[ Follow Sebelum Membaca! ]
[ Story 4 ] Park Jimin, seorang mata-mata profesional, yang dimana dirinya harus siap sedia apabila diberi komando untuk bertugas dimanapun dan kapanpun tanpa mengkhawatirkan segala macam resiko yang menghampirinya
Namun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seperti ucapan Jimin tadi, Rosé kini dibawa pulang oleh pria itu, walaupun Rosé sudah menolak, tapi Jimin tampak kekeuh dengan keputusannya
Ia bahkan tidak peduli dengan rengekan Rosé, karena menurut Jimin, wanita ini perlu banyak istirahat yang cukup
"Istirahatlah, suhu tubuhmu kembali naik"
"Tapi aku tidak apa-apa, Jimin.."
Pria itu menggeleng, lalu pergi begitu saja, meninggalkan Rosé yang menatap nanar ke arahnya, tentu dengan bibir yang mengerucut
Bagi Rosé, meminta ataupun merengek kepada pria itu adalah suatu hal yang sangat sia-sia, karena nyatanya, pria itu hanya akan mau didengar, bukan mendengar
Menyebalkan sekali!
Dengan terpaksa, Rosé menarik selimutnya, menutup sebagian tubuhnya dengan kain tebal itu, lalu mulai me-relax-an dirinya
Dan tak lama, Jimin datang dengan membawa semangkuk bubur ayam dan juga obat-obatan untuk dirinya minum
Tentu Rosé tidak bisa menolak, apapun yang Jimin mau, adalah keputusan yang mutlak, dan tidak bisa diganggu gugat
"Makanlah buburnya, habis itu minum obatnya"
"Emh, Jimin.. tapi aku gatau mau minum yang mana dulu"
"Apa kamu tidak pernah minum obat?"
"Tidak! Jika aku sakit, aku menahannya, agar orang-orang tidak mengkhawatirkanku"
Jimin mengangguk, ia lalu membuka salah satu bungkus obat yang ada dinampan, lalu memberikannya kepada Rosé
"Pegang dulu, nanti jika buburmu habis, baru minum itu.."
"Lalu ini? Kapan diminum?"
"Setelah kamu minum obat itu"
"Oke.."
Jimin mulai menyuapi sesuap bubur kepada Rosé, yang tentu saja wanita itu terima dengan senang hati, karena memang seperti ini lah yang sedari dulu ia inginkan
Saat sakit, Rosé selalu berharap ada seseorang yang sadar dengan nyeri yang ia rasakan dari gerak geriknya, tapi kenyataannya, tidak ada sama sekali
Sampai akhirnya ia bertemu dengan Jimin, pria yang pernah membuatnya menangis, tapi juga menanggalkan memori yang tak akan pernah ia dapatkan dari orang lain selama beberapa tahun yang lalu
Lebaykah jika Rosé menangis sekarang? Ia hanya terharu, disaat dirinya merasa, ia hanyalah manusia yang tak ada artinya, tapi Jimin, justru menganggap dirinya sedikit berbeda
"Kamu menangis..?"
Rosé menggeleng, ia lalu tersenyum sembari mengusap airmatanya kasar, berharap Jimin tidak melihatnya, walaupun apa yang ia lakukan tetaplah sia-sia