10 : Goodbye

6.6K 843 365
                                    

NO EDIT





SEULGI membawa Irene menjauh dari jangkauan pria asing itu. Dari cara Seulgi menarik tangan Irene dengan derap langkah yang cepat, dapat terlihat kalau wanita itu marah (?). Irene yang masih sedikit terbawa emosi tadi pagi pun berusaha untuk melepaskan genggaman tangan Seulgi dari pergelangan tangannya ketika mereka hendak memasuki area parkiran mobil.

Pemberontakan yang Irene lakukan membuat langkah kaki Seulgi terhenti dan wanita itu akhirnya memutar tubuh untuk dapat berhadapan secara langsung dengan Irene. Dalam posisi yang seperti ini Irene dapat melihat dengan jelas gurat amarah yang Seulgi tahan.

"Kakak ngapain sih malem-malem di tempat kayak gini. Minum-minum, ngerokok." Sungut Seulgi tanpa pendahuluan apapun.

Irene jadinya balas menatap Seulgi sengit, "Kamu sendiri ngapain disini huh?".

"Temen aku lagi ada yang ngadain party di room bawah. Aku dateng cuman buat absen muka abis itu mau pulang, tapi aku justru malah ngeliat kakak ada di area balkon lantai dua. Asik minum, ngerokok," Seulgi menunjukkan secara tegas ketidaksukaannya terhadap kebiasaan buruk yang kembali Irene lakukan. "Dulu kakak sendiri kan yang bilang gak mau sentuh hal kayak gitu lagi. Tapi kenapa sekarang malah kakak nyentuh hal kayak gitu lagi?".

"Ya apa urusan kamu?" Sambar Irene secara sewot. "Mau aku minum kek, mau aku ngerokok kek, mau aku balik nyabu lagi juga bukan urusan kamu."

"Kak."

"Kamu gak ada hak untuk larang aku begini begitu."

Ucapan itu membuat Seulgi terbungkam. Seakan tidak puas dengan kalimatnya barusan, Irene kembali menambahkan secara menyebalkan.

"Gak usah sok-sok-an peduli. Toh ini karena salah kamu."

Seulgi merasa kesal dan bersalah di waktu yang bersamaan. Tangannya mengepal erat di samping pahanya. Matanya menatap lekat kearah Irene yang justru menatapnya dengan tatapan meremehkan.

Seulgi tidak mengerti apa yang Irene mau.

Malam itu Irene terlihat menginginkannya tapi setelah malam itu berlalu Irene terlihat seperti sangat membencinya. Irene sendiri lantas melanjutkan aksinya.

Dia membuka bungkus rokoknya dan mengambil satu lintingan tembakau yang ada. Sebelum menjepit lintingan itu di bibirnya, dia kembali berkata dengan tajam. "Dulu kamu sendiri kan yang bilang, kalau aku ada masalah aku tinggal cerita ke kamu, gak perlu lari ke alkohol atau nikotin. Tapi nyatanya apa? Kamu gak ada buat aku."

Dengan mudah Irene menyulut api dari ujung lintingan tembakau itu, ketika bara sudah menyala, secara dalam dia mengisap asapnya sampai merasa agak sesak di dada. Dan setelahnya dia hembuskan asap rokok itu tepat di hadapan wajah Seulgi.

Wanita yang lebih muda itu secara refleks menahan nafas dan memejamkan matanya. Saat itu juga Seulgi merasakan dadanya seperti terhimpit oleh beban yang berat. Dia sesak bukan karena asap rokok yang Irene hembuskan, dia merasa sesak karena perasaannya.

"Urus aja urusan kamu sendiri. Gak usah ikut campur urusan orang lain." Tandas Irene dengan dingin.

Tentunya dia bersikap seperti ini hanya untuk menutupi sisi rapuhnya.

Ketika Seulgi kembali membuka mata dan kembali menatap Irene dengan lekat, dia lantas berucap dengan penuh penekanan.

"Matiin gak rokoknya."

"Aku beli rokok sama korek pakai duit aku, ngapain kamu ngatur."

"Matiin." Geram Seulgi secara kesal.

Tapi Irene tetap terlihat santai dan tenang mengisap asap hasil pembakaran. Secara paksa Seulgi akhirnya merebut puntungan rokok yang sedang terjepit di bibir Irene. Irene melihat puntung rokok miliknya yang belum terbakar habis sudah dibuang ke tanah dan di injak oleh Seulgi dengan tatapan kesal.

Tahu Diri ; SR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang