September in Paris

711 64 5
                                    

Sifra Maree

Aku dipecat.

Lagi.

Entah untuk yang keberapa kalinya dalam satu tahun ini. Aku sendiri juga tidak mengerti apa yang salah dariku sehingga tidak bisa menetap dalam satu pekerjaan saja.

Aku menghela nafas. "Merde!" ini sudah hampir memasuki musim gugur. Hanya beberapa pekan lagi, musim panas akan berakhir. Tapi aku tetap tidak memiliki pekerjaan tetap.

(*Merde = Fuck)

Aku menggigit bibirku sendiri. Bagaimana caranya aku bisa membayar semua hutang yang kupunya?

Well, jadi dua tahun lalu, aku bekerja di sebuah perusahaan IT seperti Google dengan nama BaseBest, namun terjadi kesalahan dan bahkan peretasan data-data perusahaan yang mengakibatkan kebangkrutan. Sialnya, aku tidak membuat backup files dan mengakibatkan seluruh datanya hilang.

Semua pekerja di kantor diberhentikan. Perusahaan bangkrut. Itu semua karenaku. Dan mereka menginginkan ganti rugi sebesar £20,000 padaku karena memang saat itu aku yang mengurus bagian keamanan.

Hal itu mengakibatkan aku mulai mencari pekerjaan di setiap lowongan yang ada untuk membayar hutangku pada perusahaan.

Jika tidak, maka aku akan dipenjara.

Aku tidak mau hal itu terjadi, oleh karena itu aku berusaha begitu keras. Emmanuel duc de Berry-dia adalah CEO nya dahulu-memberiku waktu yang cukup panjang untuk membayar hutangku.

Tapi sialnya, aku selalu dipecat di semua pekerjaan yang telah kucoba. Mulai dari menjadi pelayan, resepsionis, sales, costumer service, bahkan sampai menjadi badut di acara ulang tahun anak-anak.

Semua pekerjaan itu tidak bisa menerimaku. Karena memang aku tidak memiliki skill selain dari teknologi. Juga, aku tidak pernah mendapatkan promosi dari perusahaan sebelumnya, jadi semua perusahaan tidak bisa menerimaku.

Pengalamanku bekerja di BaseBest juga belum terlalu lama. Hanya sekitar satu setengah tahun saja.

Aku mengacak rambutku. "For the love of God-bisakah aku mati sekarang? Ambil nyawaku, kumohon."

Meski aku ingin cepat-cepat mati, tapi aku tidak ingin bunuh diri. Aku tidak mau mati dengan cara tragis. Aku ingin mati dalam kedamaian yang Tuhan berikan.

"Vie de merde!"

(*Vie de merde = fuck my life-atau merupakan kata umpatan dari Bahasa Perancis)

Sekarang ini, aku berada di sebuah bar yang tidak terlalu terkenal namun cukup ramai. Bar ini selalu dikunjungi anak-anak muda yang ingin menghabiskan waktu mereka pada Jumat malam.

Aku memesan segelas beer, tentunya hanya minuman itu saja yang bisa kubeli untuk saat ini. Murah dan rasanya lumayan enak.

Aku menenggaknya segera.

"Sifra?" seseorang memanggilku. Aku menoleh dan-oh shit, Timothée Chalamet ada di sini. "Ah, benar. Ternyata kau."

Bagi kalian yang tidak tahu, Timothée adalah teman satu kelasku dulu di middle school. Aku suka padanya-bahkan sampai sekarang. Dia tinggal tak jauh dari amén-ku.

(*Amén adalah singkatan dari appartement. Bahasa Perancis)

Timmy duduk di sebelahku. "Hai. Aku jarang sekali melihatmu beberapa hari belakangan ini. Biasanya kita selalu bertemu satu sama lain di jalan."

"Aku agak sedikit sibuk beberapa hari ini."

SEPTEMBER IN PARISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang