Bab 13 (1)

127 19 1
                                    

      30 Januari 1983

      Untari bergeming dari aktivitas yang dilakukannya sejak beberapa jam yang lalu. Perempuan dua puluh delapan tahun itu, hanya diam menatap tubuh lemah laki-laki yang sangat dicintai dan dihormatinya, Arga Kusuma. Sejak tiga bulan ini, tubuh gagahnya menjadi kurus. Karena penyakit yang menggerogotinya.

       Sepertinya baru kemarin, duda kaya dan ganteng itu meminangnya. Meminta kesediaan Untari, untuk menemani merawat dan membesarkan Citra, putri kecilnya. Entah karena pertimbangan apa, Arga memilih Untari. Gadis muda yang sempat membantu mendiang istrinya menangani masalah administrasi usaha mereka. Gadis sederhana, yang tidak terlalu menonjol dibanding karyawan lain.

      Sebenarnya wajar, kalau karyawan mereka berdandan dan berbusana seksi. Usaha mereka bergerak di bidang fashion. Selain menjual produk, mereka juga harus menjual pelayanan. Harus ramah dan menarik, tetapi Untari tidak. Gadis itu terlalu polos, wajahnya tidak mengenal make up. Bajunya juga sangat sederhana.

        Tanpa sengaja, Arga sering melihat gadis itu menimang anaknya ketika jam istirahat. Membantu mbok Jum yang kewalahan, dengan tangisan Citra. Gadis itu terlihat tidak canggung. Pemandangan itu membuat nya berpikir untuk mengambil Untari menjadi istrinya, menjadi ibu buat Citra.

       "Tari!" Suara berat Arga membuat Untari makin tertunduk. Kaki Untari bergoyang, gelisah. Untari takut, sejak tadi Arga hanya menatapnya. Seperti sedang menilai setiap jengkel tubuhnya.

       Kantor sudah sepi. Semua karyawan sudah pulang. Arga sengajja menahannya, agar mereka bisa berbicara berdua. Untari tidak tahu kesalahan apa yang sudah dilakukan sampai disidang  atasannya seperti sekarang.

      "Tari, maaf saya menahan kepulanganmu. Saya...," suara Arga terdemgar gugup.

       Untari masih belum berani menatap Arga. Laki-laki itu jauh lebih tua darinya, tidak sopan menatap orang yang lebih tua, apalagi dia bosnya.

       Arga menghela napas panjang. Bingung harus memulai dari mana. Bagaimana meminta gadis sedehana di depannya itu, menjadi ibu buat anaknya. Bagaimana kalau Untari tidak mau?

      Mereka tidak pernah terlibat hubungan secara pribadi. Sejauh ini hubungan mereka sebatas bos dan karyawan. Tidak ada yang istimewa!

      Bagaimana kalau dia mempunyai pacar? Sepanjang pengamatannya beberapa Minggu belakangan, Arga tidak pernah melihat Untari dijemput laki-laki. Untari pulang sendiri naik sepeda jengki, atau dijemput Bapaknya dengan sepeda yang sama.

       Kata Harso, sahabat sekaligus orang kepercayaannya, Untari cocok dijadikan istri. Gadis itu anteng, gak neko-neko. Urusan kantor juga mrantasi, apalagi urusan kasur.

      Mengingat ucapan Harso tak urung membuat Arga tersenyum.  Harso memang suka konyol, Arga tidak menampik butuh itu. Namun baginya sekarang yang terpenting adalah Citra.

       Citra segalanya bagi Arga. Bayi mungil buah hatinya dengan sang istri. Bayi yang tidak akan pernah mengenal ibu kandungnya.
    
       Arga butuh perempuan yang bisa menyayangi Citra, bukan hanya menyukainya. Sebagai pengusaha muda yang cukup berhasil, dengan paras ganteng, status dudanya menjadi incaran banyak perempuan di luar sana. Sayang Arga tidak peduli. Seberapa banyak perempuan yang mencoba menarik perhatian nya, tidak juga membuatnya berpaling dari sang istri dan putrinya.

      Bisikan Harso memengaruhinya, dan membuatnya melihat dengan lebih jelas. Ada seseorang yang pantas menjadi Ibu buat Citra. Untari gadis sedehana, karyawannya sendiri.

Warisan Untari (Complete Alias Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang