01 : Flight

5.1K 976 159
                                    

NO EDIT










Irene menghempaskan tubuhnya secara nyaman di kursi penumpang setelah membereskan barang bawaannya di bagasi kabin. Menoleh sejenak ke arah jendela untuk melihat suasana malam dengan beberapa bintang yang bertaburan di langit.

Bukan perkara mudah untuk Irene mau kembali ke negaranya dan berhadapan dengan anggota keluarganya nanti. Dia benar-benar mempertimbangkan keputusannya selama seminggu sampai akhirnya dia memutuskan untuk datang menghadiri acara ulang tahun keponakan kesayangannya itu.

Irene membangun keberanian diri secara perlahan.

Citranya di keluarga sendiri sudah buruk. Seorang Henri bahkan tidak mau mengakui Irene sebagai putrinya di hadapan keluarga sebab Irene dinilai sudah mencoreng nama baik keluarga dengan secara terang-terangan menentang perjodohan yang terselubung pernikahan bisnis itu.

Jika mengingat akan salah satu hal yang melatar belakangi kenapa Irene memilih untuk pergi ke negara orang, kepalanya otomatis akan terasa berat. Helaan nafas pelan dia lakukan sebelum mengencangkan sabuk pengaman dan mencari posisi nyaman untuk terpejam.

Perjalannya jauh dan akan memakan waktu cukup lama di udara nanti.

Irene harus mempersiapkan fisik dan juga psikisnya.

🕘

PLAK!












"PAPA!".

Irene hanya bisa menunduk saat tamparan kedua mendarat di pipinya. Mama-nya sendiri sudah merasa khawatir bukan main dengan kondisi putri sematawayangnya.

Genggaman terhadap tas tangannya mengerat. Pandangannya secara perlahan dia naikkan untuk balas menatap Papanya yang sudah menatap dengan kilat amarah, nafas pria paruh baya itu bahkan sudah terlihat memburu. Sang Istri berusaha keras untuk meredam amarah suaminya.

Namun Irene juga merasa dia perlu menyuarakan haknya.

Dia membalas tatapan papanya dengan tak kalah sengit. Irene muak dengan segala aturan serta kekangan yang sedari dulu selalu Papanya terapkan.

"AYO TAMPAR LAGI SAMPAI PUAS, SAMPAI MATI SEKALIAN KALAU PERLU!".

"IRENE!"

"Ambil pisau di dapur, tikam aku sekalian Pa!", Irene bersuara dengan lantang, membuat Mamanya justru semakin banjir air mata. "Aku bukan boneka yang hidup cuman buat penuhin obsesinya Papa!".

"INI BUKAN SOAL OBSESI IRENE!".

"TERUS SOAL APA?! BUAT NAMA KELUARGA CEMERLANG ITU OBSESI PAPA SEJAK DULU!"

Seruan keras yang Irene suarakan malah semakin menaikkan emosi Papa-nya.

Kali ini satu tamparan kembali mendarat dan Irene tidak bisa menopang tubuhnya. Dia melemah. Dia terjatuh ke sofa dan menangis setelahnya. Mamanya yang mau merangkul anaknya justru di larang oleh si kepala keluarga.

"Semakin hari kamu di biarkan semakin liar. Apa kamu tau kalau Papa bahkan kesulitan untuk menutup citra buruk kamu itu?! Papa hanya tidak mau kamu di pandang buruk oleh orang Irene. Papa mau kamu di pandang sebagai wanita terhormat karena kamu terlahir di keluarga terhormat!".

"AKU GAK PEDULI ORANG MAU MANDANG AKU KAYAK APA. AKU CUMAN MAU JALANIN HIDUP YANG AKU MAU, BUKAN YANG KAYAK PAPA MAU!".

"IRENE!".

"Papa udah stop, dia Irene Pa. Putri kita... Putri kecil kesayangan Papa."

Keributan keluarga ini membuat atmosfer terasa cukup mencekam. Tenaganya Irene sudah terkuras habis, begitu juga dengan emosinya. Baru dua hari yang lalu dia kehilangan sumber kekuatannya. Dan malam ini dia harus terus maju melawan keinginan Papanya.

Tahu Diri ; SR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang