9. ^ Jalan Pulang Part 2^

89 56 0
                                    

Hello, selamat malam. Gibran, Mentari/Embun, dan Aksa kembali  menemani kalian. Udah pada rindu gak?

Oya, dari ketiga tokoh kita ini, mana yang menjadi favoritemu?

Bab kali ini banyak mengalami perubahan dari lapak yang lama. Penasaran kan?

Terima kasih juga buat seribu view nya. dan tetap terus dukung Peta Kata.
Sayang kalian banyak-banyak😍😍😍😍😍😍😍😍😘😘😘😘😘😘😘

Oke, jangan lupa vote dan comentnya ya sayang.

^_^ 

Tujuan dari perpisahan adalah pertemuan. Tujuan dari kepergian adalah kepulangan. Tujuan dari mencari adalah menemukan. Begitulah yang aku yakini saat dia meninggalkan diriku di Medan karena tujuannya adalah aku. Dia adalah seorang pemuda biasa saja yang harus berjuang keras untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginannya. Pemuda yang sering naik-turun angkot ke mana-mana atau naik sepeda ontel milik suami bibinya.

Dia bukanlah seorang pangeran seperti cerita Cinderella yang bisa membawa perempuannya dengan kuda putih. Atau menempatkan perempuannya dalam istana yang mewah. Sekali lagi Gibran hanya seorang lelaki biasa-biasa saja yang harus bekerja keras untuk mencapai apa pun keinginannya. Bahkan, Gibran pernah bekerja di door smeer milik Pak Dahlan sepulang sekolah demi bisa membelikanku sebuah dompet atau mengajak aku pergi entah ke mana.

Aku dan Gibran memiliki banyak kesamaan, luka dan nasib yang sama. Kekecewaan yang sama terhadap semesta. Namun sejak ia bertemu dengan diriku, ia jadi tahu bahwa semesta selalu memberikan keseimbangan di dalam kehidupan. Gibran yang tadinya sangat apatis dengan hidupnya berubah menjadi peduli terhadap masa depannya.

Sudah dipastikan, ia tidak akan bisa melanjutkan pendidikannya karena ia seorang anak yatim piatu yang diasuh oleh bibinya. Selama ini, hidupnya sudah ditanggung. Jadi, cukup sudah dirinya menjadi beban keluarga bibinya. Gibran sudah bertekad, setamat SMA dirinya harus hidup mandiri. Dan satu-satunya cara untuk mewujudkan hal itu adalah ia harus merantau ke kota lain.

Tetapi untuk petualangan kali ini, Gibran benar-benar tidak bisa melibatkan diriku dalam perjalanannya. Sungguh berpisah dengannya merupakan hal sulit bagiku, tapi aku tahu dia tidak akan membiarkan aku melihat dirinya babak-belur. Cukup hanya dirinya saja yang tahu bagaimana usaha-usaha yang dilakukannya untuk kembali ke sisiku. Dia ingin tampil sebagai pemuda yang layak bersanding dengan diriku. Padahal aku tidak menuntut sebuah kelayakan. Maka, dengan terpaksa ia harus menghadiahkan jarak dalam cerita ini yang membuatku tidak mengerti sama sekali kenapa jarak itu harus ada.

Hei, tidak tahu kah Gibran bahwa hal yang paling sulit kuhadapi adalah berjauhan dengannya? Aku ingin tetap bersamanya. Tapi setiap kali aku mengatakan hal itu. Dia akan selalu berkata, "Aku akan mati bila aku melepaskanmu. Sejauh apa pun jarak itu, tidak akan pernah bisa menjadi masalah besar. Karena apa? Karena aku sudah terikat denganmu dan hanya kamu yang bisa melepaskan ikatan itu, Me."

Gibran menginginkan aku tetap melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Bahkan Dia mengikuti tes masuk penguruan tinggi bersamaku sebagai bentuk dukungannya. Hasilnya kami berdua dinyatakan lulus. Seperti yang telah direncanakan Gibran sejak semula bahwa ia hanya mengantarkan diriku sampai ke depan gerbang kampus saja. Setelah itu membiarkan aku berjalan sendirian masuk ke dalam kampus. Iya, pada akhirnya manusia memang ditakdirkan sendirian. Bukan kah saat manusia meninggal ia hanya tinggal sendiri bersemayam dalam pusaranya?

Tapi, lihatlah kini ia justru membuat aku menangis dan memohon kepadanya. Terkutuklah dirinya yang telah membuat airmata ini akhirnya terjatuh. Rencana yang telah disusunnya dengan matang berakhir dengan sia-sia. Gibran membawa aku ke dalam pelukannya sambil mengusap punggungku dengam lembut, berharap hal itu bisa menenangkan isak tangisku yang sudah tertahan sejak lama.

Peta Kata [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang