Bab 14

20 1 0
                                    

Suasana ulangan Biologi begitu menegangkan karena Pak Bedi tengah berputar berkeliling. Bahkan gerak sedikitpun rasanya sulit sekali. Seperti tantangan tahan napas lebih tepatnya. Arabella bahkan rasanya ingin mengambil penghapus di kotak pensilnya mengurungkan niatnya. Ia takut tiba-tiba pak Bedi menyergapnya.

"Waktu kurang 10 menit, segera dilengkapi soalnya, saya tidak memberi kelonggaran waktu," interupsi pak Bedi langsung membuat semua siswa gelagapan dan segera mengisi lembar jawaban ulangan harian Biologi itu dengan semampunya.

"Naisya ! Letakkan catatanmu ke depan!"teriak pak Bedi ditengah kepanikan siswa-siswi yang belum selesai mengerjakan soal.

Mata Arabella tertuju pada Naisya yang duduk di bangku pojok belakang. Ia melihat Naisya ketakutan. Gadis itu terlihat memucat. Bahkan semua orang sekarang tengah menatapnya tak percaya.

"Naisya, kamu ikut ke ruangan saya, sekarang !"titah pak Bedi setelah mengambil catatan yang menjadi contekan Naisya selama ulangan.

Arabella menatap Devian yang masih menatap kepergian Naisya dari kelas. Sayup-sayup bisa ia dengar semua orang tengah membicarakan Naisya. Ah, ia memang ingin rahasia gadis itu terbongkar, namun, ia kenapa menjadi tak tega melihat gadis itu diperbincangkan seperti ini. Ia rasa Naisya punya alasan melakukan hal itu.

"Ra, jangan bilang, waktu itu yang lo berantem, karena masalah yang sama," bisik Oryla bertanya setelah duduk kembali ke tempat semula.

"Hm," jawab Arabella.

Arabella hanya bisa menatap Devian khawatir. Sorot matanya tak bisa ia lepas dari gerak-gerik Devian. Hingga ia melihat Devian keluar kelas.

"Or, gue nyusulin Devian ya, izinin aja gue ke guru selanjutnya, izinin ke toilet atau kemana kek," ujar Arabella terburu-buru dan tanpa menunggu jawaban Oryla, ia berlari mengejar Devian.

***

Ruangan pak Bedi selaku waka kurikulum sekolah itu terlihat begitu menegangkan. Wajah Naisya terlihat memucat dan ia hanya bisa meremas takut roknya. Ia hanya bisa menunduk dan diam.

Pak Bedi menatap Naisya dengan frustasi. Ia masih tak menyangka gadis dengan segudang prestasi di sekolah melakukan hal ini.

"Naisya, kamu bisa jelaskan atau cerita ke bapak, bapak akan coba memahami alasan kamu melakukan hal ini, saya tahu kamu anak yang pintar, Naisya, saya sudah mengenalmu sejak kelas 10," ujar pak Bedi.

Naisya tetap diam. Pikirannya begitu kalut hingga ia terlalu takut untuk berbicara. Ia sudah berpikir bahwa dunianya hancur saat itu juga.

"Kalau kamu tetap diam, saya tidak bisa mengambil tindakan selain memberi nilai nol dalam ulangan kali ini, Naisya, dan itu bisa berpengaruh untuk nilai raport semester ini," ancam pak Bedi yang ingin mendengar alasan Naisya.

"Sa...saya, saya," jawab Naisya tergagap. Wajahnya benar-benar pucat dan matanya sudah berkaca-kaca.

"Maaf, pak," jawab Naisya yang tak mampu menceritakan segala alasannya. Ia tak tahu harus bercerita darimana. Ia juga takut.

"Saya butuh penjelasan, Naisya, saya ingin mendukungmu untuk bisa mendapatkan nilai yang baik dan rumor ini akan selesai jika kamu menjelaskannya," jelas pak Bedi.

Air mata Naisya sudah mengalir melewati pipinya. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang. Ia rasa pak Bedi dan semua orang sudah keceea dengannya.

"Maaf, pak, saya..., saya..., saya bingung untuk memulai cerita darimana, maafin saya, pak," ujar Naisya tergagap. Jujur, ia takut orang-orang akan menjauh darinya jika ia bercerita. Lagipula, nasi sudah menjadi bubur. Pasti semua orang tak ada yang percaya dengannya sekarang.

Dunia Arabella [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang