SENJA 1.4

2.3K 295 42
                                    

Jisung trauma. Dia tidak mengerti, tapi saat dirinya membuka mata, yang bisa dia lakukan hanyalah menangis dan menangis hingga tenggorokannya sakit.

Jisung ingin mengatakan bahwa dia takut, bahwa dia terlalu bingung dengan semua kejadian yang menimpanya. Namun kalimat itu tidak juga keluar dari belah bibirnya.

Bahkan ketika beberapa sahabatnya datang berkunjung, Jisung hanya bersikap seperti orang linglung. Matanya yang cantik memancarkan ketakutan kala menatap satu persatu wajah tak asing itu.

Untungnya Hyunjin menjadi salah satu orang yang bisa mengajak Jisung berbicara. Pria manis tersebut mengatakan bahwa semua baik-baik sajaㅡJisung sudah aman.

Maka beberapa hari berikutnya hanya Hyunjin yang datang mengunjungi. Sesekali memang bersama Chan, tetapi pria blasteran itu lebih suka duduk di luar ruangan seraya memainkan ponsel untuk menunggu Hyunjin selesai menjenguk Jisung.

Mungkin Chan masih merasa sedikit menyesal akan sikapnya pada si pria tupai. Ngomong-ngomong Chan sudah berjanji dalam hati untuk tidak mengusik Jisung lagi.

"Hyun,"

"Hm?"

Jisung tak lantas menjawab. Maniknya menatap kosong kearah tangan kirinya yang di gips, "Aku minta maaf."

"Untuk?"

"Karena udah ngerepotin banyak orang."

"Sama sekali enggak Ji." tangan Hyunjin bergerak menangkup jemari sang sahabat seolah meyakinkan, "Aku dan yang lain bakalan selalu ada buat kamu."

Kala itu tangis Jisung tidak bisa dibendung lagi. Matanya sukses menjatuhkan bulir-bulir bening karena rasa sesak di dada yang kian bergejolak.

"Terimakasih."

"Sama-sama. Nah sekarang isitirahat ya, aku sama kak Chan balik dulu. Besok kalau sempat aku bakal jenguk kamu."

"Gimana dengan hubungan kalian?"

"Ah, ituㅡ" Si manis yang memiliki mole dibawah mata tersebut nampak menggaruk tengkuknya sekilas, " ㅡmasih gantung."

"Jangan putus ya. Kalian cocok satu sama lain."

Hyunjin tertawa kecil mendengar ucapan Jisung, "ㅡtergantung yang di atas." candanya kemudian. Hyunjin berdiri dan melambai pelan sebelum membalikkan badan menuju pintu keluar.

Suasana kamar rawat Jisung menjadi hening setelahnya. Bunyi dengung samar dari Air Conditoner  yang menempel di dinding menjadi satu-satunya hal yang menemani Jisung. Ah, dia merasa sangat kesepian.

Ngomong-ngomong soal Minho, ini sudah hari ke-lima semenjak Jisung sadar dari tidur lelapnya. Tidak ada siapapun yang berniat memberitahunya mengenai kabar sang kekasih. Sejujurnya Jisung penasaran, namun dia masih sedikit takut untuk melihat sosok itu.

Bunyi pintu terbuka kemudian mengalihkan atensi si manis. Di ujung sana ada sosok wanita dalam balutan gaun simple bermotif bunga sepanjang mata kaki nampak masuk ke dalam ruangan seraya menenteng sebuah rantang.

"Pagi adek, udah baikan?"

"Pagi juga bunda," Jisung membalas senyum wanita cantik tersebut. Ternyata ibu Minho.

Singkat cerita, beberapa hari yang lalu wanita paruh baya itu buru-buru berangkat ke rumah sakit dimana Minho dan Jisung dilarikan sesaat setelah pihak berwajib menghubungi kediaman keluarga Adskhan.

"Lehernya masih sakit?"

Jisung menggeleng.

"Ma'em ya? bunda suapin. Hari ini bunda masak sayur sop sama ikan goreng."

senja | minsung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang