Bagai mimpi, acara pertunangan kami yang diadakan di rumah Mas Jeno, hanya digelar sederhana dan tanpa kendala, semuanya berjalan lancar. Selain kedua orang tuaku, nenek dan bibi, dua sahabat Yana juga Indri datang untuk menyaksikan momen bahagia ini. Benar kah aku bahagia? Entahlah.
Mas Jeno memasukkan cincin permata hijau di jari manis, lalu mencium kening ini. Antara haru dan tidak percaya pada kenyataan yang ku hadapi sekarang. Di depan para ibu-ibu dan bapak-bapak yang hadir dalam pengajian.
Dengan demikian, kini tidak bebas lagi ruang gerak hidupku karena sudah terikat cincin permata hijau. Namun, mengapa sulit untuk menerima cinta Mas Jeno sepenuhnya? Padahal mau lelaki model apa lagi yang dicari? Toh, ia punya semuanya.
"Selamat ya, Ren. Semoga sampai ke pelaminan," ucap Yana menyalami tanganku dan mencium pipi kanan dan kiri.
"Terima kasih banyak ya, kamu sudah mau datang untuk melihat pertunangan kami." Aku membalas memeluk Yana.
"Kalian memang pasangan serasi lho, Ren." Kini giliran Indri yang menyalamiku sambil melirik Mas Jeno yang mendampingi.
"Iya dong. Kalau gak serasi bukan jodoh namanya. Ya, kan Sayang."
Mas Jeno merangkul pundak ku.
"Wah, so sweet banget."
Indri mulai menggoda. Kami hanya senyum-senyum saja.
Setelah para tamu pengajian pulang dan dua sahabat juga, aku dan mas Jeno kini duduk-duduk bersama orang tua masing-masing. Sambil mengobrol tentang kelanjutan hubungan kami berdua. Aku kurang tertarik dengan obrolan ini. Dalam pikiran masih teringat akan diri mantan kekasih yaitu, Edi Yudistira.
Kenapa juga tidak bisa melupakan dia, cinta pertama dalam hidup ini. Hingga acara pertemuan dua keluarga usai, aku masih banyak diam. Kepikiran juga dengan cewek yang bernama Ninuk.
"Kamu kenapa sih, kok diam aja dari tadi, Sayang?" tanya Mas Jeno setelah di rumahku. Tadi dia yang mengantar pulang dengan mobilnya.
"Mas, aku penasaran deh dengan yang namanya Ninuk. Aku ingin tahu, apakah kalian masih hubungan atau sudah putus?"
Aku menatap tajam padanya yang duduk di teras rumah. Lelaki yang banyak misteri ini, mendesah.
"Kan, sudah cerita sebelumnya jika aku dan dia end. Bila aku masih ada hubungan dengan Ninuk, ngapain mau tunangan dan nikahin kamu."
Aku menghela napas panjang, "benar juga. Ngapain aku harus meragukan dirinya. Seharusnya aku bersyukur," kata batinku.
"Tapi, Mas belum menceritakan kenapa putusnya sama dia?"
"Aduh, Sayang ngapain sih masih dibahas. Aku enggak suka menceritakan masa lalu. Aku ingin membahas masa depan bersamamu. Aku juga enggak mau mendengar tentang masa lalu kamu. Karena yang kurasakan, nyaman bersamamu."
Nyes, hati ini bagai disiram air begitu sejuk dan menyegarkan dengan apa yang baru saja ia katakan.
"Kamu mau kan, mengubur masa lalu dan menggali masa depan bersamaku?"
Mas Jeno, menggenggam jariku diremasnya lembut. Pikiran mulai berubah, menjadi sangat menyayangi pemuda ini dan entah mengapa tiba-tiba saja takut kehilangan dirinya.
"Pokoknya, aku akan menunggu sampai kamu lulus sekolah. Masalah ingin kuliah, aku tidak mengizinkan. Apalagi ingin bekerja. Karena aku sanggup menafkahi kamu lahir dan batin," ucapnya penuh keyakinan.
"Sudah lah, sekarang ini kamu harus fokus sekolah dulu sampai lulus. Bagaimana kedepannya, nanti kita pikirkan lagi. Aku pamit ya."
Mas Jeno bangkit dari kursi santai, aku mengikuti. Dia memeluk tubuh ini erat lalu mencium pucuk kepala. Setelah berpamitan pada ibu dan bapak, pemuda tersebut berlalu bersama mobilnya.
Aku jadi yakin bila Mas Jeno adalah jodohku nanti. Sebab, hati ini merasa nyaman dan damai bersamanya. Apa salahnya mengikuti aturan dia, setelah menikah nanti tinggal duduk manis saja di rumah. Toh, menjadi istri seorang CEO itu enak dan didambakan para wanita. Mengapa aku harus keberatan dinikahinya? Jangan bodoh, Rena. Come on lupakan masa lalu dan meniti masa depan.
****
"Hei, kamu yang namanya Rena ya?" tanya seorang gadis berpakaian putih abu-abu sama sepertiku. Dia mencegat laju motor yang baru keluar dari gerbang sekolah. Kebetulan tidak sedang membonceng Yana. Hari ini gadis ceria itu izin sakit.
"Iya. Kamu siapa, ya?"
Aku menatap gadis cantik berkulit kuning langsat itu dengan penuh tanda tanya.
"Aku Ninuk Hilda Yanti."
"Owh. Ada apa ya?"
"Boleh aku menumpang? Ada hal penting yang mau aku omongin sama kamu."
Dia berkata sambil tersenyum lebar seakan membuka pintu persahabatan. Tanpa rasa curiga lalu mengizinkan dia ikut menumpang denganku.
Langsung saja aku tancap gas, karena kendaraan padat merapat di depan gerbang sekolah tersebut. Duh, mimpi apa semalam enggak menyangka bertemu dengan mantannya Mas Jeno, pakai acara jalan bareng segala. Ada apa sih? Dia sekolah di mana? Kok, tahu denganku? Jujur baru ini, tahu yang namanya Ninuk.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
TITIK NODA
RomansaRena adalah seorang wanita yang selalu gagal dalam bercinta dari ia remaja sampai berumah tangga. Hubungan yang dibina bersama pasangan, berakhir kandas di tengah jalan. Semua itu dikarenakan orang ketiga. Dapatkah wanita cantik itu menemukan cinta...