Delapan....

1.6K 78 34
                                    

Happy reading...

Viana's Pov

Aku merasakan pergerakan kecil dari tangan seseorang yang melingkar sempurna di perut ku. Seseorang yang kini tengah memeluk ku dari belakang dengan sangat posesif yang tak lain adalah wanita yang sangat aku cintai. Dia bergerak kian mendekat menghapus jarak diantara kami berdua setelahnya meletakkan dagunya di ceruk leherku.

Sebenarnya aku sudah terbangun sejak merasakan pergerakan tangannya namun aku memilih diam dan menikmati pelukannya. Wanita ku mulai menggesekan hidungnya di sekitar leherku dan mati-matian aku menahan diri supaya tidak mendesah karena perbuatannya.

Dee : " Aku mencintaimu, sungguh aku teramat sangat mencintaimu Wanita ku. Meminta mu kepada Tuhan agar kembali dan terus berada di sisiku adalah hal wajib yang selalu ku sebut dalam doa ku. Jangan pernah pergi dari hidupku, ku mohon tetap disini apapun yang terjadi..."

Dia adalah tipe orang dengan gengsi yang tinggi, bukankah aku sudah terlalu sering mengatakannya??? Namun memang seperti itulah dia dan aku benar-benar mencintainya. Dia masih bergerak memberikan ciuman-ciuman ringan di leher hingga pundak ku. Sungguh aku tak bisa menahan diri ku lebih lama lagi jika seperti ini. Jadi aku memutuskan untuk kembali menutup mata dan pura-pura tidur sambil mengubah posisi ku menghadap kearahnya.

Tangan wanita di hadapan ku ini bergerak mengusap pelan pipi ku. Meski dengan mata tertutup aku bisa merasakan bahwa kini dia tengah memperhatikan wajah ku dengan senyum manis yang terukir di bibirnya. Aku membiarkan dia menikmati keindahan yang Tuhan berikan dalam wajah ku. Ahh lebih tepatnya aku sedang menikmati sentuhan lembut seseorang yang teramat sangat aku rindukan tiga tahun terakhir ini.

Dee : " Apakah butuh waktu begitu lama untukmu meyakinkan diri bahwa aku masih menjadi penghuni tetap di hati mu??? Apakah kamu membutuhkan waktu begitu lama hanya untuk membuktikan bahwa cinta itu masih menjadi milik ku???"

Aku masih bungkam meski ada bagian dalam diri ku merasakan perih saat mendengar kalimat tersebut. Ada rasa sesak yang tiba-tiba saja menghantam dadaku karena nada sendu dalam kalimatnya barusan. Tidak tentu saja aku tak membutuhkan waktu selama tiga tahun hanya untuk membuktikan hal itu. Dia jelas tau bahwa dialah satu-satunya orang yang menjadi pemilik hati ku.

Bahkan seharusnya dia tau bahwa meski hanya tak bertemu sesaat saja dia masih selalu mampu membuat rasa rindu itu memberontak. Seharusnya dia tau bahwa aku sudah memberikan seluruh cinta yang aku miliki hanya untuk dia dan tak ada sedikit pun rasa cinta yang tersisa untuk orang lain. Seharusnya dia tau bahwa dia adalah yang terpenting dari semua hal yang aku miliki. Dia adalah segalanya untuk ku, dia adalah alasan segala bentuk bahagia ku.

Dee : " Apa kamu tak pernah jatuh cinta dengan pria yang menyandang status sebagai suami mu??? Apakah kamu bahagia menjalin hubungan dengan pria itu??? Apakah dia berhasil mengambil rasa cinta yang dulu adalah milik ku??? Ada begitu banyak hal yang teramat sangat ingin aku tanyakan saat sebelum aku bertemu dengan mu. Namun saat aku bisa menatap wajah mu lagi semua pertanyaan itu menguap dan terganti dengan perasaan bahagia ku."

Jari telunjuknya bergerak menelusuri setiap lekuk wajah ku, mulai dari mata, hidung dan berakhir di bibir. Sentuhan lembut yang terasa penuh kerinduan. Ahhh Tuhan aku benar-benar mencintainya. Maafkan aku tapi sungguh satu kali seumur hidupku, aku ingin egois dalam memiliki wanita ini. Bolehkah aku menjadikan dia milik ku lagi disaat status kami sama-sama seorang istri.

Dee : "Aku terlalu takut menanyakannya secara langsung kepada mu. Bukan karena aku tak ingin hanya saja aku tak pernah siap untuk merasakan patah hati setelah mendengar jawaban mu. Yang harus kamu tau bahkan hingga detik ini perasaan cinta ku masih menjadi kepunyaan mu"

Aku sudah tidak tahan untuk terus bungkam saat rasanya hati ku seperti di remas secara perlahan. Aku tak ingin dia terus berfikir hal semacam itu. Aku tak ingin membuat dia menerka sesuatu tanpa pernah tau kebenaran di baliknya. Jadi aku memutuskan untuk menjawab pertanyaan yang dia lontarkan tadi tanpa membuka mata ku terlebih dahulu. Namun setelahnya secara perlahan aku membuka mata dan menatap dalam manik mata yang selalu aku sukai sejak dulu.

Viana : " Jika kamu menanyakan perihal kebahagiaan tentu aku merasa bahagia memiliki sebuah keluarga kecil sekarang."

Dee's Pov

Saat aku masih sibuk meneliti setiap lekuk wajah Wanita di hadapan ku ini. Tiba-tiba saja dia membuka suara menjawab pertanyaan yang ku pikir dia tidak akan mendengarnya. Ada rasa sesak yang seketika menghantam ku saat tau jawaban dari pertanyaan ku. Matanya masih terpejam namun secara perlahan mata itu menatap kedalam mata ku dengan sorot mata yang tak dapat aku artikan.

Viana : " Jika kamu menanyakan perihal kebahagiaan tentu aku merasa bahagia memiliki sebuah keluarga kecil sekarang."

Mata ku memanas, nafas ku tersengal merasakan rasa sakit yang seolah mencekik ku secara perlahan. Jawaban yang tak pernah ingin aku dengar nyatanya lolos begitu saja dari bibir Wanita yang sangat aku cintai ini. Tolong siapapun bangunkan aku jika ini semua hanyalah mimpi buruk. Aku berharap yang aku dengar barusan hanya mimpi buruk dan bukan sebuah kenyataan. Aku membeku di tempat ku tanpa bisa melakukan apapun lagi.

Viana : " Dia pria yang baik, bertanggung jawab dan memiliki cinta yang begitu besar kepada ku. Bagaimana aku tidak bahagia jika mendapatkan seseorang yang sesempurna dia di dalam hidupku."

Aku ingin beranjak namun tangannya menahan ku dan matanya masih terus fokus menatap ke arah ku. Aku tak tau arti dari tatapan matanya. Namun dari mata itu aku melihat cinta dan juga kerinduan. Aku bingung harus bereaksi seperti apa jadi aku memilih untuk tetap diam.

Viana : " Dia pria sempurna namun kesempurnaannya belum cukup mampu membuat ku jatuh cinta kepadanya. Dia tak pernah cukup mampu mengambil alih rasa cinta ku yang adalah milik kepunyaan mu. Aku menyayanginya tentu saja namun perasaan itu tak pernah bisa membuat ku jatuh cinta barang sejenak saja kepadanya. Aku bahagia namun bahagia ku belum lengkap karena bahagia ku yang sesungguhnya adalah membersamai mu."
Dee : " Jangan membuat ku bingung dengan sikap mu yang seperti ini."
Viana : " Aku masih orang yang sama, perasaan itu masih tetap sama dan akan terus seperti itu sampai kesudahannya."
Dee : " Lalu kenapa kamu butuh waktu tiga tahun baru kita bertemu??? Apakah begitu sulit bagimu untuk meyakinkan bahwa perasaan itu masih milik ku??? Kenapa harus selama ini???"
Viana : " Tidak, bahkan satu detik saja ketika kamu memutuskan pergi hari itu dunia ku serasa hancur. Namun aku terlalu mengenal mu hingga pada akhirnya aku memilih untuk membiarkan mu tenang dan menyadari arti keberadaan ku. Jika dari awal aku terus berusaha menemui mu maka yang terjadi adalah penolakan yang kamu berikan bukan hal seperti sekarang. Pertemuan kita jauh lebih indah daripada sebuah perencanaan."
Dee : " Apa kamu tak pernah punya niat untuk berhenti mencintai ku???"
Viana : " Tentu saja tidak, aku terlalu mencintai mu hingga aku tak pernah berfikir untuk berhenti melakukannya."

Aku terdiam, menatap dalam mata Wanita yang sangat aku rindukan ini. Mata indahnya memancarkan ketulusan dan tak ada keraguan sedikit pun saat dia mengatakan semuanya. Aku masih berusaha mencari kebohongan di sana namun yang terjadi justru aku tersesat pada sorot mata penuh cinta yang dia tunjukkan. Bolehkah kali ini saja aku egois dan menambah kembali dosa ku dengan memiliki dia??? Sungguh aku sangat mencintai dia Tuhan. Ku mohon kali ini ijinkan aku egois untuk membuat dia kembali menjadi milik ku.

Aku bergerak menghapus jarak diantara kami, memeluk tubuh polos Wanita kecintaan ku ini. Untuk kali ini aku akan egois dalam memperjuangkan kebahagiaan ku. Dan untuk kali ini aku akan tetap membersamai dia semampu ku. Dan ku mohon semesta berpihaklah kepada ku. Aku sungguh mencintai dia dengan segala bentuk kesadaran ku.

####### to be continued #######

Semoga menikmati 😉

Author

Rizqia Occta

Wanita Simpanan (GxG) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang