Pertemuan

204 38 44
                                    

Sore itu, dinding kamar yang terasa lembap dan dingin menjadi saksi bisu dari kekejaman seorang pria dewasa yang tega menyakiti keluarga kecilnya. Suara tangis yang meraung-raung meminta pertolongan, sama sekali tidak diindahkan oleh warga sekitar yang mengetahui apa yang tengah terjadi di rumah itu.

"Kenapa lagi mereka?"

"Biasalah gaduh lagi."

"Eh, kasian juga ya cewenya. Udah mah gak dibahagiain disiksa pula."

"Suuut! Mending kita pura-pura gak tau daripada nanti terlibat."

Bisik-bisik tetangga terdengar jelas di telinga seorang gadis kecil yang baru pulang bermain. Merasa khawatir, gadis itu bergegas untuk pulang ke rumahnya.

"Ada apa, ya? Kok rumahnya acak-acakan kayak gini? Apa jangan-jangan ada maling?" Gadis itu berjalan perlahan mendekati sebuah ruangan yang ia ketahui adalah kamar orang tuanya. Dengan perasaan was-was, dia mengintip dari balik celah pintu yang terbuka.

Terkejut, gadis itu membelalakkan matanya ketika melihat sang ibu yang mendapatkan pukulan keras di pipinya. Mata wanita itu begitu sembab, wajahnya memar, dan tubuhnya terlalu kurus untuk ukuran manusia.

"Mama ... Mama berdarah. Kenapa Ayah mukulin Mama? Kenapa?" Gadis itu terduduk di balik pintu kamar orang tuanya. Jantung gadis itu berdebar kencang, tubuh mungilnya gemetar ketakutan, tak sanggup lagi melihat kelanjutan dari tindakan keji yang dilakukan oleh seorang pria yang berstatus sebagai ayahnya.

"Kasian mama, dia pasti kesakitan. Aku harus ngelindungin mama, kalo aku minta ayah buat berhenti, dia pasti nurut. Ayah kan sayang banget sama aku."

Dengan pemikiran polosnya, gadis itu pun masuk ke kamar orang tuanya. Dia berdiri dengan gagah di depan pria itu, bermaksud menjadi tameng bagi sang ibu. Entah kenapa hatinya terasa begitu sakit kala melihat tatapan penuh kebencian di mata sang ayah.

"Berhenti!! Ayah gak boleh mukul mama lagi!" teriak gadis kecil itu kepada sesosok pria tinggi besar yang ada di hadapannya.

Wanita itu menagis terharu melihat keberanian puteri kecilnya. Namun, rasa haru itu berubah menjadi sebuah kepanikan di saat ia melihat kaki suaminya yang sudah menggantung di udara.

"Minggir!!!" marah pria itu. Dia melayangkan tendangannya yang langsung mengenai tubuh mungil sang anak.

"Jangan!!!"

Brakk!!

Tubuh gadis kecil itu terpental sampai menabrak dinding.

"Aaakh," pekiknya meringis kesakitan saat merasakan sebagian tulangnya yang patah. Gadis itu pun langsung beringsut begitu tubuhnya menyentuh lantai.

"Jangan sakitin dia! Udah cukup! Dia itu masih kecil. Usianya baru menginjak lima tahun, tolong jangan siksa dia lagi. Kalo ada yang mau kamu pukul, pukul aja aku," seru wanita itu meratapi nasib anaknya yang kini terbujur kaku.

"Aaaah," jerit wanita itu saat rambutnya dijambak lalu ditarik paksa menjauhi anak itu.

"Mama ...." Gadis kecil itu mengulurkan tangannya berharap bisa menolong sang ibu.

A Story Life My DepressedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang