02 : Hi

4.6K 935 188
                                    

NO EDIT














Selepas menyantap makan malam bersama, Irene dan Zia berkutat bersama di dapur untuk membersihkan dan membereskan sisa makan mereka tadi. Mereka mengatasinya sendiri tanpa bantuan pembantu rumah tangga karena Zia juga masih ingin mengajak Irene untuk berbincang santai.

"Lo masih kontak-kontakkan kan Rene sama Tante?" Tanya Zia selagi mengelap piring basah sehabis Irene cuci.

Terlihat Irene mengangguk kecil, "Masih kok."

"Berarti lo tau kalau kondisi Papa lo belakangan ini drop?" Tanya Zia lagi yang kembali dibalas anggukan kecil oleh Irene.

"Tau."

"Lo gak ada niatan gitu, buat damai sama Papa lo?", pertanyaan itu memancing Irene untuk melirik agak sinis kearah Zia. Buru-buru Zia menambahi, "Y-ya gue tau, Om Henri selama ini udah terlalu keras sama lo dan karena itu lo jadi gak akur sama Papa lo sendiri. Tapi Rene, gimanapun juga dia Papa lo."

"Tiap bulan gue kasih uang kok ke Mama buat bantu biaya pengobatan Papa," sambar Irene cepat sambil menutup kran air karena dia sudah menyelesaikan kegiatan mencucinya. "Ya meskipun uang yang gue kasih juga gak ngefek banget Papa karena gimanapun juga dia jauh lebih sukses dari pada gue, yakan?".

"Rene."

"Gue paham Zy maksud lo itu apa. Tapi buat gue urusan gue sama Papa udah kelar sewaktu dia udah gak mau anggap gue sebagai anaknya lagi." Nyata Irene dengan tenang namun terasa tegas.

Suasana menjadi hening sesaat sampai terdengar tawa Jerome yang tengah bergurau dengan Ayahnya. Membuat Irene berkata, "Jangan sampai lo sama Andrew maksain obsesi kalian ke Jerome. Bisa gila kayak gue nanti."

"Irene..."

"Udahlah, gak usah dibahas soal keluarga," Putus Irene langsung yang kemudian berderap kearah kulkas untuk mencari minuman yang dapat ia minum. Dia mengambil satu kaleng cola yang ada dan menenggaknya langsung. Zia sendiri masih memperhatikan Irene dengan lekat dan menunjukkan ke khawatirannya terhadap sepupunya itu. Setelah menenggak setengah isi kaleng, Irene kembali dengan santai menatap Zia. "Anyway, thanks karena masih mau anggap gue sebagai keluarga lo."

Simpulan itu mmebuat Zia menggeleng kecil dengan murung.

"Sampai kapan pun lo keluarga gue Rene. Lo tetap jadi sepupu rasa saudara kandung. Dan lo akan tetap jadi aunty cantik-nya Jerome."

Irene dibuat mendengus akan kalimat terakhir yang Zia utarakan. Suasana kembali menjadi hening selama beberapa saat. Mereka masih sama-sama bersandar di meja dapur dan berhadap-hadapan.

Sesekali Irene menyesap cola yang tersisa di kalengnya.

Sampai akhirnya suasana hening itu kembali pecah saat Zia bertanya, "Jadi lo selama ini juga belum jalin hubungan sama siapapun Rene? Gue kira lo udah gaet bule-bule, ehe."

Gelengan kecil Irene lakukan. Dia memperhatikan kaleng cola yang dia goyang-goyangkan kecil.

"Kalau gue lagi butuh, gue tinggal cari orang."

Zia yang mengerti maksud perkataan itu, matanya lantas langsung membulat. Tapi Irene justru tau-tau tertawa melihat ekspresi konyol yang Zia keluarkan.

"Canda... Disana emang bebas tapi gue gak sebebas itu lagi."

"Heh, lo tapi sering ngelakuin hal hal nekat  Rene. Mending lo cari orang yang bisa lo iket pake status deh, jangan bebas gitu. Ya minim pacar..."

Irene terkekeh geli mendengar ucapan yang Zia suarakan. Dan disinggung soal pasangan, Irene jadinya berkomentar.

Tahu Diri ; SR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang