, tetapi: di padang tandus tempat jiwa yang telah hidup mengundi nasib.

Kita kembali dipertemukan.

Namun, dalam sebuah nelangsa yang euforianya tak lagi semangat dan semarak.

Malaikat lantas mengetuk pintu, sebuah bingkisan pos datang tanpa kabar dahulu.

Sesuatu menera dengan gamang dan malu-malu, di sebuah perjamuan ia berkata, "Pergilah tidur, aku akan menunggu ... di sampingmu."

-

Pukul lima pagi Damara dibangunkan dengan sebuah panggilan telepon yang meraung-raung. Ia tengah berbaring di kasurnya dengan sebuah lilitan erat dari selimut.

Dari semalam ia demam.

Damara mengerang, ia menyibak selimutnya dengan lemas. Tubuhnya tak kunjung baikan padahal sebelum tidur ia sudah minum obat. Damara terbiasa mengurus diri sendiri saat sakit begini, tapi rasa-rasanya sekarang begitu merepotkan mengurusi diri tanpa bantuan orang lain.

Ponselnya terus berdering tak henti.

Butuh waktu baginya untuk bangkit dari kasur untuk sekadar duduk dan mengembalikan kesadarannya yang masih melayang separuh. Saat berdiri matanya tiba-tiba gelap, tangannya mesti harus mencari pegangan agar tidak ambruk.

Hajatnya untuk makan pun ia abaikan sejak kemarin.

Rasanya begitu pusing dan panas. Matanya begitu berat. Tubuh Damara linu di sana-sini.

Meja belajar yang terletak di pojok ruangan terasa begitu jauh bak tempat tak terjangkau di luar galaksi. Segalanya nampak lebih berat dan besar, dengan perjuangan yang tak sedikit pada akhirnya jemari Damara yang bergetar dapat menyentuh ponsel si biang keladi yang menginterupsi istirahatnya pagi ini.

Nama Syakira tertera di layar.

Ada tujuh panggilan tak terjawab di kolom notifikasi. Tanpa banyak membuang waktu lagi Damara mengangkat telepon tersebut secepatnya.

--MoonStar--Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang