Babak 19 : Anjar Melahirkan

122 13 0
                                    


Dua jam sebelum kejadian, Empat Puluh tahun silam.

Dari dalam gubuk mata sendu Ida terlihat sedang memperhatikan dari balik jendela keributan yang sedang terjadi di rumah Devi.

Syarif tergopoh-gopoh mengangkat istrinya dibantu oleh Heru. Ia gendong istrinya itu didepan. Tangan kanannya menyangga leher , dan tangan kirinya  ia kaitkan di bawah kedua lutut Anjar. Anjar terlihat meringis kesakaitan, kedua tangannya ia kalungkan pada leher Syarif.

"Aaakkkhhh......!!! Sakit pah!!". Teriak Anjar mejerit menahan sakit. Syarif hanya terdiam, urat-urat dikepalanya menyembul keluar terlihat samar, air keringat mulai membasahi wajahnya yang panik. Syarif keberatan menggendong istrinya.

"Dia akan datang!!!" Teriak ida dari gubuknyanya. Semua orang yang berada disana tertegun mendengarkan Ida. Mereka paham jika penculik itu akan kembali beraksi malam ini. Kekhawatiran mulai mencekik leher para warga. Tapi mereka tenang dan hanya membiarkan Ida berteriak, yang sudah terkunci di gubuk itu. Pras dengan tenang mengintruksi warganya untuk memperketat penjagaan.

"Ahahahaha... Rasakan! Rasakan!". Ida kembali berteriak sambil jari telunjuknya keluar dari sela-sela jendela. Seperti sedang memberi tau bahwa Anjar akan menerima ganjaran atas perlakuan kejam padanya. Sumpah bahwa Anjar akan merasakan kepedihan yang sama dengannya.

"Aakkhh!!" Teriak Anjar kembali menusuk telinga. Sesaat setelah ia di baringkan diatas kasur persalinan.

"Huh..Huh..Huh.." Nafas  Anjar tersengal-sengal.

"Bu... Ibu tenang yaa." Kata Devi yang telah siap membantu wanita itu.

"Tarik nafas bu.... Tahan... Keluarkan perlahan sambil didorong bayinya ya bu..." Kata Devi yang sudah siap membantu persalinan Anjar.

"Aaaakkkhhhh..." Suara Anjar serak, megerang.

"Aaaahhhh......"

"Iya... Terus bu." Tuntun Devi, tenang.

"Kepala anakmu sudah terlihat, terus bu... dorong bu." Lanjutnya.

"Aaaakkhhhhh..... Sakitt tau...!!! Eeeeehhhhh....". Anjar mengerang mengiyakan intruksi Devi dan mendorong lebih keras. Walaupun ia masih membenci Devi tapi ia juga sudah tak kuat menahan sakit diperutnya.

Suasana didalam kamar bersalin semakin menegang. Sama halnya dengan keadaan diluar rumah. Bapak-bapak yang berjaga terlihat begitu amat cemas. Rumah Pak Pras benar-benar ramai dijaga oleh para pria disetiap sudutnya. tempat-tempat yang berpotensi untuk keluar masuknya pencuri dijaga ketat. Syarif dan Pak Pras terpaksa berjaga didalam kamar persalinan demi ketenagan Anjar dan Devi.

"Terus bu.... Ayooo...." Suara Devi terdengar kembali. Kali ini suaranya terdengar sedikit kencang.

"Enggak kuat buuu.... Aakkhh... hah... hah... hah... Aaaakkhh..." Erang Anjar juga semakin kuat.

"Ya terus bu. Terus... kamu kuat bu, dorong lagi bu." Devi terus meyakinkan pada wanita yang membencinya itu agar melawan rasa tak berdayanya.

"Enggak kuat... Bu Devi.... Aaaakkhhh...."

"Ayoo... sedikit lagi kamu pasti bisa... Tarik nafasmu..." Kata Devi kembali mencoba memberi intruksi.

"Kepala orokmu sudah keluar." Sahut Devi sambil tersenyum. Keringat kedua orang itu bercucuran di mana-mana, berhamburan diwajah.

"Tahan ya.... hitungan ketiga kamu tekan kuat-kuat ya bu.... Satu... Dua... Tiga!!"

"Eeeeeekkkkkk... Aaaaakkkkkhhhh...!!!"

"Sekali lagi bu.... Tarik Nafas... Dorong..."

"Eeeeeekkkkkkhhhhhh...!!!"

Tangisan sang jabang bayi mengema kesetiap sudut rumah Pras. Semua orang yang mendengar suara itu bukannya senang namun semakin khawatir dan bersiap untuk kemungkinan yang menakutkan akan terjadi kembali.

Belum utuh anak pertama Anjar itu menangis. Semua lampu di rumah Pak Pras padam. Pras dan Syarif langsung menuju ketempat Devi berada yang tengah mengendong bayi.

"Aaakkhhh....!!!!" Teriak histeris Devi begitu keras. Bersamaan dengan itu pula lampu menyala.

The Story of Penanggal : Cinta dan DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang