She Is Mine

256 50 10
                                    

Sifra Maree

Saat aku tiba di apartemen, aku segera membersihkan diriku terlebih dahulu. Kemudian, aku mengganti pakaianku dengan piyama, lalu aku berbaring di ranjang.

Aku mengambil ponselku dan melihat banyak sekali pesan masuk dari Jungkook.

Karena aku malas untuk mengetikkan pesan balasan, jadi aku memilih untuk menghubunginya.

Di dering ke empat, Jungkook mengangkat panggilanku. “Beautiful, kenapa pesanku tidak ada satu pun yang dibalas?”

“Maaf. Tadi itu aku sedang mandi.”

“Oh, oke, baiklah. Omong-omong, aku pindah ke Peninsula. Besok, Álvaro akan menjemputmu untuk kemari. Aku tidak bisa keluar ke mana-mana karena untuk meredakan situasi.”

“Iya.”

“Tapi kau baik-baik saja, kan?”

Aku menarik nafas. “Iya. Seharusnya aku yang bertanya padamu. Apakah kau baik-baik saja, Jungkook?”

“Tentu.”

“Maaf telah membahayakan kehidupanmu. Semua ini salahku. Tidak seharusnya aku mengajakmu bepergian seperti tadi. Kau itu seorang pangeran, bahkan penerus kerajaan. Jika—”

“Hey, hey, jangan seperti itu. Aku senang hari ini, Sifra. Sangat senang. Aku tidak peduli jika semisal kita ketahuan tadi. Yang terpenting, aku bahagia bersamamu.”

Dan air mataku pun turun. “But still, I’m sorry.”

“It’s okay. Berhenti menyalahkan dirimu, beautiful. After all, it’s my fault, too.” Lalu, suara lembutnya berbisik padaku, “I miss you.”

“I miss you, too.”

“Penisku rindu rumahnya.”

Aku terkekeh. “Astaga. Kau masih sempat-sempatnya dirty talk?”

“Aku ingin membuatmu tertawa. Apakah berhasil?”

“Ya.”

“Bagus,” katanya. “Um, besok aku akan memasak untukmu. Sarapan, makan siang, makan malam—semuanya terserah padamu ingin memakan apa, nanti aku yang masak.”

“Kau bisa memasak?”

“Bisa. Bahkan aku lebih handal dibandingkan kau.”

Aku tertawa. “Okay. I’m looking forward to it.”

-

Jeon Jungkook

Álvaro bilang bahwa dia sudah mengurus semuanya mengenai diriku dan Sifra yang tadi sudah dipotret oleh paparazzi ketika kami berada di Eiffel Tower.

Sial.

Tidak bisa ya aku hidup normal satu hari saja?

Ponselku berdering. Kupikir Sifra yang menghubungiku. Tapi ternyata, itu Nenek.

Aku menghela nafas. “Argh!” tapi aku tetap mengambil ponselku dan mengangkat panggilannya. “Halo, Nenek?”

“Jungkook,” ujar Nenek dengan gembira. “Bagaimana kabarmu di sana?”

“Aku baik. Nenek sendiri?”

“Nenek juga baik. Sedari kemarin Nenek begitu sibuk melakukan banyak hal. Dan oleh karena itu, Nenek baru sempat melihat wawancaramu dengan Teddy.”

Kupikir Nenek sudah tahu mengenai kejadian malam ini, oleh karena itu dia menghubungiku untuk membahasnya.

Tapi ternyata, Nenek justru ingin membahas mengenai wawancaraku dengan Teddy waktu itu.

SEPTEMBER IN PARISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang