01: Cincin di Jari Manisku

156 26 127
                                    

Bismillah

Luasnya padang rumput kali ini terlihat begitu menawan. Dekorasi berdominan warna peach menghiasi setiap incinya. Kursi dengan pembungkus bewarna sama juga berjejer rapi di sekeliling tempat ini. Bunga tulip bewarna peach yang sedang mekar, menjadi destinasi utama bagi para tamu undangan untuk mencuci mata.

Sungguh indah. Sebuah acara pertunangan yang romantis dan mewah akan segara dilaksanakan. Tak heran, karena laki-laki yang kelak akan menjadi mempelai pria adalah pewaris satu-satunya dari keluarga Alsheiraz—salah satu crazy rich di kotanya.

Namanya Saddam Alsheiraz, lelaki yang telah menjatuhkan hati kepada teman seorganisasinya semasa SMA, akhirnya berani untuk mempersunting kekasih hatinya. Perasaannya bahagia, senyum yang jarang ia tampilkan, kali ini seakan tidak akan pernah pudar.

Di tempat lain. Tampak seorang gadis berambut blonde, duduk di hadapan cermin besar yang menampilkan penampilannya kali ini. Tangan kanannya merabah surai panjangnya yang diikat dan dililit, serta ditambahkan headpiece dengan perlahan. Senyumnya merekah, membuat parasnya yang sudah cantik itu terlihat lebih manis.

"Aku sudah cantik 'kan?" tanyanya pada tukang rias yang tengah merapikan peralatan.

"Sudah kubilang berkali-kali, Riley Arabelle Efigenia adalah gadis tercantik hari ini dan seterusnya," jawab si tukang rias.

Riley terkekeh mendengar jawaban dari tukang riasnya. Dia berdiri, membalikkan badannya, kepalanya berputar sedikit ke belakang untuk melihat gaun bagian belakangnya dari cermin.

"Ini indah sekali," gumamnya.

"Gaunnya indah, yang memakai juga cantik. Itu sempurna," puji si tukang rias. Entah, sudah berapa kali pujian itu Riley dengar.

"Kamu ini, berlebihan sekali. Tapi terima kasih," balas Riley.

Riley berjalan menuju ke ranjangnya, di atas sana, tergeletak sebuah buket bunga tulip bewarna peach favoritnya. Gadis bergaun bak princess dalam negeri dongeng itu mengambil buket bunganya, lalu menggenggamnya.

Suara ketukan dari pintu kamarnya, membuat perhatiannya teralih. Riley membuka pintu kamarnya, mendapati Felysia—ibu Riley—berdiri di balik pintunya.

"Cantik sekali. Ayo, kita pasti sudah ditunggu," ajak Felysia. Tangannya mengulur untuk disambut oleh Riley.

Riley tersenyum tipis. Ia menyambut uluran tangan ibunya, lantas berjalan bergandengan keluar rumah. Keduanya memasuki mobil yang akan membawa mereka ke tempat acara.

✿•✿•✿

Cincin tunangan telah tersemat di jari manis sebelah kiri tangan Riley. Sebagai tanda cinta, dan bahwa dirinya sudah terikat dengan seorang pria yang akan menjadi suaminya satu bulan lagi. Riley menatap lama jari manisnya, cincin emas putih dengan berlian itu terlihat indah baginya.

"Makasih, ya?" tuturnya pada Saddam yang berdiri di sebelahnya.

Saddam tersenyum tipis menatap kekasihnya, dia mengangguk, tangannya membelai surai Riley yang masih rapi setelah melewati satu jam berada di tempat ini. "Sama-sama," jawab Saddam.

Riley terkunci, tatapan mata Saddam adalah satu-satunya yang mampu membuat perhatian Riley tak dapat teralih.

✿•✿•✿

PEACH [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang