1

84 8 2
                                    




"Sekali ini aja Eun, gue bayar deh."

Gue masih cekikikan, memperhatikan muka memelas Haechan yang belum menyerah membujuk Koeun. Apa lagi kalau bukan demi karya tulisnya yang bahkan sebaris judul saja belum ia dapatkan.

"Enak aja bayar-bayar, emang gue cewek apaan?" gerutu Koeun, gadis yang menjadi sahabat sekaligus teman sebangku gue sejak kelas 10.

"Ayolah, lo sama temen sendiri gitu." Haechan yang frustasi lantas mengguncang kursi Koeun dari belakang dengan brutal.

Gadis cantik dengan rambut panjang lurus itu tidak peduli, hanya meniup poni nya sebal. "Males banget ih, sana minta tolong sama Renjun aja."

Haechan menggeleng keras. "Ga mau, ntar yang ada gue di galakin."

Ckckck, ada-ada saja kelakuannya.

Gue tahu, bukannya Koeun pelit. Sahabat gue ini hanya tidak suka jika ada yang minta bantuannya tanpa mau berusaha terlebih dahulu. Apalagi Haechan dengan terang-terangan berkata berani membayar agar tugasnya di kerjakan.

"Chan," sela gue berusaha menengahi. "Besok ikut ke perpus, gue bantuin cari judul sampe ketemu."

Mata Haechan menerawang ke langit-langit kelas. "Gabisa. Besok gue mau PSan di rumah Chenle, Na."

"Tuh kan," Koeun melirik gue dengan mimik seperti sudah tahu alasan yang akan dilontarkan Haechan.

"Ya kan gue menawarkan kalo lo mau. Kalo enggak ya gapapa, malah nggak jadi repot guenya." balas gue santai. Membuat Haechan kembali merengek, sedangkan Koeun tertawa meledek.

"Eommaaa,,," teriak Haechan dilanjutkan dengan tangis bohongan. Sontak beberapa murid yang menghabiskan waktu istirahat di kelas menatap ke arahnya, yang sudah hafal kelakuan Haechan hanya mengulas senyum dan kembali ke kegiatan masing-masing. Heran, bahkan Jisung yang termuda di kelas kami saja tidak pernah serewel Haechan.

Koeun mengamit lengan gue. "Kantin yuk, tinggalin aja dia."

Gue bangkit, menoleh ke belakang dan menepuk bahu Haechan, bertanya untuk terakhir kalinya. "Gimana?"

"Besok banget ya?" tanyanya lagi. Gue mengangguk.

Haechan masih menimbang sejenak, sebelum akhirnya menjawab. "Iya deh, besok. Tapi janji ya bantuin gue."

Dasar,

Anak itu kalau tidak berteman dengan gue dan Koeun mungkin sudah menempati ranking satu dari bawah di kelas. Gue tidak enak untuk berkata begini, tapi dasarnya Haechan memang tidak pintar-pintar amat. Ditambah sifat pemalas dan suka menunda-nunda yang dia miliki sungguh parah sekali, terakhir bahkan dia terancam tidak naik ke kelas 11. Kalau tidak berjanji dengan sungguh-sungguh untuk lebih rajin, mungkin saat ini dia bakal satu kelas dengan angkatan bawah kami yang baru saja selesai masa orientasi.

"Besok gue nggak bisa temenin ya, ada les vocal." ujar Koeun memberi tahu.

Sembari berjalan meninggalkan kelas, gue mengangguk. "Nggak papa, biar gue sendiri aja. Kasihan, gatel juga sih kuping gue denger dia merengek ke meja kita terus."

"Gue apalagi." tukas Koeun. "Lagian nggak mau usaha dulu. Tadi aja masih mikir-mikir kan padahal lo udah berbaik hati mau bantuin, malah mau main PS di rumah Chenle."

Gue tertawa kecil mendengar omelan Koeun. "Kayaknya dia mau ngecengin ciciknya Chenle deh. Kata Jaemin, ciciknya Chenle cantik banget."

"Hmmm, pantesan. Laki-laki."

Bagi yang belum tahu, karya tulis itu semacam skripsi mini berisi 5 Bab tentang penelitian yang harus kami lakukan berkaitan dengan judul yang dipilih. Kami diberi waktu satu semester untuk mengerjakan, melakukan konsultasi dengan guru pembimbing, dan mendapatkan tanda tangan acc dari kepala sekolah. Memang sebesar itu tugasnya, karena hasilnya pun akan menjadi penentu bagi kami naik ke kelas 12 atau tidak.

KELAS SEBELAS +Doyoung LucasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang