Jeon Jungkook
Saat pagi hari, aku merasakan kepalaku sakit sekali. Aku tidak ingat berapa banyak botol scotch yang sudah kuminum semalam. Tapi aku butuh pereda pengar karena memang kepalaku sakit sekarang. Kalau tidak, maka aku tidak akan bisa melakukan apa pun hari ini.
Lalu, aku menyadari satu hal. Aku di ranjang sendirian. Tidak ada Sifra di sebelahku. Astaga. Apakah dia pergi lagi?
Kepanikanku mereda ketika akhirnya aku melihat tas, sepatu dan pakaiannya masih ada di lantai.
Aku pun keluar dari kamar dan aku mencium bau harum makanan. Aku segera menuju ke dapur dan menemukan Sifra sedang memasak di sana.
Dia memakai bajuku. Dan bajuku terlihat sangat besar ketika dipakainya. Panjangnya sampai ke lutut nya.
Tapi—oh astaga, aku bisa melihat bokongnya dari sini. Luar biasa. Aku jadi membayangkan bagaimana rasanya menyetubuhinya dari belakang seperti itu.
“Selamat pagi,” ujarku padanya.
Dia menoleh. “Oh, hai. Selamat pagi juga.” Katanya, “maaf ya aku tidak bilang dulu padamu untuk menggunakan dapurnya. Tapi aku lapar sekali.”
“Tidak apa-apa. Buat dirimu senyaman mungkin di sini, anggap saja rumah sendiri.”
“Oke. By the way, aku pinjam bajumu, ya. Nanti setelah kupakai, akan kucuci.”
Aku mengangguk. “Iya, pakai saja.”
Aku mendekat padanya sembari aku mengambil gelas dan menuang air putih kemudian meminumnya. “Kau memasak apa?”
“Di mesin pendinginnya tersedia banyak sekali bahan makanan, tapi aku memakai telur saja untuk membuat baked toast, karena aku tidak terlalu bisa memasak.”
“Aku suka baked toast. Tapi biasanya aku sarapan hanya dengan meminum teh saja.”
“Of course. Would you like a cup of tea?” ujarnya dengan menggunakan aksen British.
Aku terkekeh. “Well, aksen British-mu lumayan bagus, tapi masih terdengar aksen French di sana,”
“Tentu saja, aku lahir di sini, Jungkook.”
“Kalau begitu, kapan-kapan ajari aku Bahasa Perancis, ya. Be my personal tutor.”
“Boleh.”
Sifra pun menghidangkan makanannya. Dia juga membuatkan secangkir teh untukku dan du lait untuknya.
Aku memperhatikannya yang sedang sarapan. Lalu, mulutku dengan refleks mengucapkan, “sungguh, kau cantik sekali. Kau itu wanita tercantik yang pernah kutemui, Sifra.”
Dia menggelengkan kepalanya. “Ah, tidak. Aku yakin pastinya kau pernah bertemu dengan wanita yang lebih cantik dari aku.”
“Ugh. Will you just take the damn compliment?”
“Haha, oke, baiklah.”
Baked toast yang dibuatnya enak. Dia juga pandai membuat teh dengan gaya British. Mungkin karena dia membuatkannya untukku. Rasa sakit di kepalaku perlahan mereda.
Sifra bertanya, “hari ini, kau ada jadwal apa?”
“Entah. Aku belum bertanya pada Alexander. Dia asisten pribadiku.”
“Oh.” Dia menganggukkan kepalanya. “Melelahkan menjadi seorang pangeran, ya?”
“Tentu. Sangat melelahkan. Tapi itu tugas dan kewajibanku. Masa depan Plantagenet ada di tanganku nantinya. Ketika pada akhirnya Nenek menyerahkan kekuasaannya padaku, aku harus menerima itu dan menjalani apa yang sudah menjadi kewajibanku. Oleh karena itu, aku harus berlatih dari sekarang. Agar nantinya aku tidak terkejut atau kebingungan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPTEMBER IN PARIS
Fanfic[EBOOK PROJECT - FULL VERSION FOR SALE ONLY] Semua berawal dari malam itu. Malam panas di awal musim gugur di Paris pada bulan September yang terjadi di antara kami. Kami bertemu secara tak sengaja di sebuah bar. Di mana saat itu Jungkook sedang men...