bab dua puluh enam

5.9K 937 422
                                    

Dipta berjalan membawa dua kopi kalengan pada kedua tangannya. Menghampiri seorang temannya yang beberapa hari ini lebih diam dari pada biasanya. Malam hari di rumah sakit membuat keadaan lebih sunyi walaupun beberapa pengunjung serta IGD dan UGD masih ramai.

Langkah Dipta berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan kedua tangan yang membawa dua kaleng kopi. Dengan senyum yang mengembang tidak henti-hentinya ia tersenyum ketika perawat dan beberapa rekan sesama dokter menyapanya. Langkah kakinya membawanya ke arah taman rumah sakit yang sudah menjadi seperti basecamp untuknya dan Johnny ketika sudah merasa suntuk.

Dari jauh Dipta melihat Johnny yang sedang duduk tidak lupa dengan ponsel yang menempel pada sebelah telinganya. Dipta berhenti, memperhatikan temannya itu dari jauh. Rasanya, Johnny butuh privasi. memperhatikan gerak-gerik Johnny yang sepertinya enggan untuk mengangkat panggilan tersebut.

perubahan yang dialami Johnny bukan hanya Dipta saja yang merasakannya, namun hampir seluruh orang mangatakan bahwa Johnny berubah menjadi sosok yang dingin kecuali didepan pasiennya. Dipta menghela nafasnya ketika terlihat Johnny yang menutup teleponnya dan merasa ekspresi Johnny berubah, Dipta dengan segera melangkahkan kakinya mendekat.

"Nih." Dipta menyodorkan satu kopi yang ia bawa kepada Johnny yang sedang duduk termangu pada bangku taman rumah sakit. Entah kenapa posisinya saat ini selalu menjadi pelarian Johnny saat malam, saat ia sudah selesai mengecek pasiennya.

Johnny hanya memegang kopi pemberian Dipta tanpa membukanya sedikitpun. Melihat sedikit pantulan pada dirinya.

Dipta melirik Johnny. Hanya melirik karna enggan untuk bersuara. Sampai tersengar helaan nafas gusar dsri Johnny.

"tadi Amora telepon," suara Johnny mengudara, Dipta yang bergerak duduk disampingnya hanya diam dan hanya terdengar suara kaleng kopi yang dibuka tersebut sebagai jawaban bahwa Dipta mendengarnya. "dia marah karena hari ini gue ngga bisa dihubungin seharian dan besok siang dia minta ketemu."

Dipta mengangguk tanpa ingin mengintrupsi sebagai balasan ucapan Johnny dan lebih memilih menenggak kopi kalengnya.

"lo bisa ngga gantiin gue besok ketemu Amora?"

Dipta seketika menyemburkan kopi yang terdapat dimulutnya dan terbatuk karena tersedak. "Jo, lo tau pertanyaan lo retoriskan? alias anjing lo mikir ngga? ya Tuhan sorry banget gue ngomong kasar," pekiknya dan melirik kesekitarnya takut seseorang mendengar ucapan kasarnya.

Johnny mengusak wajahnya dengan sebelah tangannya. "ah brengsek," gumamnya.

lantas Johnny membuka kaleng tersebut. "Mungkin ngga sih orang jatuh cinta hanya dalam pertama kali ketemu?" Johnny mulai merancau. Sepertinya permasalahan percintaannya masih memusingkan.

Dipta kembali meminum kopinya dan segera menelannya. "Mungkin," ujarnya singkat karna masih sedikit kepalang kesal dengan ucapan Johnny.

"Menurut gue, ngga. Ngga mungkin." Johnny mulai menyesap kopinya. "Ngga ada orang yang jatuh cinta sama seseorang saat pertama kali ketemu."

Dipta sedikit memiringkan tubuhnya, menyerong kearah Johnny yang hanya menatap kedepan. Mengerti arah pembicaraannya dan siapa yang sedang dimaksudkan oleh Johnny. Sudah lama Dipta menyadari bahwa Johnny selama ini hanya menyangkal perasaannya. Johnny yang tidak ingin mengakui bahwa ia telah menaruh hati pada sosok perempuan yang belum lama ini sedang bermasalah dengannya. Dapat dikatakan penyangkalan perasaannya itu karna prinsipnya itu dan hal itu juga yang membuat Johnny melepaskan sosok mantan pasiennya itu.

"Kalau gitu, menurut lo itu perasaan apa?"

Johnny diam, pandangannya seperti menerawang ke depan. "Kagum. Perasaan itu hanya kagum dengan dalih cinta pada pandangan pertama. ya hanya perasaan sesaat."

Recovery ; Johnny Suh ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang