Hai, selamat malam semuanya. Oya, saat aku menulis ini, di sini sedang hujan deras. Apa di tempatmu juga hujan? Kalau sedang hujan, coba kamu yang lagi berada di rumah pergi ke dapur bikin segelas coklat panas, kopi atau secangkir teh. Apa saja yang penting bisa membuat hatimu tetap hangat. Bagi yang sedang berada di luar rumah, kamu cukup nyari tempat berteduh. Kemudian, kamu bisa menggosok-gosok kedua telapak tanganmu sembari ditiup perlahan.
Lalu, bacalah Peta Kata. Semoga bab ini dapat membuat hatimu semakin hangat saat membacanya. Bisa dibilang bab ini adalah bab yang terpanjang daripada bab sebelum-sebelumnya.
Seperti biasa jangan lupa vote dan comentnya sayangku.
^Happy Ready^
*
*
*
*
*
Pulau ini seperti planet lain yang sengaja diciptakan Gibran untuk aku yang tidak suka keramaian. Tidak ada asap knalpot, tidak ada asap rokok, tidak ada bunyi klakson yang memecahkan gendang telinga, tidak ada debu yang mengharuskan kita sejenak menutup mata dan tidak ada yang sibuk mengejar waktu.
Di sini, sungguh tenang dan menenangkan. Mungkin karena resort ini hanyak memiliki pondok yang tidak sampai 20. Apalagi saat ini pengunjungnya hanya aku saja. Maklum, lagi pula saat ini bukanlah waktunya musim liburan.
Curang, dari dulu Gibran itu memang curang. Bagaimana tidak? Gibran mengajakku bermain sepak bola saat aku saja kesulitan berjalan karena gaun yang kukenakan.
"Ayolah, Me. Sudah lama kali aku tidak pernah lagi bermain sepak bola," ujar Gibran memelas.
Astaga, kalau Gibran sudah mengeluarkan ekspresi yang sama sekali nggak cocok dengan rambut gondrongnya itu bagaimana bisa aku berkutik.
"Tapi aku lagi nggak sedih, Gib."
Aku jadi teringat saat pertama kali bertemu dengan Gibran di pinggir lapangan. Saat aku merasa kecewa dan marah kepada kenyataan. Seakan-akan semesta tidak menginginkan kebahagian merundung hidupku. Gibran hadir dan menghiburku dengan caranya sendiri.
"Mau main bola? Kata orang kalau kita bermain bola bisa membuat kesedihan menghilang lo."
Gibran tersenyum dia juga pasti mengingat bagaimana pertemuaan pertama kami. Dia mengusap-usap kepalanya tampak seperti orang yang sedang berpikir. Gibran itu suka sekali mengusap-usap kepalanya sendiri setiap kali sedang dalam kondisi yang bingung dan malu. Aku paling suka kalau melihat dia seperti terlihat seperti anak kecil yang polos. Tentunya, aku berhasil membalikkan kondisi. Kali ini Gibran yang tidak bisa berkutik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peta Kata [Revisi]
Genç KurguAku membutuhkan peta untuk menemukanmu Aku membutuhkan kata untuk memahamimu Kamu membutuhkan peta untuk menemukanku Kamu membutuhkan kata untuk memahamiku (Mentari & Gibran)