CHAPTER 11 : Empty

1.2K 146 44
                                    

"Sasuke-chan!" Chino berlari.

Selanjutnya yang mereka lihat, benar-benar menegaskan jika perasaan Sasuke sudah terkunci pada wanita merah muda disana.

__________

Suara-suara kebisingan yang beberapa waktu lalu terjadi berangsur reda. Baik dengan suara hewan malam, pun turut menghilang. Sasuke masih menggendong tubuh Sakura yang mendingin. Gin dikembalikan ke kerajaannya. Ia hanya akan direhabilitasi. Bagaimanapun, pria itu adalah calon raja. Wagarashi diberi petisi dari para kage untuk menjadi bagian Takigakure di sebelah utara. Pesisir. Dan Ami, bersiap memasuki Klinik Kesehatan Mental Anak milik Sakura.

"Astaga."

Pagi mulai datang. Para warga yang beraktifitas terkejut melihat kondisi penolong mereka. Banyak orang masih berada di balai desa karena sebagian besar rumah masih hancur. Sasuke tidak peduli, kebas menguasai hatinys. Apa yang akan dia katakan pada Sarada nanti?. Sorot mata itu kosong. Kehilangan sesuatu.

Sasuke menggunakan jubahnya agar Sakura tetap hangat, meski ia tahu perubahan signifikan minim terjadi. Dan tentu, menutupi tubuh telanjang istrinya. Pakaian yang dikenakan sudah hancur. Terbakar. Sasuke memasuki balai desa, tak lupa rombongannya juga mengikuti.

Wanita Uchiha sedang di ambang kematian. Sakura dibaringkan hanya beralaskan karpet yang berlapis, sumbangan dari para warga yang bersimpati. Kondisi Sakura saat ini masih sangat buruk. Beberapa bagian tubuh terbakar dalam dan sebagian lainnya telah meregenerasi.

Luka terbuka di tubuh itu hanya dibalur ramuan desa, byakugou yang menjadi tanda kekuatannya telah memudar. Sasuke terus mengalirkan chakra ke tubuh Sakura. Pelan namun pasti. Mencoba membuat keajaiban agar wanita itu tetap bersama mereka.

"Maafkan aku, Sasuke. Aku tidak-"

Kalimat Naruto terhenti. Kakashi menepuk pundaknya agar meninggalkan Sasuke sendiri. Namun pria itu menggeleng. Sasuke dan Sakura bagaikan keluarga, Naruto tidak bisa meninggalkan Sasuke sendiri dalam kesedihannya. Wajah tegas dan raut wajah dingin yang dimiliki pria Uchiha itu hilang terbawa petir di malam itu.

"Tak apa." Suara itu terdengar parau. Bagaimanapun, chakranya juga terhisap dalam jumlah banyak.

Sasuke dapat mentolelir semuanya karena ia memiliki elemen petir. Namun, tidak dengan istrinya. Tanah dan air. Teralir listrik bukan perpaduan bagus.

'Inilah penebusan dosaku yang sebenarnya, Naruto.' benak Sasuke mewakili. Sekali lagi, ia bukan pria yang mengatakan segala hal dengan mudah.

"Sasuke, kita akan membawa Sakura-chan ke Konoha."

Sasuke mendengar langkah kaki itu kembali mendekat. Hari semakin terang, Kakashi merangkul pundak Naruto. Menguatkan kedua muridnya adalah kewajiban. Untuk Sarada, ia serahkan kepada Sasuke. Kakashi tidak mampu. Bagaimanapun dia bukan seorang ayah.

"Jika tidak ada perubahan-" Naruto menelan ludah untuk melanjutkan kalimatnya. Keringat menetes dari dahi membasahi sekujur tubuh.

"Melepaskan adalah satu-satunya pilihan."

Sasuke menoleh cepat. Tangan kanan yang masih menggenggam jemari istrinya, menjadi lebih erat. Menyalurkan kegundahan, dan berharap jika Sakura akan turut merasakan hal yang sama.

"Tidak." Menentang semua orang-orang. Dalam hatinya, ia tak ingin kehilangan lagi. Mereka harus tetap bersama. Hidup atau mati.

"Jangan menahannya Sasuke, atau dia akan bertambah sakit."

Suara Naruto meninggi. Mencoba menekan sikap egois Sasuke yang semakin mengesalkan. Kakashi menepuk pundak muridnya, mencegah agar tidak ada masalah lain. Mata pria bermasker itu telampau sendu.

MISSION (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang